BAB 17: Waktu menipis, Kehidupan Kian Berharga

37 9 4
                                    

BAB XVII: Waktu menipis, Kehidupan Kian Berharga

Calandra dan Sthepan berjalan beriringan. Alunan musik klasik terdengar keras entah dari arah mana. Lampu-lampu malam yang berkedip mengikuti alunan musik—menambah kesan keindahan yang sulit dilihat di sembarang tempat. Beberapa orang Newland tampak melambai—membuat Calandra bingung sendiri menanggapinya.

Dari sisi manapun Calandra belum melihat sihir atau semacamnya di tanah ini, gadis itu menoleh pada Sthepan dan memutuskan bertanya setelahnya. "Dimana penginapannya?" Sthepan masih berjalan, tanpa menoleh ia menjawab.

"Kau harus ke toko senjata lebih dulu". Sthepan mempercepat langkahnya, membuat Calandra tidak memiliki pilihan selain mengikuti langkah lebar Sthepan itu.

Mereka berhenti di sebuah bangunan yang akhirnya terlihat seperti bangunan normal pada umumnya. Tidak ada bentuk aneh dalam bangunan itu. Hanya seperti toko-toko biasa yang pernah didatangi Calandra di Camelot.

Seorang wanita yang terlihat cantik menggunakan gaun hitam dengan rambut hitam pekat yang dibiarkannya tergerai bebas menyambut kedatangan mereka. Matanya yang terlihat hitam pekat menatap Calandra tanpa berpaling. Setelahnya ia menatap Sthepan seolah bertanya.

"Kau bilang mau ke toko senjata?" Calandra bertanya namun Sthepan malah tampak mendekat pada wanita pemilik toko itu—mengacuhkan Calandra begitu saja. Dilihat dari sisi manapun toko itu terlihat seperti toko hiasan. Ada beberapa pajangan cantik diletakan di rak, juga beberapa hiasan tangan atau kepala yang diletakan di meja.

Calandra memperhatikan sambil sesekali menyentuh hiasan-hiasan itu. Terlihat begitu cantik seolah menggambarkan si pembuat yang tidak lain adalah pemilik toko itu.

"Kemarilah" Sthepan memanggil membuat Calandra mendekat—memperhatikan beberapa benda yang dibawa wanita pemilik toko itu setelah sebelumnya tampak keluar dari pintu di samping meja kasir.

"Ini yang terbaik yang kumiliki" Sthepan mengangguk dan mengambil busur lalu memperhatikan busur itu sambil memperhatikan Calandra. "Sebaiknya kau pilih busur, hindari orang-orang yang mengincarmu. Pastikan kau tidak sampai terlibat perkelahian—jika harus membunuh, lakukan dari jauh saja" Calandra malah mengabaikan ocehan Sthepan.

Gadis itu memperhatikan sebuah pedang dengan hiasan batu Rhodochrosite dan ukiran bunga Krisan di bagian pegangannya. Sarung pedang itu berwarna merah dengan warna emas pada ukirannya, seolah ukiran itu benar-benar hidup.

"Aku bukan pengecut, aku lebih suka yang ini" Sthepan menghela nafas mendengar ucapan Calandra yang tampak lebih seperti tengah main-main. "Kalau begitu kami ambil pedangnya" ujar Sthepan yang akhirnya mengikuti kemauan Calandra.

"Kami akan ambil panah dan pedangnya" Mendengarnya, Sthepan menarik lengan Calandra hingga menghadap ke arahnya.

"Jika musuhnya jauh aku tidak mungkin melempar pedangnya" Sthepan kembali menghela nafas mendengar ucapan Calandra yang semakin terdengar main-main.

"Kau hanya punya waktu tiga hari sebelum permainan dimulai. Kau pikir bisa menguasai dua senjata sekaligus?" Calandra mengangguk. "Aku sudah membaca dan menguasai teori menggunakan panah dan pedang. Tinggal praktek" Sthepan akhirnya mendesah dan menoleh pada si pemilik toko sebelum akhirnya mengangguk—membuat pemilik toko itu tampak menyiapkan dua benda yang baru saja dipilih Calandra.

Kedua benda itu sudah diberi kotak lalu diberikan pada Sthepan. "Kami bayar pakai ini" Calandra mengangkat gelangnya sambil tersenyum.

Wanita itu tampak tidak merespon, hanya menatap Calandra dengan tatapan dalam. "Kalungmu kosong" Calandra yang sempat akan berbalik mengerjapkan beberapa kali matanya sebelum menyentuh kalung yang seharusnya terdapat darah Shelly itu dengan tangan kirinya.

The Newland: Kisah Tanah Sihirحيث تعيش القصص. اكتشف الآن