>31: Permen Jahe<

1.2K 221 5
                                    

Apa yang sebenarnya aku lakukan di sini?

Diam, menunggu, dan menerima tatapan kesal dari protagonis kita? Hanya itu?

Sialan, tahu begitu, aku tidak akan ke sini. Mengerang kesal, aku lagi-lagi membanting tubuhku untuk bersandar ke kursi, “sebenarnya, apa gunanya aku di sini?” gumamku.

Srett!

Kursi terdorong ke belakang, aku berdiri sambil meremas botol minum, “aku akan kembali ke kelas, permisi.”

Ketika aku akan berjalan pergi, lengan Leo lagi-lagi menahanku, “urusanmu belum selesai, Atha. Sebentar lagi, ada yang akan dibicarakan dengan mu.” ujarnya.

Semua orang yang berada di ruangan itu mengangguk setuju, Gara menatapku dengan pandangan memohon, “tunggulah sebentar lagi, Atha.”

Aku menghela napas, duduk kembali dengan perasaan dongkol. Sialan, tidak berguna.

“Sepertinya kamu bosan, ya?”

Aku mendongak ketika ayahku bertanya dengan nada lembut, dia menatapku dengan penuh binar, lengannya merogoh kantung saku di pakaiannya, kemudian mengulurkan sebuah permen jahe padaku, “aku harap kamu menyukainya.”

Binar mataku kembali. Ah, sudah lama sekali aku tidak memakan permen tradisional itu. Aku menerimanya dengan senang hati, kemudian berterimakasih pada ayahku itu.

Aku membuka bungkus permen itu dengan antusias, harum jahe dari permen membuat pikiranku menjadi sedikit lebih tenang.

Aku bernostalgia ... Haha ...

Aku memejamkan mataku, sudut bibirku membentuk senyuman tipis, rasa rindu karena sudah lama aku tidak mendapatkan permen jahe ini.

Semenjak aku berpindah, aku tidak lagi memakan permen ini. Jelas, permen jahe ini hanya ayahku yang memilikinya, dia mendapatkan ini dari temannya yang seorang pemilik kebun jahe, dan beberapa pabrik pengolahan.

“Kamu suka?”

“Iya ...” jawabku. Ayahku mengelus kepalaku, kemudian dia berujar, “sungguh, anakku dulu juga begitu menyukainya. Tiada hari dia tidak memakan permen itu, bahkan sampai hari di mana dia meninggal. Kau—sangat mirip dengannya.”

Aku membeku, terdiam cukup lama untu merenungkan ucapan ayah barusan.

Aku tersenyum getir, memang benar, tiada hariku tanpa permen jahe ini yang terasa pedas. “terima kasih.”

“Ya, jika menginginkannya lagi, kamu bisa datang ke padaku.” ujarnya lagi, kemudian dia mengusap kepalaku lembut.

Aku mengangguk, perasaanku sekarang terasa campur aduk. Binar mataku merambat ke dalam hati, terasa sedikit meremas hatiku yang sudah mati rasa.

Tanpa sadar, aku meneteskan air mata sambil tersenyum, ah ... Aku benar-benar menyukainya.

“Selesai, Tuan, Anda sepakat?”

Ayahku mendongak sambil tersenyum, ia mengangguk kemudian mengambil sebuah berkas dan pulpen, “aku sudah menandatanganinya. Aku akan menjadi back-up, katakan saja apa yang kalian butuhkan.”

“Baik, terima kasih. Rapat utama telah selesai, dan sekarang, kita akan lanjut untuk rapat pemilihan calon Ketua OSIS periode berikutnya.” ujar Azva, selepas berjabat tangan dengan Ayahku, dia berdiri dan berjalan ke arah smart-board yang sudah menyala.

“Sekarang, Atha. Simak baik-baik, tanyakan jika kamu ingin bertanya.”

“Tunggu, hanya ini? Kenapa aku ada di sini? Jika kalian ingin membawaku masuk ke dalam organisasi ini, aku tidak mau.” ujarku. Aku berdiri sambil mengangkat kedua tanganku, menunjukkan bahwa aku angkat tangan pada masalah ini.

Atharya: Reborn as an Outcast.Where stories live. Discover now