18.5 - Sarapan

1.4K 197 14
                                    

Kini Dirga menatap dua manik tajam sahabatnya itu.

"Karena dijauhkan dari orang yang kita cintai rasanya sesak... Apalagi untuk ngelupain orang yang kita cinta, bahkan rasanya mustahil, Arya."
.
.
.
.
Arya mengangguk perlahan.

Dirga kembali membuka suara, "Jadi, aku mutusin mending batalin aja perjodohan ini... Gavin emang udah gak setuju, jadi aku gak perlu jelasin apa-apa lagi ke dia. Sekarang tinggal kamu yang jelasin ke Keno."

Pandangan Arya lalu lurus ke depan, dengan kedua alisnya yang tertaut.

"Ini yang aku bingungin. Karena Keno pernah bilang kalau dia udah mulai ada rasa ke Gavin... Tapi gimanapun, aku harus jelasin ini semua ke Keno."

Dirga mengangguk.

Kini mereka kembali terdiam.

Dirga mengedarkan pandangannya ke setiap sudut taman belakang rumah Arya.

"Udah lama aku gak kesini, ternyata udah banyak ada tanaman ya... Ada kolam juga." ucap Dirga dengan matanya yang berbinar.

Dirga sangat suka dengan tumbuhan maupun hewan-hewan.

Arya mengangguk, "Hm, rasanya adem... Adem kayak suasana di kampung."

Kampung Arya berada di lereng gunung yang jauh dari kota, itu sebabnya ia menanami taman belakangnya dengan berbagai tanaman agar mengingatkannya kembali dengan suasana di desa.

"Apa Della gak marah, kamu nanem banyak tanaman gini di sini? Kan dia takut serangga." Tanya Dirga dengan tawanya.

Obrolan dua bapak-bapak di taman belakang keliatannya sudah mulai santai sekarang.

Arya membalas dengan tawanya, "Hahaa... Jangan ditanya lagi, aku diamuk pas baru nanem satu tanaman aja."

Dirga geleng-geleng mendengarnya, "Della... Della..."

"Kamu enak ya, Rani suka sama tanaman. Jadinya kalian bisa nanem tanaman bareng kan?"

Masih tertawa, Dirga lantas menggeleng, "Giliran aku sama Rani sama-sama suka tanaman, malah aku mager nanem-nanem tanaman. Kebanyakan kerja, jadi mending sewa tukang kebun aja."

Ucapan Dirga pun dibalas tawa oleh Arya.

Dirga lantas menoleh ke arah jam yang melingkar di tangannya, "Emm Arya, kayaknya aku harus balik sekarang. Tadi aku lupa sarapan."

"Loh? Kenapa bisa-bisanya lupa sarapan?"

"Saking greget mau ngobrolin tentang perjodohan anak-anak kita, habis mandi tadi aku langsung ajakin Gavin ke sini."

"Ck, ck, ck... Ada-ada aja kamu. Ya udah kapan-kapan main lagi ke sini, ajak Della sama Gavin."

Dirga tersenyum dan mengangguk, ia pun mulai berdiri dari duduknya namun tiba-tiba Dirga terlihat meringis menahan rasa sakit.

Arya yang melihat itu langsung menggenggam lengan Dirga, mengantisipasi agar sahabatnya itu tak jatuh.

"Eh? Kamu kenapa, Dirga?"

Dirga terlihat meremat kedua lututnya.

"Aduh, kayaknya asam uratku kambuh nih."

Arya lalu menatap sahabatnya itu dengan tatapan khawatirnya.

"Kamu bisa bawa mobil? Apa aku yang anter pulang?"

Dirga menggeleng kuat, "Gak usah Arya, kan masih ada Gavin."

Arya tertawa kikuk, "Oh iya-ya... Sorry, aku lupa."

Arya dan Dirga lalu berjalan kembali ke dalam rumah. Terlihat langkah Dirga sedikit terseok karena rasa sakit yang menyerang kedua lututnya itu.

Di dalam rumah, Dirga memanggil putranya untuk pulang.

Namun jawaban Gavin, "Papa pulang duluan aja. Gavin mau buat tugas bareng Reyhan."

Gavin langsung berlalu begitu saja setelah mengucapkan kalimat tersebut, meninggalkan Dirga yang kini kebingungan.

Kedua lututnya terasa sakit saat ini. Dirga bahkan tak yakin bisa mengendarai mobilnya sendiri.

Arya menghela nafasnya lalu tertawa sambil mengulurkan tangan kanannya pada Dirga.

"Mana kuncinya? Biar aku yang anter kamu pulang."

•••

Pada hari itu, akhirnya Arya lah yang mengantar Dirga pulang ke rumah akibat asam urat Dirga yang kambuh.

"Eh? Kok lewat sini? Makin jauh jadinya, Arya."  ucap Dirga saat Arya membawanya ke jalan yang tak biasa ia lewati untuk pulang ke rumah.

Arya terlihat tertawa kecil, "Siapa bilang mau ke rumah kamu? Kita sarapan dulu, tadi kamu bilang belum sarapan kan?"

Dirga menatap Arya tak percaya yang dibalas kekehan lagi oleh Arya.

"Ngapain natap kayak gitu? Aku sebenernya udah sarapan, cuma masih laper juga."

Dirga lalu melengos, mau tak mau ia harus ikuti perkataan Arya yang tengah menyetir.

Dirga menatapi kaca transparan di samping kiri dan depannya. Jalanan yang sudah lama tak ia lewati.

Beberapa saat kemudian, mobil Dirga berhenti di depan sebuah warung makan. Warung nasi ayam hainan.

Terlihat bangunan warung tersebut sudah tua namun terawat dan rapi. Walau terlihat tua, tetapi pelanggan di sana sampai mengantri panjang.

Masih di dalam mobil, Dirga tersenyum miris menatap bangunan di hadapannya.

"Kenapa harus ke sini, Arya?"

Arya ikut menatapi bangunan di depan mereka.

"Biar kamu ingat lagi masa-masa 20 tahun lalu kita."

Arya lalu melepas seatbeltnya.

"Kamu diem di mobil dulu. Antriannya panjang banget, biar aku aja yang antri."

Dirga lantas menatap punggung Arya yang telah menjauh di depannya.

Dirga emeraih dompetnya, membukanya, lalu meraih sesuatu di sana.

Ia mengeluarkan selembar foto polaroid lama yang terlipat namun masih terlihat mulus.

Kedua mata Dirga menatap sedih foto yang memperlihatkan dua orang remaja laki-laki yang terlihat berpelukan dengan senyum bahagia mereka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kedua mata Dirga menatap sedih foto yang memperlihatkan dua orang remaja laki-laki yang terlihat berpelukan dengan senyum bahagia mereka.

Ia membalikkan foto itu, yang di belakangnya tertulis,

- - -
A&D 3rd Anniv!
Foto setelah makan nasi ayam hainan.
Aku kesenengan ditraktir sampai gak berhenti pelukin kamu, hahaha... >.<
- - -

Setelah membaca itu, kedua mata Dirga tak dapat lagi membendung air yang tadinya menggenang di sana.

Isakan demi isakan pun perlahan lolos dari mulut Dirga, yang tak didengar oleh siapapun.
























To be continued...

*jangan lupa dibantu pencet bintangnyaaaa, thank u 🤍

Mate - BxB Where stories live. Discover now