MOMEN LIMA - SURPRISE

280 47 18
                                    

Hai. Rabu nih! Siap nggak buat lanjutin baca kisah Kelana? Gassss ya. Jangan lupa vote dan komen yang rame.

***

Cahaya redup dari lampu kuning di kamar itu selaras dengan rona wajah Ami. Wajahnya terlihat gelisah saat mengeluarkan foto kuning dari dompet lama. Foto yang dicetak seminggu sebelum menikah.

Ami memang menyimpan barang-barang masa lalu di dus yang terletak di atas lemari. Saat iseng mengorek dus itu, dia menemukan dompet kotak berbahan kulit sintetis. Sialnya, dompet itu masih menyimpan banyak sekali memori yang mengantarkannya kepada luka masa lalu.

Saat mengamati foto lelaki berkepala plontos, pikiran Ami langsung melayang kepada kejadian terakhir sebelum lelaki itu benar-benar pergi. Kejadian yang terjadi di salah satu rumah kontrakan yang pernah menjadi tempat untuk merajut mimpi.

"Kamu .... sudah punya istri?" tanya Ami dengan suara bergetar.

Lelaki berkepala plontos itu menunduk. "Maaf, Mi. Saya ...."

"Kamu jahat!" Ami menekan telunjuknya di dada lelaki itu. "Pantas saja kamu menikahiku tanpa membawa keluarga! Pantas saja, kamu menikahiku hanya secara agama. Kamu ...." Ucapan Ami tergantikan oleh air mata yang mendobrak keluar dari sela-sela mata.

"Saya minta maaf." Lagi, lelaki itu mengulangi ucapannya.

Ami mengusap perut besarnya. "Ya Allah, Nak. Kenapa nasibmu harus seperti ini? Ini salah Mama. Mama malah percaya sama orang bejat seperti Bapakmu."

Lelaki itu mendongak perlahan. Dia mengangkat tangan dan menyentuh pipi Ami meski Ami tepis. Hingga lelaki itu mundur. "Saya harus kembali ke keluarga saya. Mereka butuh saya."

"Lantas kamu pikir, saya tidak butuh kamu?"

Pertanyaan itu disambut hening yang lama. Sementara, Ami merasa Linglung, kesal, ingin berteriak. Semuanya campur aduk.

"Pergi!" Ami angkat tangan. "Kalau saya tahu kamu punya istri, saya tidak akan pernah terima kamu. Saya tidak akan pernah mendengar janji manismu. Pergi!!!"

Lelaki itu masih berusaha menyambungkan isi hatinya lewat tatapan sendu. Namun, rasa-rasanya, tatapan itu tidak lagi selaras dengan mata Ami. Saat Lelaki itu berusaha mengucurkan air, maka Ami menyemburkan bara api yang luar biasa besar.

"Ami." Lelaki itu mengangkat kedua tangan, seperti ingin memeluk. "Saya akan tetap tanggung jawab untuk anak kita. Suatu hari, saya akan datang lagi ke sini."

"Pergi!" Lagi, hanya teriakkan itu yang bisa keluar dari mulut Ami.

Di tengah malam itu, Lelaki itu pergi. Sementara, Ami memulai hidupnya sebagai single parent. Pada hari-hari selanjutnya, hidup Ami seperti terseret gelombang yang amat besar. Terombang-ambing. Hingga Ami berencana memberi nama anaknya 'Kelana'. Perempuan atau laki-laki, bagi Ami nama itu akan menggambarkan segala pengembaraan yang Ami lakukan selama mengandung Kelana.

Tak terasa, memori lama yang tergali itu telah mengundang air mata yang mengucur deras. Ami tidak akan pernah lupa bagaimana dia harus bertahan hidup di waktu sulit itu. Apalagi, Ami tidak memberitahu masalah itu kepada orang tuanya di Bandung. Baru setelah Kelana lahir, Ami jujur tentang penghianatan Lelaki itu. Tentu saja keluarga besar bertepuk tangan atas kejadian tersebut. Hubungan Ami dan Lelaki itu tidak pernah direstui dari awal. Mereka sudah sadar jika ada yang aneh dengan mantan suami Ami. Namun karena cinta buta, Ami tetap bersikeras untuk menikah dengan Lelaki itu.

Dua tahun pertama, Ami dan Kelana hidup di Bandung. Namun setelahnya, Ami memutuskan untuk pergi lagi ke Jakarta. Dia menata lagi hidupnya dari awal untuk menjauhkan berbagai olokkan dan omongan buruk keluarga besar dan tetangga. Bagi Ami, melindungi anaknya dari mulut jahat mereka adalah keharusan. Meskipun, Ami harus banting tulang hingga bisa menghidupi Kelana seorang diri, bahkan bisa menjadi salah satu pedagang di Tanah Abang.

Glow Up Moment (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang