4

101 15 0
                                    

Sifra Williams

Jungkook sudah pergi saat aku bangun di pagi hari. Again, aku tidak tahu kapan dan jam berapa dia pergi. Padahal hari ini adalah hari Sabtu. Well, mungkin dia ada urusan penting. Or maybe, dia menemui kekasihnya. Who knows?

Tapi selama dua pekan aku tinggal di sini, aku tidak pernah bertemu dengan kekasih Jungkook. Dia juga tidak pernah membahas apa pun mengenai kekasihnya.

Atau mungkin dia tidak punya kekasih? But that’s impossible! Dia tampan dan baik, pendengar cerita yang baik walau dia menyebalkan. But yeah, again, bukan urusanku apakah Jungkook sudah punya kekasih atau belum.

Aku sudah membersihkan diriku, kemudian aku sarapan, dan setelahnya aku merapihkan flat. Aku tahu bahwa flat nya sudah bersih dan rapih, tapi mengingat Jungkook memiliki OCD, jadi aku tetap melakukannya.

Jujur, aku belum pernah bertemu orang yang mengalami OCD. Well, aku tahu mengenai OCD karena aku pernah mempelajarinya. Dan ciri-ciri orang yang mengalami OCD adalah dia akan panik, gugup bahkan hingga depresi.

Ada banyak macam-macam OCD, seperti mencuci tangan terus menerus, tidak bisa melihat hal tidak beraturan, selalu membersihkan sesuatu, juga bisa selalu mengecek apakah lupa mematikan kompor atau mengunci pintu—I know that it sounds like a neat freak rather than OCD. But believe me, Jeon Jungkook really has OCD.

Aku pernah secara tidak sengaja melihatnya membersihkan seluruh area flat pada pukul 1 pagi, padahal dia tahu bahwa aku sudah membersihkan flat seharian. There was nothing to clean in the first place.

Aku tidak pernah bertanya mengenai hal itu. I mean, tentu saja aku penasaran. Tapi aku tidak akan bertanya. Aku takut itu akan menyinggung perasaannya. Terkadang aku ingin membuatnya berhenti. Like, stop this cleaning habit of him. But who the fuck am I?

Suara bel yang berbunyi membuatku yang sedang scrolling Instagram segera bangun dan membukakan pintu.

Ternyata, itu Christian!

Dia datang dengan membawakan sebuket bunga. “Hi.” Senyum di wajahnya membuatku semakin jatuh cinta. “Surprise.”

Aku mempersilahkan Christian untuk masuk ke dalam, lalu menutup pintu flat.

“This is for you,” Christian memberikan buket bunga itu padaku.

“Terima kasih.”

Setelahnya, Christian mencium bibirku. Sementara aku menaruh tanganku di lehernya, dengan masih menggenggam erat sebuket bunga pemberiannya.

Ketika ciuman kami berakhir, aku mengatakan, “Oh my God! Kau tidak memberitahuku bahwa kau akan datang ke sini. Aku tidak mempersiapkan apa pun untukmu.”

“Tidak perlu. Aku datang ke sini karena aku rindu padamu.”

“Ah, I miss you too.”

“You got your IDP?”

“Ya.” Aku mengangguk dengan antusias.

“Bagaimana dengan Princeton?”

Untuk pertanyaan ini, senyumku pudar dan aku menghela nafas. “Belum ada hasil apa-apa. Mungkin aku tidak diterima.”

“Hey, jangan pessimistic seperti itu. Aku yakin kau pasti diterima. Princeton would be idiot not to,” Christian mencium bibirku. “Karena kau luar biasa.”

“You are just saying that to make me feel better.”

“I’m not. Kau itu memang luar biasa. That’s why I fall in love with you.”

“Really?”

“Yeah.” Kemudian Christian menatap ke sekeliling flat. “Apa tidak ada orang lagi di sini? Where’s your flatmate?”

Sincerely, YoursWhere stories live. Discover now