Usai membersihkan lukanya, pria itu mengambil kasa panjang lalu melilit lukanya agar tidak infeksi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Usai membersihkan lukanya, pria itu mengambil kasa panjang lalu melilit lukanya agar tidak infeksi. Setelah itu, ia dengan santai menikmati sekaleng minuman sodanya dengan matanya yang melurus ke depan.

"Apa aku harus membawa Launa ke Swiss untuk penyembuhan mentalnya?" Gumam Alzion bertanya pada dirinya sendiri.

Salah satu psikiater yang pernah menanganinya itu kini bertugas di Swiss, dan ia berniat untuk membawa Launa ke sana. Pria itu tidak mau Launa terus kesakitan dengan ketakutan dan kecemasannya. Sebab ia pernah merasakannya, dan ia tahu seberapa sulit menghadapi itu semua.

Ditengah pikirannya, pria itu mendengar ketukan pintu dari luar. Dan tak lama muncullah Klazo dibalik sana. "Maaf Tuan menganggu waktu anda," kata Klazo menghadap ke arahnya.

Dari gelagat bawahannya itu, Alzion dapat menebak bahwa apa yang akan disampaikan oleh Klazo adalah hal penting dan mendesak. "Katakan," ucap Alzion memerintah.

"Nyonya Areline berada di depan gerbang Tuan, ia terus meminta untuk bertemu dengan Nyonya Launa."

Alzion tersenyum sinis mendengarnya. Pria itu menatap lurus ke depan dengan ketenangannya, ia membasahi bibirnya sebelum berkata, "Apakah dia mengamuk sebab  mengetahui bahwa anaknya terbunuh karena jebakanku?" Tebak Alzion mendapat anggukan dari Klazo.

"Benar Tuan. Nyonya Areline mengetahuinya."

Alzion menenggak sisa-sisa minuman sodanya, lalu meletakan kaleng kosong itu dengan sedikit kasar. Tatapannya berubah, ada setitik kemarahan yang tergambar di sana. Dan tanpa mengucapkan apapun lagi, Alzion keluar dari sana hendak menemui ibu mertuanya, sebelum Launa mengetahui kedatangannya.

Alzion melangkah keluar sambil memakai kemejanya, ia mengancingkannya bersamaan dengan derap langkahnya yang gagah. Seluruh maid di sana menundukan pandangan mereka kala sang majikan melewatinya, tak berani hanya untuk sebatas menatap tubuhnya untuk memuja. Sebab mereka tahu, jika mata mereka sedikit saja lancang untuk menatapnya, maka kematian adalah bayarannya.

"Butuh uang ibu mertua?" Ucap Alzion ketika sampai di depan gerbang mansionnya. Tenang sekali pria itu, seakan tidak mempermasalahkan porak poranda yang terjadi karena ulahnya.

Kemarahan siapapun dimatanya tidak penting, asalkan jangan kemarahan Launa.

Areline menatap pria itu tak habis pikir. Ia kira, pria itu benar-benar menghakimi putrinya karena memang Laura bersalah. Namun ternyata, itu hanyalah permainannya guna mendapatkan putrinya yang lain.

"Kemana Launaku? Dimana kau sembunyikan purtiku?!" Alzion tertawa melihat tingkah Areline itu. Ia melipat kedua tangannya di atas dada.

A Frozen Flower [ Terbit ]Where stories live. Discover now