"Halo bun, ini kenapa jadi banyak wartawan gini sih?".

"Bunda juga gatau ri, tapi ini bunda nonton liputan di televisi kantor". Ujar friska yang menjawab telefon dari rio dan menyaksikan halaman rumahnya terekspos dan masuk televisi. Friska juga menonton bersama karyawan - karyawannya.

"Ini terus gimana bun? Rio gak tau harus gimana".

"Bunda jug gatau ri, devina sekarang dimana?".

"Belum pulang bun".

"Takutnya kalo devina pulang langsung dikerumuni para wartawan. Kasihan dia, masih proses pemulihan juga".

"Tapi tenang aja bun ada arsen kan tadi devina berangkat bareng dia".

"Syukur kalo gitu. Coba kamu hubungi om adit saja ri buat ngusir wartawan - wartawan tersebut".

"Yaudah bun, rio coba hubungin om adit sekarang".

Rio memutuskan panggilan begitu saja dengan friska, karena sudah tidak tau harus bagaimana lagi. Akhirnya rio menelefon adit.

"Halo om".

"Iya ri ada apa?".

"Ini di depan rumah banyak bet wartawan om. Rio gatau harus ngusir pake cara apa".

"Ini pasti gegara sudah menyebar luas ri, apalagi friska juga cukup terkenal di dunia perbisnisan".

"Ini terus gimana om, rio minta tolong sama om adit bisa gak kesini ngusir nih wartawan ribet amat om".

"Baik ri, sebentar lagi om akan kesana".

"Makasih om".

Rio mematikan panggilan dari adit. Dan adit segera bergegas menujuk ke rumah ponakkannya tersebut.

"Halo bang kenapa?".

"Ini gue lihat di siaran TV emang itu betul rumah kita ri?".

"Iya bang, bused gue sampai gatau ngusir mereka pake cara apa. Akhirnya tadi gue telfon om adit".

"Terus sekarang devina dimana?".

"Belum pulang bang. Tapi tenang dia sama arsen kok".

Tak lama suara sirine mobil polisi datang masuk ke komplek rumah friska. Beberapa polisi dengan gercep langsung membubarkan para wartawan tersebut. Wartawan juga ada yang sempat mewawancarai adit namun adit tidak ada waktu untuk menjawab. Akhirnya lumayan cukup lama wartawan tersebut sudah berhasil di bubarkan.

"Om makasih ya om". Ujar rio sambil membuka pintu gerbang rumahnya dibantu dengan pak rahmat.

"Sama - sama ri, bundamu kemana? Kamu dirumah sendirian?".

"Iya om cuma sama bi iyem, bi yanti dan bi sarah dan pak rahmat".

Kemudian mobil arsen memasuki halaman rumah devina. Devina dan arsen juga segera turun dari mobil arsen. Kemudian mengampiri adit dan juga rio.

"Dev, maaf kemarin om belum bisa jenguk kamu". Ujar adit sambil melepas salaman dari devina.

"Gapapa om, devina makasih berkat om juga devina bisa kembali ke rumah".

"Sama - sama dev. Rio, devina. Om sama teman - teman om balik ke kantor dulu ya. Masih banyak tugas yang harus diselesaikan lagi".

"Baik om".

Adit dan teman - temannya segera masuk ke mobil mobil polisi tersebut. Pak rahmat pun juga segera menutup kembali pintu gerbang tersebut.

"Ya ampun dev, bisa - bisa lo sekarang viral". Ujar rio merebahkan tubuhnya di kursi depan teras rumahnya.

"Mana ada, lo doang yang masuk TV gue mah kagak". Ujar devina duduk di depan rio bersama arsen.

"Gue yakin nanti atau besok pasti bakal dateng lagi tuh wartawan. Rumah ini harus ada satpam lagi. Kalo perlu bodyguard".

"Siapa yang mau bayar ri?".

"Tenang dev semua bisa diatur. Yang penting lo aman".

"Bang rio, devina. Saya pamit pulang dulu ya kalo begitu".

"Buru - buru banget sen".

"Yaaa, biar devina bisa istirahat juga bang".

"Yaudah, hati - hati ya sen".

"Iya bang".

Arsen kembali menyalakan mesin mobilnya dan mobil tersebut sudah hilang dibalik gerbang rumah devina. Devina juga kemudian masuk ke rumah, namun rio masih berada di teras dan sibuk dengan hp di tangannya.

"Bagaimana jika arsen tau dengan kejadian tempo hari?. Apakah dia akan marah?, atau dia akan menghukumku. Atau malah akan meninggalkanku. Aku tidak tau harus bercerita semua ini darimana. Rasanya tidak ada yang tau bagaimana isi hati ku selama ini. Aku tersiksa, raga ku seperti terkurung untuk tidur yang cukup panjang. Aku tidak tau mengapa sulit untuk mengatakan semuanya. Devina butuh bang angga, tapi dia tidak ada disini. Harus ke siapa lagi devina bercerita. Seperti sudah tidak ada tempat untukku". Devina setiap hari terus berbicara dengan dirinya sendiri. Karena ia tidak tau harus seperti apa lagi agar emosinya tersalurkan.

Psikoterapi juga sudah 2 minggu dilakukan. Namun devina belum kunjung membaik. Kadang lupa ia meminum obatnya, dan terbangun di tengah malam karena mimpi buruknya.

EccedentesiastHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin