BAB 12: Sisi Lain Mathewson

26 7 3
                                    

BAB XII: Sisi Lain Mathewson

"CALANDRA jangan bersikap bodoh" Calandra menoleh menatap sang ayah yang masih menatapnya tajam.

"Butuh sembilan tahun bagimu menyebut namaku kembali". Anna malah terlihat kesal akan tindakan Calandra. "Menyedihkan, kau mau membunuh dirimu dan menyusahkan kami mencari mayatmu?".

Ucapan Anna sukses membuat semua mata rakyat Camelot menatapnya murka, seolah tidak tahan berdiam diri. Seolah muak dan ingin berontak.

Butuh pengorbanan besar membuat mata orang-orang beriman itu penuh kebencian.

"Tenang saja. Aku mati disini agar mayatku tidak akan membuat kalian susah. Terutama dirimu nyonya Anna Quinshawna. Tidak seperti ibuku yang penyebab kematiannya tidak diketahui siapapun akan kubuat kematianku diketahui semua orang. Tidak seperti ibuku yang tubuh penuh racunnya harus diurus, mayatku akan menyatu dengan alam. Hilang dengan ketenangan dalam hatiku". Calandra tanpa sadar menahan nafas sambil memejamkan matanya. Tiba-tiba saja ia merasa begitu sesak.

"Tidak seperti kematian ibuku yang begitu mudah dilupakan akan kubuat kematianku pada hari, jam dan menit yang sama dengan kelahiranku diingat semua orang terutama olehmu ayah. Semoga kau menyukai hadiahku ini".

Stephan meraih jam sakunya. Tampak memperhatikan sambil terus menghitung mundur. "Ayah, setidaknya pria asing ini tidak membuatku sendirian".

"Tidak seperti dirimu".

Stephan kembali menatap Calandra, menarik leher gadis itu dan menciumnya. Stephan mendorong tubuh Calandra dan dirinya agar terjatuh.

Terjatuh dalam dinginya air dari ketinggian—seolah mengantarkan nyawa mereka pada si penerima maut.

Warga berteriak histeris, menangis bahkan merasakan kekuatan mereka yang mendadak menghilang. Beberapa sampai terjatuh begitu saja ke tanah. Kejadian yang tidak pernah mereka bayangkan akan terjadi tepat di depan mata mereka.

Pada hari ini mereka baru saja kehilangan satu lagi orang yang mereka amati. Mereka bahkan menemukan fakta bahwa nyonya yang kebaikannya begitu membuat mereka kagum, menolong tanpa pandang bulu justru mati secara tidak adil.

Kedua putri sang nyonya bahkan menjalani hidup yang tidak adil sampai akhir hayatnya. Semuanya terlalu memilukan.

Perdana Menteri yang mulai mendapatkan tatapan tajam dari rakyatnya mulai berjalan menjauh diikuti sang istri.

Salah satu pria yang cukup berumur bangkit—mulai berbicara. "Setidaknya kita harus menemukan tubuh nona dan menguburkannya dengan layak". Para warga yang terduduk mulai bangkit dan mengikuti—berbondong-bondong memutari jalan untuk sampai di bawah.

Gadis pemilik toko bunga yang sebelumnya Calandra temui memungut buku yang sebelumnya Stephan lempar dan menyembunyikannya dalam gaunya. Gadis yang masih menangis itu menghapus air matanya. 

"Bukan ini jalan yang aku maksud nona".

*          *          *

Shelly menjatuhkan semua buah yang dibawanya dalam keranjang. Gadis itu masih terdiam dengan retina membulat terkejut.

Sekitar tiga bulan lalu dirinya pergi dari Camelot dan tinggal di rumah sederhana di pulau Avalon. Pulau yang cukup terpencil dan sulit dijangkau. Shelly menunggu, meski hatinya terasa perih, seolah berteriak bahwa Calandra tidak akan datang, dirinya tetap menunggu.

Namun setelah tiga bulan menunggu kabar apa yang di dapatinya ini. Sang sahabat yang dinanti kehadiranya sudah mati tiga bulan lalu tepat di hari pernikahan yang tidak lain adalah hari kelahirannya.

The Newland: Kisah Tanah SihirWhere stories live. Discover now