29

474 79 22
                                    

Mata Seokjin bergerak perlahan. Ia menetralkan sensasi pusing sebelum membuka mata sedikit demi sedikit. Ia tak ingat apapun kecuali mimpi panjang yang tak henti membuatnya lelah.

"Jin," kata seseorang dengan masker dan penutup kepala medis yang khas.

Awalnya Seokjin tak mengenali suara itu namun setelah ia memanggilnya lagi, Seokjin sadar bahwa ialah Namjoon.

"Hh..hhhh...."

Seokjin tak bisa bicara, hanya suara nafas berat yang keluar.

"Kau kuat. Bertahanlah lebih lama. Setelah itu kau akan baik-baik saja."

Seokjin tak menjawab. Namjoon memakluminya. Untuk sekarang ia bergantung pada alat yang melilit sekujur tubuhnya, pasti Jin sangat tidak nyaman.

Tangan Namjoon terulur mengusap peluh di dahu Seokjin dengan sapu tangan yang Hyera berikan.

"Ibu sudah pulang, dia menitipkan sapu tangan ini untukmu. Kau harus sembuh ya? Sebentar lagi kita akan bertemu dengan si kembar."

Tangan Seokjin terangkat, ia mencoba menggapai Namjoon dengan berbagai kabel melilitnya.  Sambil tersenyum, Namjoon menggenggam tangan panas sang adik, mencium tangan itu walau air mata keluar tak tertahan.

"Aku menangis bahagia. Karena kau akan baik saja. Aku senang sampai tak bisa menahan tangisan ini. Kau harus kuat ya?"

Suara monitor dan hembusan nafas berat yang menjadi jawaban ucapan Namjoon. Seokjin juga menangis, namun tak lama ia kembali memejamkan mata.





❤️






Seoknam pun kini berada di ruang observasi, mengusu formulir yang disediakan lalu bersiap untuk sesi pengambilan darah guna melihat kecocokan organ antara Seoknam dan Seokjin.

"Anda sudah siap pak?" Tanya salah seorang perawat.

"Ne."

Perawat tersebut lalu menaikan lengan baju Seoknam dan menusuk jarum suntik dan mengambil sampel darah.

Seoknam dengan seksama melihat pergerakan perawat itu sampai keduanya pergi dari ruangan.

Matanya menatap lekat tabung darah yang tergeletak diatas troli lalu tersenyum dan berdiri mendekati.



❤️



H

yera tahu semua yang dilakukan memang yang terbaik untuk Seokjin. Namun Hyera tidak begitu saja percaya pada Seoknam. Diam-diam ia mendatangi rumah sakit untuk menemui pria itu, memastikan bahwa ia benar-benar melakukannya tanpa niat buruk sedikit pun.

Saat ia sampai, secara kebetulan Seoknam keluar ruangan.

Mereka saling tatap, sama sama terkunci pada pandangan masing-masing. Ini kali pertama setelah beberapa tahun mereka tidak bertemu.

"Hai."

Kata Seoknam percaya diri.

"Apa kau merindukanku hm?"

Hyera menghela napas dan mendekat sambil memegang perutnya yang besar.

"Tidak sama sekali."

"Lalu kenapa kau repot-repot kesini?"

"Aku hanya ingin memastikan kau tidak melakukan hal buruk pada anakku."

Seoknam tertawa mengejek.

"Seharusnya kau berterimakasih padaku, Hyera."

RumahDonde viven las historias. Descúbrelo ahora