28 | Membagi Undangan

886 93 1
                                    

Sebuah taksi baru saja tiba di halaman villa milik Keluarga Adinata. Mila mengintip sebentar dari jendela, lalu segera membukakan pintu meski belum tahu siapa yang datang saat itu. Raja dan Ziva pun keluar dari taksi tersebut setelah membayar ongkos perjalanan. Mereka berdua kini berjalan bersama menuju ke arah teras villa tersebut. Mila jelas langsung menyambut mereka berdua dengan penuh senyum bahagia.


"Assalamu'alaikum, Bu," sapa Ziva dan Raja, seraya mencium tangan Mila bergantian.

"Wa'alaikumsalam. Kalian kok ke sini naik taksi? Bukannya tadi kalian pergi bersama Rasyid dan yang lainnya, ya?" tanya Mila, sedikit heran.

"Sebenarnya kita berdua bisa saja mau pulang sama-sama, Bu. Tapi tadi masalahnya Rasyid dan yang lainnya harus menunggu kedatangan Kapolsek Tanjung Duren lebih dulu setelah pekerjaan kami selesai," jelas Ziva.

"Dan karena kami berdua tadi sudah berjanji akan langsung pulang setelah pekerjaan kami selesai, maka dari itulah kami memilih pulang duluan menggunakan taksi," tambah Raja, melengkapi penjelasan Ziva.

Mila pun tampak lega setelah mendengar penjelasan tersebut. Kini Raja dan Ziva pun ikut masuk ke villa tersebut bersama Mila. Retno tampak masih memeriksa daftar nama yang akan diundang dan dicocokkan dengan undangan itu sendiri. Ziva langsung duduk di samping Retno dan mulai membantunya memeriksa undangan tersebut.

"Eh ... calon pengantin kok malah ikutan mengurus undangan? Pergilah istirahat, Sayang. Biar Ibu dan kedua orangtuamu saja yang mengurus semua undangan ini," saran Retno.

"Enggak apa-apa, Bu. Aku enggak merasa lelah, kok. Aku bantu sedikit agar Ibu juga bisa istirahat," tanggap Ziva atas saran yang Retno berikan.

Mila kini kembali bergabung di ruang depan, setelah memberi tahu Faris bahwa Ziva dan Raja sudah pulang. Faris kini ikut duduk tepat di samping Raja yang sejak tadi duduk sendirian.

"Ada yang ingin kami sampaikan pada kalian berdua," ujar Faris.

Perhatian Raja dan Ziva pun mendadak teralih. Mereka berdua langsung menatap ke arah Faris dan tampak ingin tahu ada apa.

"Tadi siang saat kami baru kembali dari tempat percetakan undangan, kami mendapat pesan suara pada telepon rumah. Pesan suara itu berasal dari Bu Ambar Bareksa," ujar Faris.

Ziva langsung mengerenyitkan keningnya selama beberapa saat.

"Tante Ambar Bareksa? Ada perlu apa Tante Ambar dengan keluarga kita sehingga meninggalkan pesan suara?" tanyanya.

Faris pun menatap Mila selama beberapa saat, sebelum akhirnya kembali menatap Ziva.

"Bu Ambar mendadak berniat ingin menjodohkan Vano dengan kamu," jawab Faris.

"Hah? Apa?" Ziva pun langsung tertawa tertahan-tahan saat mendengar jawaban Ayahnya.

Raja tampak tak bisa berkata-kata saat mengetahui hal itu dan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Ia jelas merasa tak habis pikir dengan kelakuan Keluarga Bareksa yang menurutnya agak 'ajaib'.

"Terus calon anak Vano dengan Rere bagaimana nasibnya, kalau Vano mendadak dijodohkan denganku? Tante Ambar memang enggak punya perasaan atau bagaimana, sih? Kok aneh betul kelakuannya? Dia jelas sudah akan mendapatkan seorang Cucu jika Vano bertanggung jawab dan menikahi Rere. Kok bisa-bisanya Tante Ambar malah ingin menjodohkan Vano dengan wanita lain?" heran Ziva.

"Kami juga sama herannya seperti kamu, Sayang. Maka dari itulah Ayah dan Ibumu memutuskan untuk mengadakan akad nikah kalian di villa ini. Selain untuk menghindari datangnya Keluarga Bareksa dan Keluarga Hardiman secara bersamaan untuk mengacaukan akad nikah kalian, hal ini juga bisa membuat mereka frustrasi karena hanya akan bertemu dengan kita pada saat acara resepsi pernikahan kalian di gedung yang sudah dipesan," jelas Retno.

