BAB 1 : Reinkarnasi?

Start from the beginning
                                    

"Iya nggak maksa, tapi pemaksaan. Arghh!"

****

"Berjalannya kerja sama ini akan sangat menguntungkan kedua belah pihak dengan laba yang besar Pak," ucap Baskara—pria 40 tahun berusaha meyakinkan seorang lelaki yang berada di sisi kanannya.

Lelaki yang menjadi lawan bicara Baskara menyunggingkan senyum tipis. Sangat tipis hingga nyaris tak terlihat. Lelaki itu menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi angkuh kemudian berkata, "Keluar."

Baskara mengkerutkan kening kebingungan.

Keduanya tengah berada di dalam meeting room perusahaan milik lelaki tersebut. Dia memang tak bisa dianggap remeh. Di usia yang terbilang cukup muda—28 tahun—lelaki itu sukses merintis karir hingga menjadi incaran kolega-kolega ternama. GAD Eins—sebuah perusahaan megah menjulang tinggi yang berdiri amat kokoh dan gagah di tanah Indonesia adalah bukti nyata kerjanya. Bisnisnya luas. Kerja samanya menjalar hingga ke mancanegara. Keuntungan yang didapat tentu sangat fantastis. Kecerdikannya dalam berbisnis membuat namanya menggema di seluruh penjuru dunia perbisnisan.

"Saya bilang keluar," ulang lelaki muda itu tegas. Hanya ada mereka berdua di dalam sana.

"Anda menolak kerja sama ini, Pak?" tanya Baskara berusaha bersikap tenang di tengah ritme jantungnya mulai berpacu cepat.

Lelaki itu memajukan sedikit tubuh. Iris hitamnya menatap wajah kliennya datar. "Anda pikir bisa membodohi saya semudah itu?" tanyanya pelan namun penuh penekanan. "Kerja sama ini hanya menguntungkan pihak Anda dan merugikan pihak saya. Saya tidak sebodoh itu untuk menebak rencana licik Anda, Pak Baskara."

Dia bangkit dari duduknya. Cara dia menyatukan kancing jasnya menguarkan kewibawaan yang pekat. Tanpa menunggu balasan Baskara, dia mengayunkan tungkainya menuju pintu keluar, sedang Baskara tergamam. Seolah disambar petir, Baskara memaku di tempatnya ketika laki-laki muda itu bisa menebak rencana yang telah dia siapkan dengan sangat matang.

Baskara berdiri dari duduknya. "Tunggu Pak Arsen. Kita bisa membica—"

"Waktu saya terlalu berharga untuk dihabiskan dengan manusia seperti Anda," sela lelaki itu. Dia menghentikan langkah tanpa berbalik badan. "Sebaiknya Anda segera pergi dari sini sebelum saya bertindak lebih jauh."

Baskara kian terpaku. Dingin di ujung jari mulai terasa kala aura dominan yang dipancarkan lelaki muda itu seolah tengah mencekiknya. Arsen memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, melangkah keluar dari meeting room tersebut. Suara ketukan pantofelnya yang tegas seolah mengatakan untuk jangan mencoba mempermainkannya.

Ya, dia Arsen. Arsenio Arisva Zavlendra. Dia laki-laki yang ditinggal mati oleh tunangannya lima tahun silam. Cara pergi yang tragis yang dialami calon istrinya membuatnya jatuh sejatuh-jatuhhnya ke dasar kepedihan. Putus asa dia rasakan. Kehilangan arah sudah dia alami. Tragedi yang disebabkan oleh kakek kandungnya sendiri membuat Arsen kehilangan peta hidup. Dia bahkan lupa cara menegakkan kaki untuk sekedar berdiri. Kepiluan yang dia dapatkan lebih sadis dari yang terpikirkan.

Entah bagaimana lelaki itu bangkit dari keterpurukan yang seolah merenggut kewarasannya di masa lampau. Yang jelas saat ini Arsen telah berdiri dengan segala kesuksesan dan kejayaan.

Lelaki itu bangkit dengan sakit yang terus dibawa.

****

Ketika mentari sudah dilengserkan posisinya oleh cahaya rembulan, di sebuah negara benua Eropa tiga orang manusia dengan gender dan umur berbeda tengah melakukan makan malam di ruang makan. Pria tua di kursi tengah, seorang gadis di sisi kiri dan seorang lelaki di sisi kanan.

"Kenapa?" tanya Ezra—lelaki 30 tahun yang merupakan kakak dari gadis berusia 26 tahun. Ezra bertanya tatkala menyadari sang adik mengacakkan makanan di dalam piring alih-alih memasukkannya ke dalam mulut.

Dia yang ditanya hanya menghela napas tanpa menjawab. Diikuti meletakkan sendok dan garpu tersebut ke atas piring—menyudahi kegiatan tak berfaedahnya.

Pria paruh baya yang melihat interaksi kedua cucunya itu terkekeh pelan. Setelah makan, pria itu beralih mengambil gelas berisikan air putih lalu menenggaknya hingga setengah. "Adik kamu itu Opa berikan satu tugas sebagai syarat jika dia tetap ingin kembali ke Indonesia," katanya menjelaskan kepada Ezra.

Ezra mengkerutkan kening. "Tugas apa Opa?"

"Turun langsung dalam menangani kerja sama," jawab pria tua dan langsung dipahami oleh Ezra.

Ezra mengangguk-anggukkan kepalanya menyetujui syarat sang kakek. Dia juga tau beberapa tahun terakhir adiknya itu selalu merengek untuk kembali ke Indonesia. Dan kini baru diizinkan dengan sebuah syarat. "Good Opa, Ezra setuju."

"KAK!" seru gadis itu. Apa-apaan? Alih-alih membelanya, kakaknya itu malah mendukung kakeknya? Huh!

"Why?" Ezra mengangkat sebelah alisnya. "Bukannya kamu pernah menangani hal semacam ini?"

Gadis itu menghela napas kemudian mengangguk pelan—mengiyakan. "Sekali."

"Yes, good. Tambah jadi dua kali."

"KAKKK!!" pekiknya lebih keras kala sang kakak sengaja menyulut kekesalannya.

Ezra tertawa. "Lagian ada masalah apa? Itu kan bagus untuk nambah wawasan kamu. It's okay. Nggak ada yang perlu ditakutin," ujarnya menyakinkan.

Gadis muda itu bergeming mendengar perkataan Ezra. Ia masih di ambang kebingungan.

"Benar kata kakak kamu. Lagi pula, untuk apa berpendidikan tinggi jika ilmu itu tidak kamu manfaatkan." Pria tua ikut bersuara.

"Tuh, kan!" Ezra menyahut kakeknya setuju. "Udah, terima aja."

Gadis berusia 26 tahun itu bergeming. Dia ingin menerima tapi juga ingin cepat kembali ke Indonesia. Penerimaan syarat ini baginya akan semakin mengulur waktu. Dia beralih mengambil gelas berisi air putih, meminum air tersebut dengan gerakan pelan dan lamban seraya memikirkan perkataan kakak dan kakeknya yang beterbangan di benaknya.

Ezra bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati sang adik. Dia mendekatkan bibirnya di telinga gadis itu lalu berbisik, "Ingat, kalau kamu terima dan ngelakuin syarat ini, kamu bisa ketemu dan kembali sama Arsen."

Byurr!

Gadis yang tengah melamun dengan air di mulutnya itu tersentak kaget mendengar bisikan Ezra. Dia tanpa sengaja menyemburkan air di mulutnya ke wajah kakaknya tersebut.

Seluruh wajah Ezra basah. Ezra terpaku menatap pelaku yang membuatnya kuyup dalam sekejap.

"NAZEERAAAA!!!"

Nazeera tuh bukannya udah metong di bab prolog, ya? wkwk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nazeera tuh bukannya udah metong di bab prolog, ya? wkwk

Cerita ini genrenya misteri. Yang udah baca sebelum direvisi mohon kerja samanya yaa. Jangan spoiler. Terimakasih 💙

Instagram : avidzalea
(follow buat nambah pahala) 🤙🏻

GREAT GIRLWhere stories live. Discover now