"Makasih. Lo masih mau baik sama gue".

"Yaudah sekarang kita pulang ya".

"Gamau".

"Terus kamu mau kemana?".

"Terserah yang penting gak pulang".

"Ya terus mau kemana?".

"Gatau, gue lagi pengen ke tempat yang damai jauh dari orang - orang".

"Gue tau tempatnya tapi agak jauh dari rumah lo. Mau?".

"Kemanapun itu asal gak rumah".

Arsen menyetir mobilnya dan pergi kesuatu tempat yang devina inginkan. Selama perjalanan devina menikmati roti dan susu pemberian arsen. Mereka juga sempat berbincang - bincang tentang psikoterapi yang devina lakukan hari ini. Namun terkadang suasana kembali hening karena kehabisan topik pembicaraan. Karena memang disini devina masih terlalu pasif sementara arsen masih terus berfikir untuk mencari topik obrolan bersama devina.

Setelah lumayan cukup jauh, mobil arsen berhenti disuatu tempat. Jalanan yang begitu lenggang. Kiri kanan pepohonan yang rindang dan nampak rumut tumbuh hijau di sekelilingnya. Sangat sepi dan damai sesuai dengan yang devina inginkan.

Setelah mereka turun dari mobil dan menyusuri tempat tersebut, mereka menemukan bangku yang cukup untuk mereka istirahat dan disebelah bangku ada 1 ayunan yang sepertinya sudah lama tidak terpakai. Devina mencoba bermain di ayunan tersebut.

"Jangan duduk dulu bentar. Ini kotor, gue bersihin dulu". Arsen membersihkan ayunan tersebut dengan tangan kosong.

"Tapi tangan lo kotor".

"Gapapa, sekarang lo bisa duduk disitu". Devina kini duduk dan bermain ayunan disana.
Sementara arsen duduk di bangku dan yang dekat dengan ayunan yang sedang di pakai devina.

Arsen hanya melihat betapa bahagianya devina saat ini, hanya dengan bermain ayunan seperti ini. Arsen sangat bangga dengan dirinya karena berhasil membuat devina tersenyum bahagia. Tapi tiba - tiba devina terjatuh dari ayunan dan membuat arsen segera membantu devina yang tersungkur.

"Eh lo gapapa?".

"Aduhhhh sakit bangettt". Devina meringis kesakitan karena terlihat luka di lututnya yang berdarah.

"Sini gue bantu duduk lo di bangku dulu".
Arsen memapah devina untuk duduk sebentar di bangku.

"Lo tunggu disini dulu. Gue mau ambil betadin sama hansaplast di mobil". Arsen kini berlari menuju ke mobilnya untuk mengambil kedua benda tersebut agar segera bisa mengobati devina yang terluka.

Setelah tidak cukup lama, arsen kembali dan duduk disebelah devina sambil membawa kotak obat.

"Siniin kaki lo angkat". Arsen mengangkat kaki kanan devina ke pangkuannya. Devina hanya diam saja karena sudah merasakan perih dari tadi.

"Lain kali hati - hati kalo main ayunan. Jadinya luka gini kan". Ujar arsen sambil mengobati pelan - pelan luka di lutut devina.

"Aduhhh pelan - pelan bego ini sakit tau".

"Udah lo diem aja".

Devina hanya menatap wajah arsen yang begitu dekat dengannya. Arsen sebenarnya tau namun hanya diam saja. Karena ia tidak ingin salah tingkah dan harus tetap stay cool.

"Jangan liatin gue lama - lama. Ntar lo diabetes". Ujar arsen yang kini memberikan hansaplast ke luka devina.

"Apaan sih lo". Dengan reflek devina menjitak kepala arsen.

"Aduhh, udah berani ya lo". Arsen membalas devina dengan mencubit pipi nya dengan sedikit kencang.

"Geblekkk, sakit pipi gue bego". Devina kini malah membalasa dengan memukul bahu arsen.

"Aduhh, lama - lama kalo gini muka gue yang ganteng bisa bonyok. Nih kakinya masih mau disini atau di singkirin. Udah nih".

Devina pun menurunkan kaki dari pangkuan arsen. Dia masih menatap lututnya yang terluka dan masih memegang - megang kakinya.

"Lo belum makan kan. Nyari makan dulu yuk".

Ketika devina mencoba berdiri ternyata kaki kanannya juga ikut terkilir. Hingga kini dia jatuh namun arsen masih bisa menangkapnya.

"Eh, kaki lo masih sakit?". Tanya arsen sambil memegang tangan devina yang sempat terjatuh.

"Gatau ini sakit banget". Ujar devina yang hampir mau menangis karena benar - benar sakit.

"Eh eh lo jangan nangis disini. Yaudah sini lo gue gendong". Arsen jongkok di depan devina, dan kini punggung arsen telah membuat devina aman dan nyaman.

"Nyaman kan punggung gue?". Arsen mencoba meledek devina.

"Lumayan". Devina mendarkan kepala di bahu arsen karena entah rasanya memang sangatlah nyaman.

"Masih aja gengsi mbakkkk". Arsen hanya terkekeh sementara devina hanya diam saja.

Sesampainya di mobil, devina turun dari punggung arsen dan dengan perlahan dibantu arsen masuk ke mobilnya. Kini arsen segera melajukan mobilnya untuk mencari makan siang.

EccedentesiastWhere stories live. Discover now