Niall tergelak. "Baru beberapa hari berlalu dan kau sudah lupa dengan ucapanmu, hah? Setelah ini, jangan muncul di kehidupan Angel lagi."
Daisy menundukkan kepalanya, dia tidak mungkin lupa dengan ucapannya itu. Tentu dia ingat, mungkin sekarang waktunya menepati janjinya itu. Dia kira Niall telah berubah, namun, dia salah. Pria ini masih sama. "Aku tidak lupa, Niall. Tentu aku ingat."
"Baguslah kalau kau ingat." Niall kembali bersikap angkuh.
"Tapi waktuku sehari lagi." Ucap Daisy.
"Aku tahu. Aku sudah benar-benar matang ingin melupakanmu, jadi, setelah kau di New York, kau tidak boleh muncul di kehidupanku dan Angel lagi." Ucap Niall.
"Ya, aku mengerti tapi, sekarang, tolong jaga perasaanku. Aku sedang tidak baik-baik saja, Niall."
"Apa peduliku?" Niall menaikkan sebelah alisnya menatap mantan istrinya yang tertunduk itu. Dia tahu kalau ucapannya melukai perasaan wanita itu tapi dia memang harus melakukannya.
Daisy lebih memilih untuk diam karena dia tidak ingin berakhir dengan pertengkaran di antara mereka. Dia kira, sikap Niall akhir-akhir ini adalah sebuah tanda jika dia memang sudah berubah dan peduli kepada Apple. Namun, dia salah. Niall memang melakukannya karena Apple akan pergi, tidak lebih. Hati pria ini memang sudah tertutup. Apple memang tidak bisa mengetuk pintu hati pria ini.
Seharusnya Niall tidak membenci Apple. Atas dasar apa dia membenci anaknya sendiri? Dia boleh saja membenci Daisy dan ingin melupakannya, menghapus semua tentangnya dan mengubur kenangan mereka dalam-dalam tapi, pria ini tahu, ada hal nyata yang tidak bisa dia lupakan, hapus atau kubur, yaitu anak-anaknya. Suatu bentuk nyata jika dia dan wanita itu pernah memiliki hubungan yang tidak biasa.
Dia tidak bisa menutup mata jika Tuhan telah menitipkan sesuatu yang indah kepada mereka. Setiap kali dia melihat malaikat-malaikat kecil itu, dia selalu teringat akan wanita yang dulu pernah singgah di hidupnya. Itu adalah salah satu hal yang dia benci, setiap kali dia melihat anak-anaknya, dia teringat kembali kenangan-kenangan itu yang terus menerus menyiksanya.
Apple dan Angel mengukir nama mereka di pohon apel itu di mana mereka menemukan nama ibu dan ayah mereka juga terukir di situ. Mereka berharap jika suatu saat Tuhan akan mempersatukan keluarga mereka kembali.
"Apple, seharusnya kau membuat lambang love yang lebih besar supaya bisa melingkari nama Daddy, Mommy, kau dan aku." Protes Angel.
"Iya iya, tunggu sebentar." Apple berusaha mengukir lambang love di sekitar nama anggota keluarganya.
Angel duduk bersila di bawah pohon apel yang rindang itu, dahannya yang besar dan daunnya yang lebat mampu memberi keteduhan dan kenyamanan bagi siapa saja yang berteduh di bawahnya. "Menurutmu, apa Daddy dan Mommy sering ke sini, dulu?"
"Kupikir begitu. Aku rasa, ukiran nama ini sudah di sini sejak lama." Apple masih terus mengukir batang pohon apel itu.
"Aku berharap, suatu saat nanti, akan ada sebuah keajaiban jika keluarga kita bisa kembali bersama dan kita akan menghabiskan waktu di sini." Ucap Angel penuh harap.
"Tuhan akan selalu mendengar doamu, hanya saja kau tidak boleh banyak mengeluh pada-Nya. Itu yang selalu Mommy katakan padaku."
"Ya, aku tahu." Angel masih setia mengajak Apple mengobrol sementara bocah itu terus mengukir batang pohon apelnya.
