Chapter(9) Ikat Rambut Milik Siapa?

18 10 4
                                    

Di lain tempat, terdapat seorang remaja cowok yang memiliki pahatan wajah tampan, namun memasang wajah datar. Siapa lagi kalau bukan Raibeart. Sedang memperhatikan ke arah laut yang menjadi tempat ketika ia melihat seorang gadis yang ia yakin bahwa gadis itu adalah gadis yang sama dengan yang ia temui pertama kali.

Lama berdiam diri, Raibeart memilih berjalan tanpa tujuan. Saat berjalan, tiba-tiba ia merasa seperti menginjak sesuatu. Raibeart menatap ke bawah untuk melihat apa yang sebenarnya ia injak. Raibeart dapat melihat ada sebuah ikat rambut kecil berwarna hitam.

Raibeart berjongkok untuk mengambil ikat rambut tersebut, kemudian berdiri kembali setelah mengambilnya.

Raibeart dibuat bingung, ikat rambut milik siapa ini? Sedangkan Keisha tidak mengikat rambutnya, dan saat sarapan juga ia masih melihat Izel yang menggunakan ikat rambutnya.

Lalu milik siapa ini?

Satu orang yang terlintas di benak Raibeart, dia yang mungkin adalah pemilik ikat rambut ini. Berarti dia memang ada di pulau ini. Ikat rambut ini adalah milik seorang gadis misterius yang sedang mereka cari-cari.

Jika ikat rambutnya berada di sini, berarti gadis itu melewati jalan ini, bukan? Lalu kemana gadis itu pergi?

Raibeart memasukkan ikat rambut itu ke dalam saku celananya untuk nantinya diperlihatkan kepada yang lain. Cowok yang memasang wajah datar itu mendongak untuk melihat langit yang cerah. Sebenarnya matahari telah naik, yang seharusnya udara menjadi panas, namun karena langit ditutupi awan yang membuat udara tidak begitu panas.

Raibeart bergegas masuk ke dalam pulau dan menunggu kedatangan yang lain. Sesuai kesepakatan, mereka akan berkumpul pada siang hari, yang berarti tidak lama lagi yang lain akan datang.

*

**

Dibawah pohon besar, tempat peristirahatan mereka, Raibeart, Athan, dan Keisha duduk di atas tikar sambil menunggu Ansel dan Izel yang belum kembali. Athan dan Keisha sudah kembali lima belas menit yang lalu.

"Kemana sih mereka, nggak balik-balik," resah Athan.

"Masih di jalan maybe," timpal Keisha.

"Lama banget," keluh Athan.

"Panik banget." Athan terlihat gelisah.

"Takut Izel hilang?" tebak Keisha.

"E-enggak," elak Athan.

Tiba-tiba terdengar suara gelak tawa yang familiar, dan ketiganya melihat Ansel dan Izel berjalan menuju mereka. Mereka menatap heran saat melihat Ansel dan Izel tidak memakai sepatu mereka, melainkan menjinjingnya, serta muka dan pakaian yang basah.

Sekarang Ansel dan Izel sudah berada di depan ketiga remaja yang menatap mereka. Ansel dan Izel ikut duduk bersama mereka.

"Habis ngapain?" tanya Athan.

"Main air laut, airnya nggak dalam loh, jernih banget," jawab Izel antusias. Tanpa sadar, semua orang tersenyum tipis  melihat kebahagiaan Izel.

"Oh ya? Seru banget nih, kapan-kapan ajak gue lah," timpal Athan.

"Boleh, makin rame makin seru," kata Izel sambil menatap Ansel. "Boleh ya?" pinta Izel pada Ansel.

"Bo-boleh dong," ucap Ansel, mencoba memaksakan senyum. Athan tahu bahwa Ansel sebenarnya tidak senang dengan ide itu.

"Bener kan?" tanya Athan dengan sengaja ingin membuat Ansel kesal.

"Bener," jawab Ansel.

"Bener-bener ganggu," lanjut Ansel dalam hati. Athan tertawa ketika melihat muka kesal Ansel.

"Kak Athan ketawa kenapa?" tanya Izel heran.

"Itu liat monyet kesel," canda Athan.

"Damn!" Ansel mengumpat dalam hati. Ansel tahu betul bahwa monyet yang dimaksud Athan adalah dirinya.

"Monyet? Dimana?" tanya Izel yang masih belum paham.

"Udah nggak ada, lucu aja kalo nginget muka monyetnya." Athan melirik  Ansel yang terlihat kesal.

"Yah padahal aku pengen liat," ujar Izel kecewa.

"Nggak usah Zel, monyetnya jelek," kata Athan sengaja menekankan kata "jelek".

"Zel, lo denger gorila ngomong nggak?" tanya Ansel, kata "gorila" sebenarnya ditujukan pada Athan.

"Hah? Enggak tuh." Izel mencoba mendengarkan suara sekitarnya, tapi tidak ada suara gorila.

"Ada Zel, tadi dia ngomong." Ansel melirik Athan dan melihat Athan menatapnya dengan tatapan tajam. Ansel tertawa puas.

"Kalian berdua kenapa sih?" Izel menatap mereka dengan tatapan bingung. Raibeart berdeham membuat semua perhatian tertuju padanya.

"Gimana?" tanya Raibeart pada mereka. Semuanya diam mencoba memahami apa yang dimaksud oleh cowok itu.

"Gimana? GIMANA APA WOI," batin Athan frustasi.

"Gimana? Apanya yang gimana?" batin Izel bingung.

Raibeart yang melihat mereka hanya diam, menghela napas pelan, lalu berkata, "Pencarian."

Butuh beberapa detik bagi mereka untuk memahami apa yang dimaksud oleh Raibeart.

"Kita nggak nemuin apa-apa," kata Athan. Sementara itu, Izel dan Ansel diam, mereka melupakan pencarian tentang gadis itu dan memilih bermain air di laut.

"Kalian?" tanya Athan.

"Ki-kita nggak nyari sampe ujung," jawab Izel jujur.

"Malah jujur, ya nggak salah sih jujur, tapi YA SALAH," batin Ansel frustasi dengan Izel.

Tidak bisa kah gadis ini tidak terlalu jujur?

"Kita nyari setengah jalan, lagian gue yakin nggak bakal ada apa-apa juga," ujar Ansel penuh percaya diri, bahwa tidak ada apa-apa di ujung pantai itu.

"Bisa jadi  cewek itu  ada di bagian ujung kan?" bantah Athan.

"Kita lupa bukan sengaja juga," balas Ansel tak mau kalah.

"Maaf, ini semuanya salah aku yang ngajak Ansel main," sesal Izel.

"Eh iya gapapa, emang kayaknya nggak ada apa-apa juga di ujung," ucap Athan. Ansel yang mendengar itu menatap heran Athan.

"Giliran gue aja yang tadi ngomong dibantah, eh giliran tau Izel yang ngajak gue main gapapa," batin Ansel menggerutu.

Raibeart berdeham membuat semuanya menatap Raibeart. Raibeart mengeluarkan sebuah ikat rambut kecil berwarna hitam dan menaruhnya di tikar. Semuanya menatap asing ikat rambut yang dikeluarkan oleh Raibeart, sebelumnya mereka belum pernah melihat ikat rambut tersebut.

"Punya siapa? Nggak mungkin punya lo kan?" tanya Athan memastikan.

"Lo dapet dari mana?" tanya Ansel.

"Pantai," balas Raibeart.

Lagi dan lagi semuanya dibuat binggung, sebenarnya ikat rambut milik siapa?

SURVIVAL MISSION Where stories live. Discover now