Skakmat

3 0 0
                                    

dingin menusuk hati. itu yang dirasakan saat Abimanyu pergi, apakah ia akan kembali, aku butuh semangatnya, aku membutuhkan janjinya, aku merasa tak aman saat ia melangkah pergi  menghilang dariku, waktu berjalan membeku aku tak tahu hari ini siang apa malam, atau jika aku dirumah aku sedang apa, mungkin jika aku bisa kembali kepekarangan rumahku akan kuhabiskan waktuku dikamar meminjam buku sebanyak yang kubisa lalu memperlajari penyakit apa yang diderita Abimanyu sebut tadi, yahh... mungkin itu impian yang sirna, memikirkan kematian rasa - rasa telah jenuh,air mata sudah tak bisa mengeluarkan tetesannya lagi,hanya bisa berpikir bahwa tak ada kejadian buruk menimpa lebih dari ini pun sudah cukup,kira kira mamah sedang apa yah, tentu saja ia sibuk dengan wajan panasnya, dan ayah mungkin ia terjebak macet dijalan, tentu mereka mengharapkan aku pulang kan, ibuku sudah menyiapkan makanan lezat dimeja, mungkin aku akan mencobannya dikehidupan lain dan akan kupuji semua masakan ibu hingga ibu bosan, tak tersadar semua pikiran itu membuatku tertidur. 

....

"hai" suara indah yang masuk kegendang telinga, kulihat wajahnya tapi tak bisa, dimana aku, semuanya berwarna putih, apa aku sudah dikayangan

"maaf membuatmu khawatir, aku baik baik saja, soalnya janjiku masih belum kutepati kan ?"

"Abi ?" ucapku riang, aku berlari menghampirinya

"dimana kita bi ?" tanyaku

"Nahisya, pertemuan kita memang singkat tapi aku yakin bertemu denganmu adalah sebuah takdir, jika aku bisa melihat wajahmu sekali saja, aku yakin aku akan menjadi manusia yang paling beruntung"

"apa yang kau katakan, mari kita pulang, ibuku sedang masak masakan kesukaanku, akan ku ajak kau mampir, kita akan makan bersama, jadi ayo kita pulang sekarang" ucapku sembari menarik tangan lembutnya

"tidak Nahisya, inilah tempatku sekarang, lihat kesana" tangannya menunjuk sesuatu, terlihat disana anak kecil sedang berlarian riang, ia tertawa dan juga senyum yang tulus, anak kecil itu sangat bahagia.

"dia adalah anak yang ingin kuselamatkan, ia berhasil bertarung dengan kankernya dan ia sekarang hidup bahagia, lihatlah betapa lebar senyumannya" 

akupun menoleh kearah tersebut, dan tangisku pun tak bisa terbendung, apakah ini masa depan yang diinginkan Abimanyu.

"Semoga kamu selalu bahagia Nahisya" ucap Abi, lalu sosoknya pun memudar hingga tak terlihat lagi hingga aku terbangun karena terkejut terdengar seseorang memanggilku dengan kencang

"BANGUN !"

ku  bangun dalam keadaan setengah sadar, masih berpikir bahwa mimpi tadi  tidaklah nyata, berharap bahwa abi baik baik saja.

"dimana Abimanyu ?" tanyaku

"coba tebak ?" tanya bengis siIwan, aku tahu itu bukanlah sebuah pertanyaan yang harus dijawab, tapi bagaimanapun aku masih berharap Abimanyu baik baik saja

"daripada kau memikirkan Abimanyu, lebih baik kau mengikuti apa yang kusuruh, imbalannya aku akan melempaskamu, bagaimana ?" 

aku terdiam sejenak, aku tahu sistem imbalan seperti ini adalah permainan kotor seorang penjahat untuk mengintervensi mangsanya, apalagi disuati saat ini, tentu aku menolak dengan tegas "GAKKK!"

"hufff, padahal aku udah minta baik baik, yasudah"

tiba tiba helai tangan menyosor kebadanku, meraba semua permukaan tubuhku yang diselmuti oleh kain namun rasanya tembus keraga, dengan tangan terikat dirantai, tak bisa berbuat lebih yang kubisa adalah berteriak menjerit, tapi ia tak menggubris itu semua, ia tetap melanjutkan niat busuknya untuk bisa memuaskan nafsunya, tangan yang sedari tadi mengacak acak tubuhku, kini mulai membuka perlahan satu persatu gembok kain yang terkunci rapat, melepas satu persatu kancing dibajuku, semakin bebas lah ia meraba tubuhku, wajahnya sangat dekat denganku,nafas hangat tak beraturan berhembus didepan wajahku yang tertutup kain, lalu perlahan ia membuka tudung wajahku, terlihatlah muka biadabnya, dengan perawakan busuk dan mata yang penuh akan nafsu, semakin lama tingkahnya semakin liar, mulutnya sekarang mulai mencibiri tubuhku naik keleher terus hingga ujung bibir hingga bibir kita saling bertemu, aku mencoba menghindar, namun tanganya memegang pangkal dagu dengan kencang, mengunci gerakanku, lalu disaat itulah hal itu terjadi, nafasku sesak aku tak bisa bernafas dengan lancar, karena mulut kita saling bersentuhan, tak ada lagi jarak, tak kupercaya ia merenggut ciuman pertamaku, aku hanya bisa menangis tak bergeming, sedang ia menikmati ini  tak ada rasa bersalah sama sekali pada dirinya.

