Momen 45 - Memulai Kembali

223 17 2
                                    

Sepatu kets putih mengacung dari dalam mobil. Disusul turunnya seorang Kelana yang mengenakan jeans biru beratasan kaus putih. Dia mengenakan outer denim berwarna coklat. Di pundak, melintang tas dari sebelah kiri ke kanan.

Kelana melangkah cepat sambil melihat jam di tangan. Sesekali, dia juga celingukkan, mencari sosok-sosok yang mungkin dia kenal. Namun sampai habis lapangan parkir, tidak ada sosok itu. Bahkan, keadaan sekolah itu sudah sepi.

Gue terlambat!

Kelana berlari menuju lorong-lorong bangunan. Hingga dia mulai mendengar samar-samar suara teriakkan. Ah, untung saja ada dua orang yang berdiri di depan pintu. Dua penjaga itu langsung mengizinkan setelah Kelana menjelaskan jika di bagian dari SMA Unggulan Bina Bakti.

Saat masuk ke dalam, Kelana menghela napas cukup lama. Tribun sudah dalam keadaan penuh. Namun saat melihat ke lapangan, rupanya dua tim masih briefing di masing-masing sisi. Pertandingan itu ternyata belum dimulai.

Cewek itu berlari menurun dari atas tribun menuju ke arah paling bawah. Dia sudah mendapati tempat di barisan depan. Dan ya, tempatnya masih kosong. Di kanan kiri tempat duduk Kelana, terdapat dua orang perempuan yang langsung memantik senyum Kelana.

"Guys ...."

Ucapan itu membuat Iti dan Puan menengok. Disela suara riuh dari para penonton, mereka seperti terhipnotis oleh suara Kelana. Sampai muncul pelototan dan gerakkan berdiri dari keduanya.

"Lana?" Puan menutup mulut mendapati temannya datang.

"Puaaaan!" Kelana yang sudah ada di tempatnya buru-buru merengkuh sahabatnya itu. "Akhirnya gue bisa meluk lo lagi. Maafin gue ya."

"Gue yang minta maaf!" Puan menggeleng. "Gue dan Iti yang salah." Suara itu terhenti karena isak tangis.

"Iti." Kelana beralih ke perempuan berkacamata itu. "Lo mau kan nerima gue lagi?"

"Dari dulu, gue selalu nerima lo, Lan." Iti mengangguk yakin. "Justru harusnya gue sama Puan yang tanya begitu. Lo masih nerima kami setelah semua yang pernah kami lakuin ke elo?"

Ketika pertanyaan itu terlontar, Kelana tidak bisa berkata-kata. Ucapannya telah diwakili oleh air mata haru. Setelah sekian lama tersesat dalam dunia yang asing, Kelana merasa telah menemukan rumahnya kembali.

Setelah momen haru, kini mata Kelana beralih ke depan. Ada tim cheerleaders yang akan tampil sebelum pertandingan basket dimulai. Ah, jika tidak ada masalah besar, Kelana mungkin akan ada di sana. Ikut mengenakan pakaian kebanggaan bersama anggota lain. Sayang, Kelana memang tidak ditakdirkan untuk bisa menjadi bagian dari ekskul unggulan itu.

Selesai melihat tim cheerleaders, Kelana berusaha mencari sosok yang sudah sangat dia rindukan. Sampai kemudian, dia mendapati kedua tim dipanggil ke lapangan. Tanda jika permainan akan benar-benar dimulai.

Saat kedua tim itu menjadi pusat perhatian, terpampanglah orang yang Kelana tunggu-tunggu. Cowok berambut rancung dengan tubuh proforsionalnya. Laki-laki yang pernah Kelana anggap sebagai malaikat penolongnya. Cowok itu terlihat energik meski ada raut tegang di sana.

"Bian!" teriak Kelana.

Meski suara Kelana susul menyusul dengan suara riuh supporter lain, tetapi suara itu bisa sampai ke telinga Bian. Buktinya, Bian langsung menengok. Matanya menyebar pandang ke arah tribun.

"Gue di sini!" Kelana melambaikan tangan.

Teriakkan itulah yang membuat mata mereka bertemu. Kelana melihat langsung bagaimana terkejutnya Bian mendapati Kelana hadir di acara itu. Kelana juga mendapati mata Bian yang berbinar-binar dengan senyum teduh yang mendadak terpampang.

Glow Up Moment (Tamat)Where stories live. Discover now