Post Traumatic Stress Disorders

Start bij het begin
                                    

Setelah cukup lama, akhirnya devina membuka kamarnya.

"Hai anak cantik, ketiduran ya?". Tanya chaterin dengan senyuman hangat menyapa devina.

"Kenapa dok?". Tanya devina dengan raut wajah yang lesu juga datar.

"Sudah lama kita tidak jalan - jalan. Yuk ikut dokter keliling kota".

"Devina lagi gak minat keluar dok".

"Sebentar saja dev. Nanti dokter beliin brownis coklat dan susu vanilla kesukaan kamu. Kamu pasti belum makan seharian kan?".

"Yasudah devina siap - siap dulu dok". Setelah berfikir cukup lama akhirnya devina menerima tawaran dari chaterin.

"Dokter tunggu di bawah ya".

Tidak ada respon dari devina. Dia pun masuk lagi kedalam kamar untuk sekedar ganti busana. Chaterin kembali ke ruang tamu dan mendengar devina sudah mau dibujuk oleh chaterin. Friska sudah sangat lega.

Setelah beberapa saat devina turun kebawah dengan memakai pakaian seadanya. Rambut yang tidak tertata dan tanpa polesan make up sama sekali.

"Dev, mau kemana?". Tanya rio yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa coklat panas ditangannya.

Tidak ada respon dari devina sama sekali. Dia mengabaikan rio yang ada di depannya. Kemudian ia sampai ke ruang tamu. Friska, angga dan chaterin terkejut melihat penampilan devina seperti tidak biasanya ketika mau diajak keluar.

Namun mereka menghiraukannya kemudian chaterin segera bergegas saja untuk pergi ke tempat prakteknya untuk memeriksa kondisi psikis devina.

"Kasihan adikmu ngga". Ujar friska sambil menatap kepergian devina.

"Angga tau devina bakal bisa melewati semuanya dengan dukungan kita bun".

"Gak seharusnya kemarin bunda egois untuk menjodohkan devina dengan dirga".

"Udah bun tidak ada yang perlu di sesali. Semua sudah kehendak Tuhan".

Pukul sudah menunjukkan 21:40 WIB. Chaterin dan devina sudah kembali ke rumah. Devina dengan mata yang sembab langsung berjalan menuju kamarnya tanpa melihat jika di ruang tamu ada friska, angga dan rio yang masih sibuk dengan laptopnya.

"Bagaimana kondisi devina rin?. Apakah trauma itu muncul kembali?". Tanya friska dengan segala kecemasan yang ia rasakan.

"Bagaimana aku menjelaskannya fris". Ujar chaterin dengan raut wajah yang pasrah.

"Jelaskan saja apa yang telah terjadi kepada devina".

"Tadi aku sempat memeriksa kondisi psikisnya devina. Dan dia sedang di fase mengalami trauma yang hebat fris".

"Astaga devinaaa. Terus apa yang harus kita lakukan agar devina kembali seperti biasanya rin?".

"Dengan melakukan psikoterapi lagi dan ini sudah aku berika resep obat - obatan antidepresan untuk devina. Dan ini aku kasih resep obat prazosin untuk mencegah mimpi buruk buat devina".

"Pantas saja selama dirumah sakit. Devina selalu terbangun dan berteriak - teriak. Aku tanya pasti dia selalu mimpi buruk rin".

"Iya fris dan saya rasa devina mengidap PTSD".

"Apa lagi itu rin?".

"Post traumatic stress disorders. Yaitu gangguan stres pascatrauma. Gangguan mental ini muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang bersifat traumatis atau barangkali sangat tidak menyenangkan".

"Tapi apakah kamu berhasil mencari tau apa yang sebenarnya terjadi selama devina diculik rin?".

"Belum fris. Devina kembali mengamuk saat aku tanya tentang hal tersebut. Dan tadi sampai sempat menangis juga. Jadi mungkin dengan bantuan psikoterapi nanti dan seiring berjalannya waktu. Devina akan menceritakan semuanya".

"Kira - kira kapan rin devina akan memulai psikoterapi?".

"Kalau bisa besok saja fris. Soalnya pengidap PTSD kadang berlangsung selama berbulan - bulan bahkan bertahun - tahun untuk bisa kembali sembuh ".

"Yasudah rin, besok aku minta tolong lagi ya rin kalau devina tidak mau dibujuk keluar kamar lagi".

"Santai saja fris, aku akan memberikan penanganan yang terbaik buat devina agar kembali sembuh lagi. Aku permisi dulu ya fris. Udah malem juga".

"Iya rin sekali lagi makasih ya".

"Iya fris sama - sama. Aku pamit dulu ya".

"Iya rin hati - hati".

Tidak mudah menjadi aku.
Trauma itu datang kembali dengan nama yang berbeda.
Bukan semesta yang jahat, tapi manusianya.
Apa yang bisa membuatku bisa sembuh? Dari luka pemberian manusia yang seharusnya tidak pantas untuk hidup.
Atau malah aku yang terlalu lemah menghadapi mereka yang terlalu kuat untuk menikamku berkali - kali?.
Aku ingin istirahat sebentar dari kerasnya kehiupan ini.
Rasanya sudah sangat mati untuk ku rasakan lagi indahnya hidup ini.
Kapan luka itu akan menghilang tanpa membekas?.
Aku takut akan semakin melebar dan melukai orang lain.
Obat mana lagi yang bisa membuatku menghapus segala ingatan jahat yang masih terekam dalam otak dan terus reflek berputar begitu saja.
Istirahatlah untuk jiwa yang lelah. Dunia semakin kejam untuk kamu yang hanya meminta ketenangan.

EccedentesiastWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu