Bab 6 - Hari Pertama Ujian

209 22 0
                                    

Revisi
.
.
.

Revisi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

_____

Malam ini langit nampak cerah, bulan dan bintang berpijar begitu terang. Dikediaman Keluar Mahendra kini kedua orangtua juga kelima anaknya berkumpul diruang keluarga.

Mahendra berdehem sesaat sebelum memulai pembicaraan.

"Begini, Ayah mau membahas mengenai Aruna yang ingin bermusik. Apakah ada yang keberatan?" Tanya Mahendra yang kemudian menatap putranya Naresh.

Ketiga saudara laki-lakinya nampak terkejut mendengar penuturan sang Ayah baru saja. Ketiganya menatap intens Naresh yang kini menjadi pusat pembicaraan saat ini. Mereka semua tau kecuali Aruna tentu saja.

Hening beberapa saat telah menyelimuti perbincangan mereka. Naresh pun kemudian menyuarakan suaranya.

"Jika Runa menyukainya, biarkan saja dia melakukannya." Jawab Naresh singkat dengan raut datarnya.

"Runa bisa memulainya setelah lulus, sementara biarkan fokus untuk ujiannya dulu. Aku akan menghubungi temanku untuk melatih kedepannya." Lanjutnya.

"Kalau benar begitu baiklah, untuk Runa sungguh ini keinginanmu nak? Ngga mau jadi dokter atau yang lain? Runa bener pengen bermusik?" Tanya sang Ayah pada si bungsu.

"Iya yah, aku ingin melakukannya. Sungguh aku benar-benar menyukainya!" Seru si kecil begitu antusias.

Bukan maksud apa, mereka semua tau trauma yang membuat anak sekaligus saudaranya meninggalkan dunianya yang dulu sangat dicintainya itu. Kalaupun Naresh sendiri memutuskan menyetujui keinginan adik kecilnya itu masih ada kekhawatiran orangtuanya juga saudaranya yang lain terhadapnya.

*****

Dipandangi gadis kecil yang tengah duduk di taman belakang rumah itu sendirian. Menatap hamparan langit yang begitu luas dengan indah bintang yang menghias.

"Nak, ngapain disini?" Tanya yang disuarakan Hanna mengalihkan fokus gadis itu.

"Ah ibu, hanya melihat langit." Jawab Aruna.

Hanna pun mendudukkan dirinya disebelah anak gadisnya itu.

"Ibu, aku merasa iri dengan bulan dan bintang itu!" Seru  Aruna sambil menunjuk ke arah yang dimaksud.

"Memangnya kenapa?" Tanyanya.

"Mereka terus saja bersinar terang diatas sana, orang-orang yang sedang sedih pasti bahagia melihatnya. Aku juga ingin seperti mereka, aku ingin orang juga bahagia saat melihat ku, aku juga mau jadi penghibur buat orang-orang di sekitarku." Jelas Aruna.

Hanna pun tersenyum memandang gadis kecil disampingnya itu, ia mengelus surai pekat anaknya pelan membuat sang anak beralih memandangnya.

"Kau tau nak, senyummu ini membawa kebahagiaan yang begitu besar untuk ibu, ayah, juga keempat kakakmu. Kita semua begitu menantikan kelahiranmu saat itu, kita sangat beruntung memilikimu." Ucap Hanna sambil mengelus pipi gadis kecilnya yang mulai menerbitkan senyum cerah diwajahnya.

Trauma Aruna Mahendra Where stories live. Discover now