special chapter: past, present, postpone

34.4K 3.3K 1.1K
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Halo! Kembali lagi kita di 1 Februari. Tulisan ini akan menjadi tulisan yang cukup panjang and pretty rated (no, there's no xxx scene) tapi obrolan orang dewasa pada umumnya aja. Take your time to read and enjoy!

-


Mempersiapkan pernikahan rupanya jauh lebih sulit dibanding membuat perencanaan campaign akhir tahun, atau membuat materi satu tahun penuh untuk dipresentasikan di annual meeting.

Mempersiapkan pernikahan rasanya seperti mengerjakan sebuah event besar, namun hanya ada dua kepala yang bertanggung jawab atas segala hal yang akan dihadapi ke depannya.

Berbeda dengan event, beban yang berada di pundak pun bukan hanya sampai hari H, kemudian evaluasi, membuat laporan, presentasi, lalu selesai. Untuk yang satu ini, tanggung jawabnya seumur hidup; alias sampai mati. Luar biasa orang-orang yang memutuskan untuk menikah di usia muda.


Naya menatap nanar pada layar laptopnya yang menunjukkan perencanaan pengeluaran pernikahannya dengan Dimas; mulai dari biaya seserahan, siraman, pengajian, seragam keluarga, MUA, dekorasi, catering, hingga dokumentasi, semuanya ia preteli sedetail mungkin.

"Ada yang kelewat nggak?"

Dimas tidak duduk di hadapannya, namun ia hadir melalui layar, berdampingan dengan tampilan Google Sheet yang membuatnya pening sedari tadi.

"Ini kita bisa ngajuin permintaan dana ke fakultas nggak?"

"Lu pikir acara HIMA."

Naya memangku dagu, terlihat serius menatap deretan angka yang tidak tiba-tiba berubah jadi nol rupiah. Matanya seperti sedang bekerja keras memikirkan sebuah solusi, padahal yang ia lakukan hanya bengong, alias tidak tau harus membawa solusi macam apa untuk pengeluaran sebesar ini.


"Apa harus sebesar ini, ya, Dim?" Ia bertanya, ragu.

"Kayaknya masih ada beberapa pengeluaran yang bisa kita pangkas, deh, Nay."

"Apa?"

"Apa, ya..."

Tidak ada solusi.


Naya pikir, biaya merupakan masalah terbesar dari persiapan pernikahan. Rupanya ia salah, banyak hal lain yang tiba-tiba datang bagai badai. Mulai dari perbedaan pendapat, hingga pendapat yang hadir terlalu banyak dari kubu kanan dan kiri. Ia berusaha keras untuk mempertemukan segala agenda di tengah, namun rasanya semua hal yang dilakukan tidak pernah menemukan kata mufakat.

Dimas yang tidak selalu hadir karena bekerja di kota yang berbeda menambah kemelut di kepala Naya. Bukan hanya jarak Bandung-Jakarta, bahkan saat mereka sudah memutuskan untuk mulai mempersiapkan pernikahan, Dimas malah sedang rajin-rajinnya dilempar untuk dinas di luar Pulau Jawa.

HIMPUNANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang