01. MOS (Masa Orientasi Siswa)

120 90 56
                                    

Kalian pasti pernah berada di Masa Orientasi Siswa atau MOS, kan?. Betul sekali. MOS bagiku adalah serangkaian acara yang cukup menguras tenaga dan emosi.

Walaupun ada banyak hal keseruan di acara tersebut, tapi ada saja kisah menyebalkan yang membuatku ingin segera menyudahinya. 

Seperti di hari kedua ini, satu kelas terkena hukuman akibat ulahku. Aku bukan anak nakal, tetapi ada satu kebiasaan yang belum bisa aku atasi sampai saat ini dimana aku sudah menginjak usia 15 Tahun.

"Kamu gak kasihan apa sama teman-teman sekelas?. Mereka nanggung hukuman gara-gara kamu!." Lagi-lagi aku ditunjuk untuk berdiri di depan kelas dan lagi-lagi ucapan itu yang aku dapat dari Kakak OSIS.

"Gue beban banget ya?" gumamku, dalam hati tentunya, karena kalau berucap langsung nyaliku sudah ciut. Oke, jika kalian penasaran aku melakukan kesalahan apa sampai satu kelas ikutan dihukum, akan aku ceritakan kronologisnya. 

Sejak hari pertama MOS, aku tidak menghabiskan bekal makananku. Peraturan dari Kakak OSIS, semua anak harus menghabiskan makanannya tanpa tersisa di kotak bekal masing-masing dan itu dihitung waktunya oleh Stopwatch. Rasanya aku ingin menyalahkan Bunda, tapi aku takut kena azab dan di cap sebagai anak durhaka. Seperti judul lagu Raisa, Serba Salah.

Jadi, ketika di rumah, aku menyuruh Bundaku untuk mengisi kotak bekal dengan sedikit nasi dan lauk, tapi memang dasarnya jiwa keibuan, Bundaku justru mengisi kotak bekal dengan penuh. Alhasil, ketika MOS berlangsung, aku tidak bisa menghabiskan makanan itu dan satu kelas terkena hukuman karena diriku dan ulah...Bundaku tersayang. 

"Oke, kali ini Kakak kasih keringanan buat kalian. Kakak kasih dua pilihan, hukuman atau tantangan. Kalau kalian pilih tantangan, kalian akan terhindar dari hukuman dan yang berhak menentukan pilihannya adalah teman kalian ini, Haura si tukang mubazir!" Ucap salah satu kakak OSIS berparas manis namun perkataannya begitu pedas, Saskia.

"Haura, nasib teman sekelas kamu ada di tangan kamu sekarang. Jadi, kamu pilih hukuman atau tantangan?. Saya saranin sih lebih baik kamu pilih tantangan." Sahut Kak Dean, pria bertubuh jangkung dengan senyum setipis tisu.

Kalau boleh jujur, dari hari pertama MOS, kak Dean adalah Kakak OSIS yang paling baik dan juga ucapannya selalu lunak. Aku pernah mendengar ia berteriak dan suaranya yang bariton itu cukup membuatku terkesima.

"S-saya pilih hukuman, kak." ucapku pelan dan terlihat ciut.

Jika kalian bisa melihat kondisiku saat ini mungkin akan nampak menyedihkan. Tanganku sudah gemetaran, dan peluh mulai membasahi pelipis dan juga hijab putihku. Aku merasa gelisah, karena takut keputusanku ini salah dan berujung dimusuhi oleh anak-anak satu kelas. 

"Plis, gue pengen ngilang aja deh rasanya sekarang juga. Gue pengen acara menyiksa ini cepat kelar" lagi-lagi aku bergumam, tentunya dalam hati. Mana berani aku mengucapkannya secara langsung di hadapan para kakak OSIS yang garang ini.

"Wah adik-adik, kalian dengar tidak ?. Teman kalian memilih hukuman. Oke, Haura dan kalian harus squat jump 50 kali dan dapat dua kali jeda, karena kalian belum melunasi hutang hukuman kalian yang kemarin." Jelas Kak Felly. 

Felly, dia salah satu Kakak OSIS perempuan yang paling tidak aku sukai. Menurutku, walaupun dia perempuan, suaranya ketika meneriaki anak-anak di kelasku begitu lantang dan membuat telingaku cukup pengang mendengarnya.

