Bully

24 7 0
                                    

Matahari menampakkan sinar yang cerah pada pagi ini.

Saat ini Ayana sedang duduk santai di balkon bersama sahabatnya Chika.

"Ci, keknya si Nindy tuh cemburu deh liat gue sama Gibran." Ucap Ayana.

"Ya terus masalahnya dimana?" Dengan santainya Chika bertanya seperti itu pada Ayana.

"Ishh tau ah."

"Lahh Lo kenapa anjir ay? Jangan bilang Lo takut si nenek lampir itu ngerebut Gibran dari Lo?" Tanya Chika penuh selidik.

"E-enggak tuh, mana ada." Elak Ayana sambil membuang pandangannya ke arah lain.

"Cieee Lo udah mulai suka ya sama Gibran? Ngaku aja ay," goda Chika.

"Ishh udah ah diem." Ucap Ayana malu-malu.

Tak berselang lama bel masuk pun berbunyi.

"Anjir males banget gue sama pelajaran Pak Bambang, huftt." Ucap Chika.

"Ck, udah ayo." Ucap Ayana sambil menyeret tangan sahabatnya itu.

.
.
.

"Ay baju gue ketinggalan di kelas anjir, Lo duluan aja ya hehe," ucap Chika.

"Ck kebiasaan banget, yaudah sana."

Setelah Chika pergi, Ayana pun berjalan menuju ruang ganti. Tanpa Ayana sadari bahwa Nindy dan teman-temannya mengikutinya dari belakang.

CKLEK!

"Anjir, Eh lu ngapain?" Tanya Ayana heran ketika melihat Nindy dan teman-temannya ada di ruang ganti yang sama dengannya.

"Kenapa? Gak boleh?" Tanya Nindy.

"Bukan gitu tapi kan masih banyak ruang ganti yang lain, kenapa harus masuk kesi-"

PLAKK

Pipi kiri Ayana merah bukan main akibat tamparan tak terduga yang Nindy lakukan.

"Banyak omong banget Lo cewek!"

"Sshh, masalah Lo apa hah!?" Tanya Ayana sambil memegang pipi kirinya yang terasa kebas akibat tamparan itu.

"Lo! Lo masalah gue sialan!" Teriak Nindy.

"Gue? Gue punya salah apa sama Lo?" Tanya Ayana tak mengerti.

"Wahh gak nyadar diri banget ya ni cewek, Lo itu udah ngerebut Gibran dari Nindy dasar bodoh." Ucap Riana.

"Tapi gue ga-"

PLAK! BRUGH!

Belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Nindy kembali menampar pipi Ayana dan mendorongnya hingga tubuh Ayana limbung ke belakang dan menabrak dinding.

"Ahh sakitt, gila Lo." Ayana meringis, punggung dan pipinya terasa sangat sakit sekarang. Bahkan, di ujung bibirnya mulai mengeluarkan sedikit darah.

"Aduduhhh sakit ya? Uh kasian banget sih." Ledek Nindy dan kawan-kawannya.

Tak sampai di situ saja, salah satu teman Nindy yang bernama Tisya menyiramkan seember air kotor pada Ayana.

"Gimana masih kurang gak nih Dy?" Tanya Tisya.

"Kurang lah anjir, gitu doang mah masih belum cukup buat dia." Ucap Nindy.

"Oke sekarang giliran kita, ayo Ra." Ucap Giselle pada Rara.

Giselle berjalan sambil memegang sebuah gunting di tangannya, sedangkan Rara iya memegang sebotol cat semprot berwarna merah.

"K-kalian mau ngapain?" Tanya Ayana.

"Diem atau gue gunting rambut panjang Lo itu." Ucap Giselle.

"J-jangan." Cicit Ayana. Jujur dia sangat sayang pada rambut panjangnya itu.

Giselle menjalankan aksinya untuk merobek seragam yang Ayana pakai, sedangkan Rara menyemprotkan pewarna merah itu pada rambut panjang Ayana.

"Udah cukuppp," ucap Ayana susah payah. Jujur, rasanya iya sudah ingin menangis saja saat ini.

"Cukup? Ini bel-" Belum sempat menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu dari luar.

TOK TOK TOK

"Aya, Lo masih di dalem kan? Kok lama banget?" Tanya Chika. Ya, itu Chika. Iya heran mengapa sahabatnya itu berganti pakaian lama sekali.

"Cii tolong gue cii," teriak Ayana susah payah.

"AY, AYA LO KENAPA? AYANA!!"

Chika panik, iya mencoba untuk mendobrak pintu itu tapi nihil badannya yang kecil itu tidak bisa melakukannya.

"Aduh gimana nih Dy?" Tanya Giselle panik.

"Stt diem dulu!" Ucap Nindy.

"Ayy tunggu sebentar ya, gue cari Gibran dulu. Bentar doang ay, Lo bertahan ya!" Ucap Chika. Setelah mengatakan itu Chika berlari keluar untuk mencari keberadaan Gibran.

Dan akhirnya kepergian Chika itu di jadikan kesempatan oleh Nindy dan teman-temannya untuk segera pergi dari tempat itu.

"Ini belum selesai." Ucap Nindy pada Ayana sebelum meninggalkan tempat itu.

Ayana menangis, iya tak pernah membayangkan jika hal seperti ini akan terjadi padanya.

"Gii gue takutt," cicit Ayana.

Tak berselang lama Gibran dan Chika pun datang.

"AYY, AYANA!!" Teriak Gibran.

"Gii, hiks gue takut Gii," Ayana menangis.

"Ay, sayang, hei jangan takut gue disini." Ucap Gibran sambil memeluk kekasihnya itu.

"Gue takut Giii gue takutt hiks,"

"Udah sayang, gue disini."

"Siapa yang ngelakuin semua ini?" Tanya Gibran.

Bukannya menjawab, Ayana malah menangis sejadi-jadinya di pelukan Gibran.

"Sttt udah sayang, coba bilang sama aku siapa yang ngelakuin ini sama kamu hm?" Tanya Gibran dengan nada yang sangat lembut.

"N-nindy sama temen-temennya yang lakuin ini sama aku Gii, hikss a-aku takutt, cicit Ayana.

Gibran menggeram marah, bisa-bisanya ada orang yang membully kekasih manisnya itu. Lihat saja, Gibran akan membalas semua perbuatan mereka pada Ayana.

"Ci, tolong kasih tau semua temen-temen gue buat ngumpul di markas sepulang sekolah." Perintah Gibran.

"Terus Aya gimana?" Tanya Chika.

"Biar gue yang urus." Ucap Gibran.

"O-oke."

Chika pun pergi untuk mencari keberadaan teman-temannya Gibran. Sementara itu Gibran membantu Ayana untuk merapikan kembali penampilannya.

"B-baju aku gimana Gi?" Tanya Ayana saat melihat seragamnya yang terkoyak karena perbuatan Giselle tadi.

"Yaudah kamu pake jaket aku aja ya," ucap Gibran sambil melepas jaket miliknya. Gibran memasangkan jaketnya pada tubuh mungil kekasihnya itu.

"Kamu tenang ya, semuanya bakal baik-baik aja." Ucap Gibran sambil merangkul pundak Ayana.

✧༺Moveon༻✧

Moveon [On Going]Where stories live. Discover now