"Ya, jelas itu adalah ide yang sangat bagus, Bu. Aku dan Raja juga tidak keberatan sama sekali jika akad nikah hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat saja. Biarlah para tamu bertemu dengan kami di acara resepsi pernikahan saja. Demi kebaikan kita bersama," tanggap Ziva, benar-benar positif.

"Ya sudah, kalau begitu segeralah kalian bersih-bersih diri. Sebentar lagi waktu shalat maghrib akan tiba. Raja dan calon Ibu mertuamu juga akan menginap di rumah sebelah. Agar dua hari ke depan kamu dan Raja bisa langsung diurus oleh tim perias pengantin tanpa perlu menunggu waktu lama akibat perjalanan panjang yang harus ditempuh oleh mereka untuk sampai ke villa ini," ujar Mila.

* * *

Rasyid dan Mika jelas memasang wajah sebal setengah mati pagi itu ketika tiba di villa milik Keluarga Adinata. Tari, Hani, dan Rian jelas hanya bisa menahan-nahan tawa mereka agar tak perlu ada yang merasa terganggu.

"Pingitan macam apa ini, Tante? Pingitan kok cuma beda pintu rumah saja? Coba Tante lihat ... itu Ziva dan Raja masih bisa saling lihat dari jendela kamar mereka masing-masing," protes Rasyid, dengan penuh kegemasan.

Faris pun tertawa saat mendengar protes yang Rasyid layangkan. Ia jelas sudah menduga kalau Rasyid akan menjadi orang nomor satu yang protes mengenai pingitan yang dijalani oleh Ziva dan Raja.

"Lebih baik begini Ras, daripada Om dan Tantemu harus menyambut kedatangan Keluarga Bareksa yang berencana ke rumah hari ini," ujar Faris, santai.

"Tapi enggak sampai pingitan harus berseberangan jendela kamar dong, Om. Itu sih sama saja dengan mereka tidak dipingit sama sekali," Mika ikut protes, sambil membuka lembaran kertas kado yang ia dapat dari mobilnya.

Mika pun segera berjalan menuju ke jendela kamar Raja, lalu segera menutup jendela itu dari luar menggunakan kertas kado yang dipegangnya. Raja tampak melancarkan protes dari dalam kamarnya, namun Mika memilih tidak mempedulikannya. Mila, Faris, maupun Retno kini tertawa dengan kompak bersama Tari dan Hani.

"Wah, Mika memang selalu penuh dengan persiapan dalam hidupnya. Bisa-bisanya dia punya kertas kado sehingga bisa menutup jendela kamar Raja dari luar begitu," ungkap Rian, tak habis pikir.

"Eh ... sudahlah, jangan terus-terusan menggoda calon pengantin. Sekarang tugas kalian adalah menyebar undangan ke semua alamat yang ada di dalam daftar," ujar Mila, seraya menyerahkan daftar alamat ke tangan Tari, Hani, dan Rasyid.

Mika kembali mendekat setelah selesai menutup jendela kamar Raja. Tari pun segera memberikan daftar alamat ke tangan Mika, karena Mika juga akan pergi membagikan undangan ke arah yang berbeda.

"Oke, kalau begitu tim pembagi undangan akan terbagi tiga. Tim satu, aku dan Tari. Tim dua, Hani dan Mas Rian. Tim tiga, Mika dan kejombloannya," ujar Rasyid.

Kedua mata Mika pun sontak terbelalak usai mendengar apa yang Rasyid katakan. Pria itu hendak membalas Rasyid, namun Faris dengan cepat menyuapkan kue lapis legit ke dalam mulut Mika saat terbuka.

"Gimana? Enak 'kan, lapis legitnya?" tanya Faris.

"Hakhu mhahu mhembhalhas Rhashyid, Ohm. Khenhapha mhalhah Ohm shuaphin lhaphis lheghit?" protes Mika.

"Telan dulu makanannya, Mik," saran Rian, yang kemudian langsung menggiring Mika menuju ke mobil.

Tari dan Hani kini benar-benar tertawa tanpa ampun. Mereka berdua sudah tidak bisa lagi menahan diri setelah melihat berapa menderitanya Mika pagi itu.

* * *

TELUH BELINGWhere stories live. Discover now