Ngintip jalanan kota,
Asli bikin mupeng,
Gue cuma beban bangsat,
Cuma Hidup di dunia keras yang tak terhenti.Kerja keras tiap hari,
Nggak bisa berhenti sejenak,
Tagihan terus numpuk,
Dan selalu gua lembur nantinya.Warteg yang di pojokan,
Ingatkan gue akan realita hidup,
Gue cuma pelanggan yang nggak dikenal
Di rimba beton yang menyedihkan.Kota nggak pernah tidur,
Gue juga nggak bisa tidur,
Ngacir impian aja terus-terusan,
Tapi selalu jadi angan-angan.Lampu kelap-kelip dan gedung pencakar langit,
Nggak bisa sembunyiin kesulitan di bawahnya,
Miskin dan putus asa,
Itulah realita yang ngenes di jalanan.Ini realita hidup
Lawak bet nih,
Kerja sampe lembur tiap hari,
Nggak bisa deketin Ciwi-ciwiTapi siapa yang peduli
Di kota yang keras ini,
Kita cuma beban yang tak berarti, Berjuang mati-matian demi Nasi.Lawak bet nih idup,
Kurang apa coba,
Kita dipaksa terus berjalan,
Di jalanan kota yang tak kenal henti.
YOU ARE READING
Antologi Puisi Nomor 1: Kehidupan Jatuh di Ujung Galuh
Poetry"Makna Bercucuran dalam Relung Nalarku" Buku antologi puisi "Kehidupan Jatuh di Ujung Galuh" adalah kumpulan puisi dari Arsya Utomo berkisar tentang hubungan dan sebersit kisah yang terjadi dalam pikiran penduduk Hujung Galuh, sebuah kota fiksi y...