I love you to

72 14 1
                                    

Ntah mengapa Ayana merasa ada yang berbeda atas sikap Gibran hari ini. Gibran sama sekali tak menyapanya pagi ini. Apa Gibran marah karena penolakannya kemarin? Ayana tidak tahu betul apa yang terjadi pada Gibran hari ini, tapi firasat Ayana mengatakan jika Gibran marah padanya karena kejadian kemarin.

Saat Ayana sedang berjalan di koridor sekolah, tiba-tiba dari arah berlawanan ia melihat Gibran yang sedang berjalan seorang diri. Saat wajah mereka berpapasan, Gibran melewatinya lagi tanpa menyapa sedikitpun. Ayana yang merasa bingung pun mencekal tangan Gibran agar berhenti berjalan.

"Gi, lo kenapa?" Tanya Ayana.

"Lepas." Ucap Gibran sambil menghentakkan tangannya yang di cekal oleh Ayana.

"Gi lo marah sama gue?" Tanya Ayana lagi. Gibran hanya diam menatap Ayana tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Gi-" Belum sempat melanjutkan perkataannya, Gibran sudah melenggang pergi meninggalkan Ayana yang termenung dalam fikiran nya sendiri.

"Gibran kenapa?" Gumamnya.

Ayana melanjutkan langkahnya menuju kelas. Di sepanjang jalan ia tak henti-hentinya memikirkan perubahan sikap Gibran padanya hari ini. Sesampainya di kelas, Ayana langsung saja mendudukkan dirinya di kursi sebelum Chika. Chika yang melihat Ayana yang nampak murung pun lantas bertanya.

"Ay, lo kenapa deh?" Tanya Chika.

"Gapapa," Ucap Ayana.

"Jangan bohong lo kenapa Ay?"

Ayana menghela nafasnya pelan, ntah mengapa ia paling tidak bisa menyembunyikan sesuatu dari sahabatnya itu.

"Chi, kok Gibran hari ini beda banget ya," Ucap Ayana sambil mempoutkan bibirnya.

"Hah? Gibran? Emang dia kenapa?" Tanya Chika.

"Dia kayaknya marah deh sama gue,"

"Lah gara-gara apa coba?"

Ayana tampak ragu untuk mengatakan jika Gibran kemarin sempat menyatakan perasaan padanya.

"E-eum itu,"

"Apaan Aya?" Tanya Chika jengah.

"Kemarin Gibran nyatain perasaannya sama gue Chi," Ucap Ayana.

Chika benar-benar terkejut saat mendengar ucapan Ayana barusan. Oh ayolah, Gibran itu salah satu Most Wanted di sekolah mereka. Terlebih lagi Gibran itu adalah anak dari pemilik sekolah.

"What?! Gibran nembak lo? Terus lo terima gak?" Tanya Chika. Chika sangat penasaran apakah sahabatnya itu menerima cinta seorang Gibran atau tidak.

"B-belum," Cicit Ayana.

"Hah?! Kok belum di Terima sih Ay?!" Ntah mengapa Chika menjadi sedikit kesal saat mendengarkan jawaban Ayana.

"Lo jelas tau kalau gue belum sepenuhnya moveon dari Rasya. Lo pikir moveon itu gampang apa? Nggak ya!" Ucap Ayana.

Sialan, Chika sangat benci saat sahabatnya itu terus saja mengungkit masa lalunya.

"Ay dengerin gue, apapun yang terjadi lo harus moveon. Lo gak bisa terus-terusan hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Lo harus coba buka hati Ay. Ay lo sadar gak sih? Akhir-akhir ini banyak hati yang lo patahin cuma karena satu hati yang gak tau diri. Ayolah Ay lo pasti bisa. Siapa tau orang baru itu bisa buat lo cepet moveon dari Rasya." Ucap Chika panjang lebar.

Ayana tampak berfikir, yang di katakan sahabatnya itu ada benarnya juga. Ia tak boleh terus-terusan hidup dalam bayang-bayang masa lalunya bersama Rasya.

"Eum oke, gue coba buka hati gue buat dia deh Chi. Lagipula, kayaknya gue juga suka sama dia deh." Ucap Ayana dengan rona merah di pipinya.

"Nah itu baru sahabat gue. Cie, pipinya merah tuh." Goda Chika.

Moveon [On Going]Where stories live. Discover now