"Dev, ada yang pengen ketemu lo". Ujar rio yang kini duduk di teras sendirian.

"Siapa?".

"Itu dia orangnya".

Orang tersebut baru saja keluar dari kamar mandi rumahnya. Dan tak disangka. Orang tersebut adalah andre. Papa nya devina.

"Nak, devina". Ujar andre dengan masih mematung melihat devina yang baru saja pulang.

"Bang, kenapa lo bawa dia masuk kesini". Ujar devina yang mulai tersulut amarah.

"Sabar dulu dev jangan emosi dulu, papa kesini mau ngomong baik - baik. Dan papa kesini sekalian mau ketemu bunda".

"Gak, gue gak sudi liat muka dia lagi".

"Devina maafkan papa nak, papa udah jahat sama kamu dan bunda". Ujar andre dengan raut wajah yang menyesal karena perbuatan di masa lampau.

"Gue gak pernah sudi maafin orang yang udah ngerusak mentak anaknya sendiri. Sekarang lo pergi dari sini".

"Dev, lo jangan marah dulu dev".

"Lo itu sama aja sama papa ri, mending sekalian lo berdua pergi dari sini atau gue yang pergi".

"Dev, dev plisss sekali aja lo dengerin papa".

"Agrhhhhhhh....". Devina membanting kursi teras yang ada di hadapannya.

Kemudian ia memecahkan vas bunga yang ada di atas meja, ia juga membanting meja yang ada di teras. Emosi devina kali ini benar - benar tak bisa dikontrol. Sampai ke 3 pembantu dan 2 satpam ikut menghampiri devina yang seperti orang kerasukan.

Tapi tiba - tiba feby baru saja datang dan langsung masuk ke pelataran rumah devina. Ia beberapa kali mencoba menengkan devina. Namun devina sulit sekali terkontrol emosinya. Semua yang ada di teras berantakan. Pot bunga juga berhamburan kemana - mana. Sampai akhirnya friska dan angga datang dan langsung menghentikan amarah devina.

Akhirnya dengan sekuat tenaga angga memeluk devina dan kini devina menangis sesenggukan berada di dekapan angga.
Suasana gaduh membuat semuanya runyam. Teras yang sudah banyak pecahan kaca dan pot - pot bunga yang sudah berhamburan kini membuat area depan rumah friska menjadi kacau.

Sedalam ini luka yang harus devina terima. Sampai ia tidak bisa mengendalikan diri ketika melihat orang yang dulunya membuat luka datang kembali.

"Pa, sebaiknya papa pergi dulu dari sini. Devina belum cukup bisa menerima semuanya. Plis papa ngerti itu". Ujar rio sambil membawa papa nya dengan tatapan sedih. Kini ia pergi dan diantar rio sampai luar gerbang.

Namun tiba - tiba devina pingsan dalam pelukan angga. Angga mencoba menopang tubuh devina dan menggoncang - goncangan tubuhnya dan ia tidak sadar.

Lalu angga membawanya ke sofa ruang tamu. Dan mereka pun segera mengikuti angga ke ruang tamu. Kini bi iyem memberi minyak angin ke devina agar devina lekas sadar.

"Ri, kok lo bawa papa kesini lagi sih". Ujar angga sambil mengusap kasar wajahnya.

"Tadi papa tiba - tiba dateng bang, terus bilang katanya ini terkahir kalinya mau ketemu sama keluarga kita terutama devina. Papa mau minta maaf dan menyesal karena perbuatannya".

"Lain kali jangan bawa papa kesini lagi kalo kondisi mental devina belum membaik".

"Maafin rio bang".

"Udah - udah. Lain kali kalo dia kesini suruh usir satpam aja ri. Kalo kek gini jadinya bunda makin pusing".

"Lah lo mikir dong ri, kalo tadi gue gak dateng. Devina bakal ngelakuin ini lebih dari apa yang dilakuinnya tadi. Padahal tadi gue mau bikin kejutan sama devina kalo gue gabisa pulang. Tapi diluar ekspetasi ri".

Rio hanya terdiam dan merasa bersalah. Karena bagaimanapun juga rio juga tak bisa membenci andre. Setelah beberapa saat devina sadar dari pingsannya. Kemudian tiba - tiba ia berteriak - teriak lagi.

"Pergiii lo bajingan, pegiiiiiii!!!!!". Devina berteriak sambil melemparkan bantal sofa kemana - mana.

Angga mencoba menenangkannya kembali dengan memeluknya namun dirasa tidak membaik. Akhirnya friska menelfon psikolog yang selama ini menangani kondisi mental devina.

"Dev, dev liat ini abang dev. Abang udah pulang". Angga mencoba berbagai usaha agar devina kembali sadar.

Namun alhasil ia malah memberontak dan melemparkan vas bunga ke dinding. Yang hampir melukai arsen yang baru saja datang. Arsen seketika terkejut dan mematung melihat devina seperti ini. Kemudian sekuat tenaga angga dan rio kembali mengehentikan devina namun ia masih saja tidak bisa mengehentikan emosi tinggi devina ini.

Devina sudah melempar dan mengahancurkan barang - barang disekitar. Hingga akhirnya tangan devina dan kaki devina terpaksa diikat dan mulutnya dibungkam oleh kain yang ditalikan kebelakang, juga matanya pun ditutup kain hitam oleh angga dan rio sambil menanti dokter psikolog devina datang.

"Bun, ga ada obat penenang buat devina?". Tanya rio kepada friska yang sudah tidak bisa berfikir jernih lagi.

"Sudah habis ri, sudah lama juga devina tidak mengkonsumsi obat - obatan seperti itu lagi. Tapi kenapa ini malah terjadi lagi".

Setelah beberapa saat dokter psikolog devina datang. Dan ia merasa terkejut karena rumahnya sudah berantakan. Kemudian ia segera mengeluarkan suntikan bius dan menyuntikkan ke lengan devina agar devina tenang.

Setelah biusnya bekerja, devina sudah mulai tenang. Kemudian angga dan rio melepaskan ikatan juga bungkaman mulut dan matanya yang sempat menyiksa devina.

"Maafin abang ya dev". Ujar angga sambil membuka penutup mata yang ditalikan olehnya tadi.

"Apa yang terjadi fris sampai devina seperti ini lagi?". Tanya chaterin selaku doker psikolog tersebut.

"Tadi sebelum aku pulang devina sudah mengamuk di teras. Karena ia melihat kedatangan papanya lagi yang sampai membuat ia seperti ini".

"Bagaimana bisa?. Padahal sudah lama devina baik - baik saja. Aku pikir devina sudah bisa berdamai dengan traumanya ini. Ternyata masih berkelanjutan sampai sekarang".

"Aku sendiri juga tidak tau rin".

"Anak perempuan yang kurang kasih sayang dari seorang ayahnya. Ia akan tumbuh menjadi anak yang sulit mengendalikan emosinya. Untuk itu tolong fris, ajak dia berbagi cerita. Jangan dibiarkan ia memendam semuanya sendirian".

"Ternyata aku gagal rin menjadi ibu yang baik buat devina. Selama ini kata maaf ku untuknya agar menjadi ibu yang baik selalu ia terima. Padahal aku selalu mengulang kesalahan yang sama dengan tidak memiliki waktu untuk membuat dia berbagi cerita dengan ku rin". Friska pun menangis karena ia menyesali perbuatannya. Namun apa daya dia selalu menomor satukan pekerjaannya.

"Sudah jangan kamu tangisi semua ini. Ini ujian untukmu dan keluarga mu fris. Aku harap devina akan tumbuh menjadi perempuan yang kuat seperti mu". Chaterin berusaha menenangkan friska yang sedang bersedih melihat devina seperti ini.

Feby dan arsen hanya berdiam diri dan duduk disana. Tak disangka mereka harus melihat devina seperti ini. Feby sudah terbiasa dengan melihat devina seperti ini tapi tidak dengan arsen. Justru dia terkejut bagaimana bisa orang yang setiap hari tanpa mengeluh ternyata memiliki trauma yang luar biasa.

Sejauh ini arsen melihat devina gadis yang jutek, galak dan kasar. Arsen juga melihat devina sebagai gadis yang mandiri dan dia gadis yang bisa melakukan segala hal tanpa bantuan orang lain. Ternyata ia baru tau. Jauh didalam jiwa devina sangatlah rapuh. Sampai ia sudah terlalu keras dengan dirinya sendiri.

Kini arsen masih shock melihat kondisi devina seperti ini. Seperti tidak tega melihat raganya terluka. Manusia seperti apa yang tega membuat ia trauma berat seperti ini?.

Namun lara tak bisa dijelaskan lewat kata.
Masa silam penuh nestapa kini masih menjadi bayangan gelap untukku.
Perasaanku selalu berhenti disaat orang mengenalkanku arti cinta kembali.
Logika selalu berkata cinta adalah luka.
Ku kira aku akan sekuat seperti yang ia fikir.
Kenyataanya aku terlalu lemah untuk melawan rasa trauma ku ini sendirian.
Biarlah ku cari sendiri letak sisa cahaya yang belum padam di hatiku terdalamku.
Jika semuanya memang telah padam, berarti, aku terlahir dan tumbuh dengan fungsi hati yang telah mati.

EccedentesiastDonde viven las historias. Descúbrelo ahora