BAB 10 : Menyingkirkan Kelemahan

26 9 12
                                    

BAB X : Menyingkirkan Kelemahan

"Tidak mau" Calandra menghela nafas, entah sudah berapa lama dirinya membujuk Shelly untuk melakukan apa yang dimintanya namun gadis itu masih sangat keras kepala. Menolak, menolak dan menolak.

Calandra mendesah pasrah dan duduk di tempat tidur, menatap Shelly yang berdiri—bersandar di dekat rak buku.

"Tidak bisakah kau menuruti perkataanku?" Calandra bertanya sambil memasang wajah serius. "Tidak" Shelly masih begitu keras kepala, terlalu keras kepala sampai Calandra mulai kesal dibuatnya.

Gadis itu meraih salah satu kotak dan membukanya—memperhatikan sebuah surat yang begitu Shelly kenali. Surat yang pernah Clera minta berikan pada Calandra jika dirinya menghilang.

"Kau tahu apa yang ditulis kakakku dalam surat ini?" Shelly menggeleng kecil. Calandra sendiri sedikit tersenyum sambil meletakkan surat itu kembali ke dalam kotak. "Dia mengatakan bahwa dia merasa ibu kami tidak mati karena penyakit. Dia bilang ibu diracun secara perlahan oleh seseorang".

Calandra menghela nafas kecil "Tubuh ibu penuh dengan lebam kecoklatan, kakakku yakin itu efek dari racun di tubuhnya. Tapi jangankan mendapatkan keadilan, diungkap kebenaranya saja tidak".

Calandra menatap Shelly yang tampak begitu terkejut mendengarnya. "Seseorang yang tidak bisa disentuh melenyapkan ibuku. Kakakku sudah mengatakan bahwa kehidupanku akan semakin sulit sedari sekarang, yang perlu kulakukan hanya bertahan dan bertahan".

"Ada kalanya aku muak bertahan dan ingin berontak. Aku tidak mau lagi berjalan di jalan yang tidak kusukai, aku ingin membuat jalanku sendiri, aku ingin terbebas dan bahagia. Aku pikir aku pantas mendapatkanya. Hujan dalam hidupku ini harus kuakhiri sendiri, aku tidak bisa menunggu hujan itu berhenti. Maka dari itu akan kuhentikan hujan ini agar langit yang cerah bisa menghampiriku, agar sang langit sudi membagi kebahagiaannya untukku".

Shelly terduduk di lantai. Calandra sendiri masih tampak belum selesai berbicara. Masih banyak yang ingin dikatakannya. "Kakakku pasti berpikir ayah tahu semuanya, dia ingin berontak namun aku dan kakakku menjadi kelemahan fatal terbesarnya. Semakin ayah peduli pada kami semakin kami akan dalam bahaya, dia memintaku untuk tidak ragu menyalahkan ayah dan membencinya sesuka hati, namun mendengar perkataannya mana bisa aku sepenuhnya membenci ayahku. Kakakku terlalu naif, aku tidak percaya tapi ingin mempercayai apa yang kakakku percayai".

Air mata Shelly sudah semakin menggenang, tubuh gadis itu juga mulai berkeringat sampai membuat rambut kecoklatannya basah.

"Aku tidak akan bisa melangkah keluar dari zonaku jika masih memiliki kelemahan. Tolong jangan jadi kelemahanku" Calandra mendekat dan duduk dihadapan Shelly.

"Aku membenci ayahku karena dia memilih jalan lurus yang hanya menyakitiku, kakak dan ibuku. Aku bisa dengan bebas melakukan apapun jika aku memiliki kekuasaan, namun seperti yang kau tahu aku tidak memilikinya. Karena itu aku akan melakukan apapun setelah aku tidak memiliki kelemahan, dengan begitu aku tidak akan ragu dan kehilangan apapun".

Shelly mengangkat kepalanya dan masih menangis sesenggukan mendengar semua penuturan Calandra. Shelly tidak pernah menyangka akan menjadi serumit ini, mengapa rasanya begitu berbelit dan menjemukan untuk dihadapi.

"Wanita itu yang melakukan semuanya?" Calandra membuang nafas kasar sebelum mengangguk kecil. "Kakakku pikir dia ingin memiliki ayah namun tidak memungkinkan jika ayah masih memiliki istri sah. Awal dari kehancuran ini adalah dirinya, aku ingin segera mengakhiri semuanya, aku tidak ingin hancur seorang diri. Tapi aku juga tidak yakin dengan yang sebenarnya terjadi. Bisa jadi yang kakakku pikirkan salah besar, bisa jadi ada hal besar lain yang jauh diluar perkiraanku".

The Newland: Kisah Tanah SihirWhere stories live. Discover now