Suasana di kelasku saat ini mulai riuh akan suara dari teman-teman yang saling berbicara dan itu terdengar sampai ke telingaku.

"Ishh nyebelin banget sih si haura."

"Gue jengkel sama dia."

"Duh hari ini kita dapet hukuman lagi nih."

"Astagaaa, tuh anak maunya apa sih?."

"Fix jangan temenin dia guys!."

Suasana menjadi hening ketika kak Dean berbicara, "Perhatian!! Sekarang kalian bisa mulai hukumannya. Saya akan menghitung squat jump kalian sampai selesai!" Ujarnya.

Akhirnya, aku dan teman-teman sekelas mendapatkan hukuman lagi di hari kedua. Sudah kuputuskan, aku akan meminta maaf dengan tulus kepada mereka di hari terakhir MOS. Semoga saja mereka semua tidak menyimpan dendam kepadaku.

**

Ku kira badan ini bisa beristirahat panjang dan tidur lebih awal. Nyatanya, malam ini aku sibuk berkutat dengan kertas dan pena untuk persiapan hari esok. Entah sudah berapa kertas yang ku remas dan kini berserakan di lantai kamar.

Krettt.. suara pintu kamar tiba-tiba terbuka. Terlihat Bunda memasuki kamarku.

"Rara, kok belum tidur?. Itu kenapa banyak kertas di lantai?. Kamu jangan begadang ya. Gak baik lho anak perempuan begadang terus." Ucap Bunda menasehati sambil menyodorkan teh chamomile di meja belajarku.

"Nih jangan lupa dihabisin ya teh nya. Ini bagus lho buat kesehatan" sambungnya. Sekedar informasi, nama panggilanku ketika dirumah adalah 'Rara' berasal dari ujung namaku.

"Bunda, bisa bantuin Rara gak bikin surat cinta?" Dengan polosnya aku mengeluarkan ucapan seperti itu kepada Bunda.

Kalian tahu setelah mendengar ucapanku barusan Bunda berekspresi seperti apa?. Mata beliau langsung membola dan siap-siap saja aku akan diceramahi olehnya.

"Haura, Kamu tuh baru masuk SMA udah main cinta-cintaan aja. Bunda mau kamu fokus belajar dan jangan pacaran dulu!" Terdengan suara Bunda yang sudah naik satu oktaf.

"Siapa juga yang lagi cinta-cintaan. Rara tuh dapat tugas buat hari terakhir MOS besok. Semua peserta MOS harus bikin surat cinta yang isi nya puisi buat salah satu Kakak kelas dan itu wajib buat lawan jenis. Rara frustasi Bunda dari tadi tuh." Jelasku sambil menampilkan muka memelas. Ini serius ya, aku memang sudah kebingungan.

"Bunda gak jago bikin puisi. Biasanya kan kamu suka ikutan lomba menulis online kan. Masa kamu gak bisa sih bikin puisi?. Bunda yakin kamu pasti punya sisi puitis sama kayak Ayah kamu." Omongan Bunda jadi mengingatkanku akan sosok Ayah.

Menurut cerita dari Bunda, semasa remaja dulu ketika Ayah sedang mendekati Bunda, Ayah sering membuatkan sebuah puisi untuknya. Kalimat-kalimatnya sangat indah dan kertas yang dipakai Ayah untuk menuangkan bait-bait puisinya itu baunya harum sekali. Sepertinya Ayah menyemprotkan minyak wangi ke setiap secarik kertas itu.

Setelah Bunda pergi dari kamarku, aku coba fokuskan diri untuk merangkai kata sambil sesekali menyeruput teh chamomile yang kini mulai akrab di lidahku. Perpaduan rasa manis dan wanginya teh dengan isi kepalaku yang terus bekerja, membuat malam ini mataku masih terjaga. 

Kalian pasti sudah tahu kan, ketika membuat surat, yang pertama harus dipikirkan adalah 'untuk siapa surat ini ditujukan'. Nah, aku masih kepikiran, Surat ini wajib ditujukan kepada lawan jenis dan kira-kira siapa Kakak OSIS yang tepat menerima surat ini?.

Setelah beberapa jam kupikirkan dengan matang, akhirnya aku tahu untuk siapa surat ini ku tujukan.

***



I Wanna Tell HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang