07. Mohon-Mohon

3.3K 224 28
                                    

⚠️
Brendan pergi ke Ground Floor untuk merokok, sementara Kiara menyibukkan dirinya dengan Cocomelon di layar datar dan ponselnya.

Kiara tidak pernah merasa sekesal ini, atau barangkali itu karena ekspektasi Kiara terlalu tinggi.

Arika menanyakan apa yang sedang Kiara lakukan dan apa akan pergi malam ini ke rumah kakaknya apa besok Hari Raya? Kiara menjawab sekarang saja boleh tapi lima menit kemudian Arika mengirim pesan bahwa kakaknya akan menjemput mereka besok.

Alright
-Kiara

Mama dan Kakak perempuannya mengirim pesan juga perihal makanan yang mereka kirim untuk Kiara, dan bahwa mereka juga sudah menerima parsel dan uang Hari Raya dari Kiara. Lalu Kiara menjawab bahwa makanannya sudah sampai, dan besok akan Kiara bawa ke rumah kakaknya Arika. Setelah itu Kiara mengabaikan pesan lainnya dan memilih tidur—lebih tepatnya memaksa tidur dengan mood dan hati yang berantakan.

Setiap kekesalan selalu berujung pada betapa sialnya hidup mantan Kiara hingga membuat Kiara seperti ini. Kiara tidak tahu kenapa mudah sekali men-trigger hal itu bahkan karena hal remeh.

Hal remeh....

Tidur sama orang lain dan enggak dapat kebahagiaan yang diinginkan Kiara, itu bukan hal remeh.

Pintu apartment Kiara terbuka dan Kiara memejamkan matanya; pura-pura tertidur.

"Kya?" panggil Brendan. "Lo tidur?"

Kiara tidak menjawab.

Brendan tidak memanggil lagi dan naik ke tempat tidur untuk duduk di samping Kiara sambil memainkan ponselnya seolah tadi tidak mendengarkan peringatan Kiara untuk segera pulang.

Setelah bermenit-menit yang hening hanya suara layar datar tentang Johny Johny Yes Papa, Brendan berujar.

"Gue pulang, ya?"

Kiara tidak menjawab dan mengiyakannya di dalam hati.

Brendan terdengar beres-beres seperti yang Kiara harapkan, lalu dia menjauh sesaat sebelum terdengar pintu terbuka lalu tertutup.

Saat itulah Kiara bangkit dari tempat tidurnya dan memainkan ponsel tapi alih-alih menemukan hanya dirinya di apartment, Kiara melihat Brendan tengah menyender ke pintu, menatap Kiara sambil menyilangkan tangan.

Kirik ... asu ....

"Denger, gue gak bisa pulang kalau lo marah."

"Gue enggak marah, cuma ngantuk." Kiara mengambil potongan harga dirinya. "Lagipula kenapa harus marah?"

Brendan berjalan ke arah Kiara, "itu masalahnya, kenapa harus marah?"

"Apakah gue kelihatan marah?"

"Lo kelihatan ngehindarin gue, menurut lo alasan apa lagi seseorang ngelakuin itu kalau bukan marah?"

Kiara mengabaikannya lagi, mendebat orang yang bersikeras sangat melelahkan.

"Alright, lo gak marah," Brendan mengalah. "Sebelum pulang gue pinjem toilet."

Dia pergi ke toilet setelah membuka jaket, topi dan maskernya. Entah apa yang Brendan ingin lakukan, Kiara tidak ingin peduli. Jika ini adalah hubungan saling menguntungkan, Kiara enggak merasa untung malem ini dan itu membuatnya kesal hingga rasa kesalnya terasa tidak masuk akal.

"Kya, airnya gak nyala!" panggil Brendan.

Hah? Kiara melihat sekeliling unitnya, lalu menengok keluar jendela dan tidak ada pemadaman sama sekali.

"Coba cek," seru Brendan.

Hadeh, pikir Kiara.

"Kok bisa, padahal udah bayar uang pemeliharaan," omel Kiara sambil turun dari tempat tidurnya.

TemptingWhere stories live. Discover now