Chapter 1

544 22 1
                                    


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.









.

.

.

.

Langkah seorang pemuda terus dihanyutkan oleh arus takdir yang membelitnya, tanpa memperdulikan pandangan-pandangan aneh dari orang-orang yang mengelilinginya.

"Ayah, lepaskan. Ini menyakitkan," desis seorang pemuda, merasakan rasa sakit yang merayap di pergelangan tangannya yang merah menyala. Mereka melangkah melewati lorong yang dipenuhi peserta audisi Art Festival, tempat di mana bakat-bakat di bidang musik klasik bersaing demi harapan menyentuh puncak kejayaan di Korea, di antara jeda tiga tahun sekali.

Pemuda bernama lengkap Na Jaemin itu telah berdiri di ambang audisi, mempersiapkan diri untuk mempersembahkan suara klasiknya yang terkesan jadul bagi sebagian orang di zaman modern ini. Namun, bagi Jaemin, musik klasik adalah puncak keanggunan yang tak ternilai. Ia mengharapkan lebih dari sekadar menjadi penyanyi, melainkan ingin merangkai mimpi operanya sejak masa sekolah, sebuah harapan yang masih membara di relung jiwanya.

"Masuk," perintah Yuta dengan nada datarnya pada Jaemin agar segera mengambil langkah masuk kedalam mobil.

"Aku belum audisi," Jaemin menatap kearah sang ayah dengan mata yang berkaca.

"MASUK NA JAEMIN!!" Bentak Yuta membuat sang anak terlonjak kemudian dengan berat memasuki mobil.

Di dalam kandang besi bergerak, air mata Jaemin mengalir deras. Yuta, dengan tangan mantap di kemudi, mempercepat jauh dari struktur bangunan yang menjadi tempat uji coba kemampuan. Isakan Jaemin menembus keheningan, tetapi pria bertampang netral itu hanya merespons dengan acuh tak acuh, kembali berkonsentrasi pada jalannya dengan raut wajah yang menunjukkan kekesalan. Jaemin berpikir bahwa inilah peluangnya, namun Yuta berhasil menemukannya sebelum ia bahkan melangkahkan kaki ke ruang audisi.

Ketika mereka tiba di mansion, Yuta dengan tegas menarik Jaemin masuk dan membuangnya ke sofa dengan kasar. Dengan wajah tanpa ekspresi, Yuta duduk berhadan dengan sang anak sambil menatapnya tajam.

"Apa yang terjadi di sini?!" Winwin, yang baru saja kembali dari dapur, melihat sang anak sedang menangis segera mendekatinya, memeluk erat anak semata wayang yang begitu ia sayangi.

Winwin memandang suaminya, mengharapkan penjelasan, sementara Jaemin membenamkan wajahnya di dada sang bunda, mencari kenyamanan dalam pelukannya.

"Anakmu ini diam diam mengikuti audisi nyanyian klasik," ucap Yuta.

"Benarkah itu, Jaemin?" tanya winwin lembut. Jaemin tidak menjawab namun masih betah dalam mengeluarkan air mata yang membasahi pakaian sang bunda.

"Jadi ini alasan kami tidak menemukanmu dikamar ternyata kau pergi audisi sejak pagi buta, Begitu?" Yuta kembali berucap, menciptakan ketegangan yang begitu mengakar antara sang anak.

HERA [NOMIN]🔞Where stories live. Discover now