Momen 37 - Kabar Mencengangkan

81 17 2
                                    

Guysssssss, apa kabar? Maaf banget yaaa buat yang nunggu. Aku baru bisa update hari ini setelah sekian lama. Mari kita lanjut kisah Kelana.

***

Mata Kelana berbinar-binar saat melihat laporan uang miliknya yang dikirim dari bagian keuangan KAM. Sebagai bagian dari talent suatu management, maka apa pun yang berhubungan dengan Kelana pasti diatur. Termasuk keuangan. Dan ya, perjuangannya untuk menghasilkan uang banyak demi orang tuanya, kini sudah bisa dilihat hasilnya.

"Empat ratus juta ..." Kelana menelan ludah.

Kelana belum pernah melihat angka sebanyak itu. Apalagi selama kerja bareng KAM, kebutuhannya dipenuhi oleh KAM. Dia hanya memegang uang sejuta dua juta untuk sekadar bekal ke sekolah. Nah sekarang, uang yang sudah bersih dari potongan management itu ternyata sampai 3 digit.

Saat melihat laporan itu, otomatis orang pertama yang dia ingat adalah sang mama. Dia buru-buru menelepon Ami.

"Lana berhasil, Ma," katanya antusias. "Lana udah punya uang buat kita. Minggu ini, kita udah bisa bayar sewa toko dan bisa mulai penjadwalan untuk operasi Mama."

Perkataan itu disambut diam terlebih dahulu. Kelana mendengar isak tangis yang ditahan. "Ka-kamu serius, Nak?"

"Iya, Ma." Kelana menggigit bibir, berusaha menahan agar tangisannya tidak pecah. "Kapan kita proses, Ma? Lana nggak mau nunggu lama."

"Lan, apa lebih baik Mama nggak usah dioperasi saja?"

Pertanyaan itu membuat Kelana menggeleng. "Ma, Mama jangan becanda dong. Sudah jelas dokter menganjurkan Mama buat segera operasi. Wajib, Ma. Lana nggak mau nunda-nunda lagi."

"Tapi Mama udah sehat kok."

"Sepulang sekolah besok, Lana akan ke rumah. Kita berangkat sama-sama ke rumah sakit untuk penjadwalan operasi, Ma."

"Makasih ya, Nak. Mama nggak bisa bayangin kalau nggak ada kamu yang berjuang. Mungkin hidup kita akan ...."

"Sttt. Mama jangan bahas-bahas itu lagi. Yang penting, kita udah bisa ngelewatin ini."

Percakapan berakhir. Kini, memori Kelana melayang kepada satu pertanyaan yang sudah sering muncul beberapa hari terakhir ini.

Apa gue bisa berhenti dari dunia artis?

Kelana sudah mendapatkan semua yang dia mau. Bagi Kelana, itu sudah cukup. Lagi pula, dia sudah mulai merasa jenuh di dunia enterteint. Dia harus syuting ini itu, ikut les yang padat, endorse setiap hari, belum sekolah dan seabrek kegiatannya. Itu semua membuat Kelana seperti robot yang sama sekali tidak punya waktu.

Belum sempat Kelana menjawab pertanyaannya sendiri, ada ketukan di depan pintu apartemen. Kelana menghela napas panjang. Ini sudah jam sembilan malam.

"Lan, ada tamu." Sri, sang asisten yang kebetulan masih ada di apartemen muncul di depan pintu.

"Siapa?"

"Liat aja ke depan."

Kelana yang sedang berbaring di atas ranjang memilih bangun dengan malas. Dan rasa malasnya semakin menyebar luas saat Adi sudah ada di ruang depan. Dia duduk dengan tenang, dibarengi senyum lebar.

"Lagi istirahat, Lan?" tanya Adi. "Om cuma mau nginfoin kalau mobil sudah ada di basement. Setiap hari, akan ada supir yang antar jemput kamu."

"Mo-mobil? Maksud, Bapak?"

"Yang saya janjikan semalam."

"Pak, kan saya sudah bilang. Saya nggak perlu mobil dan supir pribadi."

"Lana." Adi berdiri. "Ini untuk kebaikan kamu. Sekarang, kamu mungkin bilang kalau mobil itu nggak penting. Tapi percayalah, apa yang saya siapkan sudah masuk ke dalam perhitungan. Jadi pasti akan dibutuhkan, cepat atau lambat."

Glow Up Moment (Tamat)Where stories live. Discover now