🥀 || 12. Rasa Tertinggal

335 54 2
                                    

Red Lights[Komentar Rame = Cepat Update]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Red Lights
[Komentar Rame = Cepat Update]

🍀Story by Ana Latifa 🍀
Instagram: Onlyana23 | Wattpad: Onlyana23 | GWP: Onlyana23 | Link: onlyana23.carrd.co

🥀🎧 You're Still The One - Eddie Tom (Cover)🥀

Kalau gue bisa memilih, gue tidak ingin melakukan apa-apa bersama Ruby. Karena apa yang kami lakukan persis seperti yang biasa gue minta dilakukan para aktor; berakting.

Syuting ini akan berakhir dalam dua hari ke depan dan kami diminta untuk saling menyayangi demi mempertahankan sebuah hubungan yang sudah kehilangan penyangganya. Apa yang diajarkan orang tua Daren bukan cara mempertahankan hubungan, tapi memperpanjang penyiksaan sebelum perpisahan.

Ruby terlihat gelisah mendapati gue mendadak diam beberapa kali. Gue hanya bisa menggeleng dan tersenyum lalu mengalihkan perhatiannya pada apa yang ingin dia lakukan. Tak ada lebih menyebalkan ketimbang melihat istri lo yang sudah mati-matian lo jaga malah membuat keputusan ingin berpisah dari lo. Kekesalan itu naik ke kepala, menggumpal, menyempitkan ruang otak. Gue tak merasakan kehadiran monster. Itu berarti kekhawatiran gue nyata.

"Kamu mau makan apa?"

Ruby terlihat tidak ingin menjawab, tetapi kemudian tersenyum dan menunjuk sebuah kafe di dekat kami.

Kami memasuki kafe itu. Ruby mengalungkan lengannya ke lengan gue dan menarik gue ke sudut terdalam kafe yang tidak diisi banyak orang.

"Kamu nggak suka keramaian. Di depan berisik banget."

She knows. Gue tersenyum pendek. Tangannya lepas dari kulit gue. Kami duduk berhadapan. Rasanya aneh harus melepaskan sesuatu yang tidak ingin gue lepaskan. Seperti ada yang tertinggal.

Setelah sajian makanan datang, kami memakan itu dalam diam.

Gue tidak ingin mengusahakan apa-apa. Gue hanya melakukan apa yang bisa gue lakukan, tapi mendengarkan suaranya, menatap mata jernihnya, dan memandangi wajah menenangkannya sekali lagi dan sekali lagi dan membayangkan itu semua harus menghilang dari mata gue seperti mendorong sesuatu di dalam diri gue untuk bangkit dan sadar.

Ini bukan kepalsuan. Ini bukan akting. Ini bukan yang lo mau, Hazel!

Di depan gue, di balik riasan lembut itu, Ruby tertegun mendengar iringan gitar dan piano di sebuah panggung kecil di sudut kafe yang lain. "Suaranya bagus banget, ya?"

Gue melirik ke arah yang sama lalu berdiri tanpa berpikir. Ruby memanggil gue dan menanyakan kepergian gue. Gue biarkan dia melihat sendiri jawabannya.

Gue naik ke panggung live music. Sesuatu yang tidak pernah gue lakukan seumur hidup. Lalu meminta mikrofon pada penyanyi laki-laki yang baru Ruby puji suaranya.

Red LightsWhere stories live. Discover now