"tenanglah kau juga menikmatinyakan, mukamu tak bisa berbohong, jika sudah selesai aku akan membebaskanmu kok, jadi jangan memberontak seperti itu" ucap ia

air mata mengalir, rasanya mati rasa, aku tak ingin seperti ini, mamah ayah maaf aku bodoh seharusnya aku mendengar perkataan kalian, maaf aku belum bisa menjadi anak yang baik dan penurut.

"BRRRAAAAKK" tiba tiba dari belakang, seseorang menghantamnya dengan sangat kencang dengan sebuah kepalan tangan, hingga Iwan terpental menjauh dariku

"APAAN SIH ANJING, GA LIAT LAGI NGAPAIN APA, GANGGU KESENANGAN ORANG AJA, BANGSAT"

"kau melupakan perjanjian kita" ternyata orang itu Khusni, kini aku bisa melihat wajahnya, dengan wajah yang dipenuhi bulu hingga menutupi dagunya, mirip seperti Marvin Gaye, dengan kulit hitam, dan rambut ikal

"perjanjian apa ?"

"apa harus kurobek otakmu, untuk mengingatnya, Abi sudah menepati janjinya sekarang giliran kita untuk menepatinya juga"

"jangan sok suci, kita semua penjahat !" ucap Khusni

"dimana abi ?" tanyaku

Sebentar Khusni melihatku, lalu matanya kembali ke arah Iwan, badai pun tak bisa lagi menghentikan pandangan padanya

"hei kau pegang apa ?" ucap Iwan panik, terlihat di tangan kirinya khusni memegang sebuah ponsel genggam, tapi untuk apa ?

"hei jangan-jangan kau ? HENTIKAN BERDEBAH, APA KAU GILA KAU AKAN MEMBONGKAR POSISI KITA" ucap Iwan dengan serius

Khusni pun mulai mengankat tangannya dan menelepon seseorang, lalu meninggalkan handphone tersebut dalam keadaan menyala, siapa yang ia telepon, dan apa tujuannya. Ia pergi menjauh lalu keluar dari gedung, tak lama terdengar suara mesin mobil yang berjalan menjauh dari gedung tua tersebut.

"cih, berengsek kau telepon polisi" ia pun mendekati ponsel tersebut, dan melihat bahwa yang ia telpon bukanlah polisi namun ayahku, namun itu sama saja, kini ia tak lagi bisa bersembunyi karena tak lama dari ponsel ini diangkat polisi akan segera kesini.

panik bagai letusan krakatau, membeludak semua emosinya, sedari tadi ia teriak kencang sembari menggunjing dan berlarian kesana kemari, kesetiap sudut ruangan dan berteriak 

"DOKTER, DIMANA KAU SIALAN, DIMANA KAMU BERENGSEK, ANJING KAMU KABUR JUGA, DASAR DOKTER GADUNGAN"

selama satu jam lebih ia mengitari semua tempat mencari Abimanyu dan dokter namun nihil, lari pun tak bisa, kendaraanya sudah tak ada, ia pun berusaha berlari keluar namun sayang sebelum hal itu terjadi sirine polisi terdengar, 10 mobil polisi  melaju kencang dan helikopter tepat diatas kepala Iwan, tertunduk lemas lah ia

"menyerahlah, angkat tangamu"

iwan pun menyerah, polisi menangkapnya lalu memeriksa kedalam gedung, orang tuaku disana, mereka khawatir terhadap anaknya, terllihat lah diriku dengan keadaan mencemaskan, dengan tangan terantai di tiang, muka pucat , mata merah karena sering menangis, mereka mengampiriku memeluku dengan erat lalu ayahku berkata

"kau sudah aman sekarang nak"

hatikupun merasa lebih tenang, rasanya nyaman pelukan ini yang aku butuhkan, pelukan hangat mereka membuatku merasa aman

"terima kasih sudah datang tepat waktu, aku sayang kalian"


Let Him GoWhere stories live. Discover now