3. Elektronic Anklet

Start from the beginning
                                    

"Apa dia datang ke klub yang sering dikunjungi kakaknya?"

"Benar, Tuan. Aku lihat tadi Son Jimin keluar dari klub tapi dengan tergesa dan terus memegangi perutnya." Pria di sana diam sejenak. "Oh, ya. Saya juga melihat Antonio Sir Jeon masuk ke klub itu. Dia datang dengan dua mobil dan enam pengawal. Saat pulang, dia hanya bersama dua pengawal saja dan mobil satunya sudah tidak ada."

Seokjin diam sembari mengetuk-ngetukkan sepatunya. Pria itu gelisah, gerakan bola matanya sangat cepat. "Tetap awasi klub itu. Minta yang lain untuk mengikuti dan mnegawasi Antonio Sir Jeon dan Son Jimin."

"Bukankah terlalu beresiko jika menguntit Sir Jeon, Tuan? Dia sangat menjaga keselamatannya."

"Aku tak peduli. Aku hanya ingin Son Haerin ditemukan. Laksanakan tugasmu dan kabari aku secepatnya."

"Baik, Tuan."

BRAK!

Pria itu memukul setir kemudi lalu mengusap wajahnya berulang kali. "Kau tidak akan bisa pergi dariku, Nona Son," gumamnya.

Benar, Seokjin memang sudah mengawasi Haerin dan Jimin sejak empat bulan yang lalu. Dibanding Jimin, ia memang memberikan perhatian yang lebih untuk Haerin.

🍂🍂🍂

Haerin tidak tahu dibawa ke mana, matanya ditutup oleh kain. Mereka mencengkeram kedua lengannya, menuntunnya berjalan di lantai marmer yang dingin dan licin. Hingga penutup matanya di lepas, lalu tubuhnya didorong kasar sampai jatuh ke lantai. Untungnya tangan Haerin masih kuat, mampu menahan perut atau pinggulnya agar tidak terantuk lantai. Wanita itu langsung menjauh begitu salah satu pria itu menarik kakinya. Ia pikir pria itu ingin melakukan perbuatan kurang ajar.

Namun, ia salah. Pria itu memasangkan gelang elektronik di pergelangan kaki Haerin. Gelang elektronik itu bisa mendeteksi lokasi. Ada sensor khusus juga yang bisa menyetrum Haerin jika wanita itu melewati radius yang telah ditetapkan dalam sistem. Haerin langsung menjauh, memojok di pinggir ruangan dan melihat lima pelayan wanita yang mendekat padanya.

"Señorita, kami ditugaskan untuk mengurusmu di sini."

"Aku di mana?" tanya Haerin.

"Rumah singgah milik Joven Maestro Antonio."

Haerin menggelengkan kepalanya. "Apa tuanmu itu tahu tentang hak asasi manusia? Dia tidak bisa mengurungku di sini tanpa alasan yang jelas!" Haerin marah, ia pun melihat para penjaga yang tadi menjaganya. "Antarkan aku kembali ke club itu. AKU MAU PULANG!"

"Kau tidak bisa pulang, Señorita." Jungkook tiba-tiba sudah berada di sana, berjalan dari arah pintu sembari merangkul wanita seksi. "Kau bertanya tentang hak asasi manusia? Jelas aku paham. Aku kuliah jurusan hukum."

"Aku tidak mengenalmu dan kau tidak bisa semena-mena denganku, Antonio Bajingan!"

PLAK. Pria itu menamparnya dengan tiba-tiba.

"Orang tuamu tidak pernah mengajarkan sopan santun?" Jungkook mendekat ke arah Haerin dan mengusap pipi wanita itu. Ia juga mengecup bekas tamparannya itu lalu meminta pelayan mengambilkan es untuk mengompres. "Pipimu jadi bengkak, 'kan?" Perubahan sikapnya cepat, sampai Haerin tak percaya melihatnya. "Tadi, kakakmu memukulmu, ya? Pasti sakit, sampai membengkak seperti ini."

"CUIH!" Haerin meludahi wajah Jungkook. Ia meremas kemeja satin putih yang digunakan Jungkook. "Aku mau pulang."

"Pulang artinya mati," ujar Jungkook.

"Kau tidak bisa memaksakan kehendakmu, Tuan Antonio yang terhormat!"

BUGH.

Jungkook meninju bahu Haerin dengan keras sampai wanita itu melepaskan cengkeramannya. Tak ada rasa iba sama sekali di wajah Jungkook. Ia hanya menatap datar Haerin yang meringis sakit karena bahunya ditunju keras.

VANTABLACK [M]Where stories live. Discover now