Flashdisk

437 17 0
                                    

Ravael melihat video dari mendiang sang ayah.

"Rava! Mungkin saat kau melihat video ini kau sudah tumbuh besar, aku yakin kau akan menjadi anak yang kuat, tentu saja karena aku adalah ayahmu, pepatah mengatakan buah tidak jatuh jauh dari pohonnya haha."

"Dan saat kau melihat video ini berarti aku juga telah tiada, hey jangan menangis kau adalah anak laki-laki kau tidak boleh menangis di depan seseorang, eh tapi, apakah kau sedang bersama seseorang? Jika tidak maka menangis lah."

Mendengar hal itu Ravael terkekeh dan tersenyum kecut, dia sangat merindukan ayahnya.

"Nak dengarlah, kau adalah anak ku satu-satunya dan hanya kaulah penerus ku, hanya kau yang akan melanjutkan garis keturunan ku, aku sudah mempersiapkan semuanya, aku berjanji bahwa kau tidak akan mengalami kesulitan ekonomi walaupun aku telah tiada nanti."

"Ayah, kau memang telah tiada sekarang" ucap Ravael.

Tanpa sadar ia meneteskan air matanya.

"Dan jangan menaruh kepercayaan kepada sembarang orang, dunia ini lebih mengerikan dibandingkan neraka. Di neraka kita akan menerima hukuman atas perbuatan kita dan tentunya kita hanya bisa fokus pada diri kita sendiri dan tidak akan mencampuri urusan orang lain, namun di dunia banyak sekali orang yang bermuka dua atau bahkan lebih?."

"Di dunia belum tentu kita mendapatkan hukuman atas perbuatan yang telah kita lakukan, itulah kelemahannya, banyak sekali iblis-iblis yang menyamar menjadi malaikat di sana, jadi berhati-hatilah."

"Sekalipun dia orang terdekat mu, kau tetap harus berhati-hati, kau juga harus berani dalam mengambil keputusan, mata di balas dengan mata dan darah di balas dengan darah."

Itulah kata-kata terakhir yang terucap oleh sang ayah pada video tersebut. Ravael mengepalkan tangannya kuat-kuat, rahangnya mengeras menahan emosi.

"Darah dibalas dengan darah."

"Baiklah ayah, jika itu yang kau inginkan, aku akan melakukannya untuk mu."
.
.
.
.
Disisi lain Leon sedang melihat sebuah foto dirinya bersama seorang pria. Mereka sepertinya cukup dekat.

Leon menghela nafas panjang.

"Kurasa ini sudah waktunya untuk mengakhiri semua permainan ini."

"Aku akan menanggung penuh konsekuensinya."

Tok tok tok

"Papa? Apa papa ada di dalam?" Ucap Danisa dari arah luar.

Mendengar hal itu Leon langsung menyembunyikan foto tersebut dan menyuruh putrinya untuk masuk.

"Masuklah nak."

"Loh? Papa ga ke kantor?."

"Ada urusan mendesak jadi papa pulang lebih awal."

"Ada apa sayang?" Sambung Leon.

"Aku hanya bosan berada di kamar sendirian."

"Apakah kau ingin pergi ke suatu tempat?."

Danisa mengangguk.

"Tempat apa yang ingin kau kunjungi?."

"Sebenarnya Danisa pengen ke toko buku pa, mau lihat-lihat novel di sana, soalnya Danisa udah ga punya stock novel baru buat di baca, semua Danisa udah pernah baca."

"Kenapa kau tidak mengajak Ravael untuk pergi bersamamu tadi?."

"Huh tadi pas pulang sekolah rencananya juga gitu pa sekalian aja, tapi kelihatannya Ravael lagi buru-buru."

"Maaf sayang, tapi papa juga belum bisa menemanimu karena papa masih banyak pekerjaan, apakah kau tidak keberatan jika diantarkan oleh pak Hendra?."

"Yah, ngga dulu deh pa, lain kali aja."

Bodyguard Utusan Papa [Vol. 1] : ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang