16

109 18 2
                                    

Sifra Williams

Christian ikut makan malam denganku dan Papa di rumah. Kali ini, Papa memasak steak, sesuai request dariku. Karena memang Papa itu sangat hebat dalam memasak. Aku suka semua makanan yang dimasak olehnya.

Mungkin karena memang sedari kecil aku sudah kehilangan Mama, jadi aku begitu mengapresiasi sedikit apa pun effort yang Papa berikan untukku. Membesarkan seorang anak itu tidaklah mudah. Apalagi seperti aku. Terkadang aku membuat Papa kesal—no, bahkan selalu. Tapi Papa tetap sabar denganku.

Papa bertanya, “So, belum ada informasi apa pun dari Princeton?”

Aku menggelengkan kepalaku. “Nope. Aku rasa memang aku tidak diterima di sana. Which I’m totally okay. Karena applicants nya juga banyak, bahkan ada yang lebih pintar dan berambisi dariku.”

“Not true.” Ujar Papa. “Kau sudah mempersiapkan ini sejak dulu. Kau sangat berambisi dan sangat pintar. Tapi kau harus ingat: No news is good news. Selagi Princeton belum memberikan statement resmi, itu berarti kau masih memiliki kesempatan.”

“I agree.” Kata Christian. “Kau pasti akan diterima di Princeton, I’m sure of it.”

Memiliki dua orang yang sangat mendukungku dalam situasi apa pun—aku sangat berterima kasih. Tanpa Christian dan Papa, aku tidak tahu harus melakukan apa dengan hidupku.

Seusai makan malam, aku dan Christian menuju ke kamarku. Kami memiliki rencana untuk menonton film. Entah film apa.

Selagi aku memilih film, Christian mengatakan, “Aku rasa Jungkook suka padamu.”

“Hm?” aku tidak fokus dengan apa yang dikatakannya, karena aku sedang memilih film apa yang akan ditonton. Dimulai dari Mr & Mrs Smith, Anna Karenina, Mean Girls, atau Cruel Intentions. “Aku sudah menonton semua film nya. Lalu, kita harus menonton apa?”

“Anything. Up to you.”

“Okay. By the way, kau bilang apa tadi? Aku tidak dengar.”

“Nothing.”

Aku menaikkan alisku. “Really? Tadi kau bilang sesuatu. What is it?”

“Um, aku bilang bahwa kau cantik sekali malam ini.”

“I know.” Ujarku. “Ugh, aku bahkan tidak tahu harus memilih film yang mana. Aku sudah menonton semuanya. Tidak ada lagi film yang bagus.”

Christian membelai rambutku. “It’s okay. Kita tidak perlu menonton film.”

“Then what should we do?”

“Making out, maybe.”

Aku tersenyum saat mendengar Christian mengatakan itu. “Kau tahu bahwa kamar Papaku tepat di sebelah, right? Dia akan dengar.”

“It’ll be okay, asalkan kau tidak membuat suara.”

“We can’t, Christian. At least not now.” Aku mengecup bibirnya, “Di lain waktu, oke? We’ll arrange that. Tapi tidak di sini. Apalagi ada Papa.”

“All right.”

Dan akhirnya, kami memutuskan untuk rewatch Taylor Swift: The 1989 World Tour Live.

Christian mengatakan, “Ada rumor yang mengatakan bahwa Taylor akan melakukan World Tour lagi.”

“Iya. Aku juga dengar rumor itu. Jika benar, aku berharap bahwa Taylor akan menambahkan Europe dalam World Tour nya. Atau di UK. London, at least.”

“She will.” Katanya. “Tapi kita juga bisa menontonnya di States. I mean, kau akan ke New Jersey. That’d be a lot easier untuk menonton konsernya.”

Sincerely, YoursWhere stories live. Discover now