20

74.9K 6.1K 526
                                    

Sekuntum bunga yang beku
🥀

Hello. I'm birthday today!
This special chapter for my readers.
Terima kasih sudah menemani saya sejauh ini, Love.
.
.

Tapak angin mengayun rayu lapisan epidermis milik insan yang masih terpejam kelelahan. Ruangan yang semalam didominasi redup remang berbantu cahaya rembulan kini nampak terang saat cahaya mulai mengintip menyusuri celah terkecil berlomba untuk menghangatkan.

Tangan kekar dengan otot-otot menonjol di punggung tangannya itu, tengah mengusap memuja kulit wajah seorang wanita cantik yang beberapa bulan lalu resmi menjadi istrinya. Ia mengukir senyum setipis benang sutra, namun mampu menampilkan pesona tampan lagi menggoda.

"Cantik," pujinya mengakui dengan jujur.

Ingatan membawanya pada rekaman manis yang ia dan perempuan dihadapannya lalui semalam. Berdansa di tengah lilin yang melingkari, mengikuti ketukan melodi sambil berbincang penuh arti. Hingga akhirnya ia mendapati apa yang menjadi tujuannya melakukan semua ini, mendapati kepercayaan istrinya. Launa.

Dia, Alzion. Pria yang entah kenapa sulit sekali diterjemahkan tiap kedipan mata yang katanya adalah jendela paling tulus dari manusia. Tatap Alzion begitu tenang ditengah otak liciknya yang menyusun ribuan langkah penyerangan, hingga tak ada satupun yang mampu mendeteksi setiap pergerakannya. Pria itu bertingkah seakan diam, padahal ia bergerak kencang menghujam tajam sang lawan tanpa pengampunan.

Lama menikmati wajah teduh milik Launa, perlahan namun pasti, kini mata cantik itu terbuka menandakan bahwa ia telah selesai mengistirahatkan tubuhnya. "Mau minum?" Tawar Alzion melihat Launa yang masih nampak lingling sehabis bangun tidur.

Launa mengangguk setelah terdiam lama, hal itu mengundang senyum tipis milik Alzion, pria itu  menganggap bahwa tingkah not responding istri kecilnya di pagi hari amatlah menggemaskan.

Usai membasahi tenggorokannya, Launa menatap ke arah jam dinding dan sedikit mengerutkan kening.

"Jam sembilan?" Gumamnya pelan sedikit keheranan. Tumben ia bangun begitu siang, apakah ia begitu kelelahan semalam? Ah, rasanya tidak juga. Launa ingat ia langsung tidur sepulang acara makan malamnya dengan Alzion. Dan itu pukul sepuluh malam.

Launa menoleh ke arah Alzion dengan sedikit memberengut. "Kau tidak membangunkanku?!"

Alzion tersenyum tipis, semua ekspresi yang ditampilkannya tak luput dari pandangan mata Alzion yang begitu betah menatapnya. "Mana bisa aku melewati pemandangan menyenangkan saat wajah polosmu itu terpejam damai, sayang. Tentu aku akan menikmatinya," ucap Alzion.

Pria itu membuka selimut yang menutupi tubuh mereka dan membuangnya asal. Lalu merebahkan kepalanya di atas paha Launa. "Kau terlihat jauh lebih cantik saat tertidur, lebih pendiam dan nampak lugu juga menggemaskan." Alzion terkekeh melihat Launa berdecak pelan dan memutar bola matanya malas.

"Kau akan ke kantor?" Tanya Launa menyingkirkan topik pembicaraan sebelumnya. Alzion mengangguk sebagai jawaban, ekor mata pria itu melirik singkat ke arah jam dinding lalu kembali mengalihkan atensinya ke arah Launa.

"Lalu kenapa belum mandi?" Tanya Launa lagi.

"Aku sudah mandi," sahut Alzion. Pria itu memang sudah mandi pukul enam pagi tadi, ia sengaja tidak langsung memakai pakaian formal melainkan memakai baju santai. Pria itu ingin kembali memasuki selimut dan bergabung dengan kehangatan bertabur aroma harum istrinya itu.

A Frozen Flower [ Terbit ]Where stories live. Discover now