Daisy merogoh pena di dalam tasnya dan mulai menulis harapan. Mereka memang sering menulis harapan di danau itu. Dirinya dan Niall, mereka telah menulis ribuan harapan di danau itu. Entahlah, hanya beberapa harapan mereka yang terwujud.
I'm already there...
Take a look around, I'm the sunshine in your hair, I'm the shadow on the ground
I'm already there
Don't make a sound, I'm the beat in your heart, I'm the moonlight shining down
I'm the whisper in the wind
And I'll be there till the end, can you feel the love that we share?
We maybe a thousand miles apart but I'll be with you, wherever you are...
Daisy terus menulis diiringi air mata yang mengalir di pipinya. Mungkin jika kenyataannya dia akan pergi, dia akan baik-baik saja tapi, kenyataan lain yang lebih menyakitkan adalah di saat dia harus merelakan anaknya untuk dimiliki oleh wanita lain yang akan dipanggil Mommy oleh anaknya. Dia ingin Angel hanya memanggil Mommy kepadanya, terdengar egois, namun, itulah kenyataannya.
Mereka menghabiskan sisa hari itu untuk bermain bersama kakek dan nenek mereka yang telah lama tidak mereka kunjungi. Angel dan Apple terlihat sangat bahagia saat kakeknya mengajak mereka naik traktor dan mereka terus belarian di ladang bersama Finn. Daisy menangis bahagia melihat anak-anaknya bisa tertawa bahagia sementara Niall hanya memandangi mereka semua dengan tatapan yang datar. Tidak ada yang bisa membaca ekspresi wajah pria itu, orang tidak akan bisa mengatakan dia bahagia ataupun sedih.
"Kita akan pulang sekarang?" Tanya Angel saat mereka selesai bermain karena hari mulai petang.
Daisy mengelus kepala putrinya itu. "Ya, ayo bersiap."
"Apple, ayo! Kau kalah dalam permainan tadi, jadi, kau harus membereskan pakaian kotorku!" seru Angel sambil berlari mengejar Apple dan Finn yang telah dulu berlari memasuki rumah.
***
Dalam perjalanan pulang, Angel dan Apple terus bercanda. Sepertinya Angel sudah tidak bersedih lagi. Daisy melihat kedua anaknya itu dengan senyum bahagia di wajahnya. Alasan kebahagiaannya bukan hanya karena anak-anaknya bahagia. Pertama, dia telah memenuhi keinginan orangtuanya untuk bertemu dengan Angel. Kedua, Niall mampu bersikap normal dan baik meskipun dia tahu kalau Niall terpaksa melakukan itu. Dan ketiga, dia telah mewujudkan keinginan Apple untuk pergi ke Sheffield bersama keluarganya yang utuh, ada dirinya, Niall dan juga Angel.
"Dad, bisakah kita selfie bersama?" Tanya Angel.
Niall menoleh ke belakang untuk melihat Angel, kemudian memalingan wajahnya lagi untuk fokus ke jalanan. Niall tidak tahu harus menjawab apa. Mungkin hanya foto bersama tidak masalah, banyak orang yang telah bercerai akan melakukan itu demi anak mereka. Namun, berbeda dengan pria ini. Daisy melirik pria ini, dia tampak menegang di tempatnya. Daisy tahu jika pria ini sedang menahan amarah. Anak-anaknya selalu meminta lebih dan lebih dari dirinya dan dia tidak suka itu.
"Dad?" Angel menunggu jawaban.
"Angel, Daddy-mu sedang fokus menyetir. Sebaiknya kalian tenang dan jangan mengganggu konsentrasinya." Daisy menengahi. Dia tidak ingin Niall sampai membentak anaknya itu karena ia marah. Niall memang tidak suka dipaksa untuk melakukan sesuatu yang dia tidak suka.
TO BE CONTINUED...
No silent readers, please (:
Tolong hargai ya. I've been spending lot of time writing this, so, you know that it'd just let me down if you cant appreciate my work. Thanks. x
ESTÁS LEYENDO
Incomplete (On Editing and Re-publishing)
RomanceBOOK 1: Broken. The hearts need more time to accept what the minds already know. [Highest rank #20 in Romance] Copyright © 2014 - 2015 by juliamulyana. All Rights Reserved.
#22 - Apple tree
Comenzar desde el principio
