MOMEN 12 - MENGIKUTI KELANA

Start from the beginning
                                    

Mendengar penjelasan itu, Puan dan Iti berusaha menarik tangan Kelana. Dua cewek itu terlihat takut berhadapan dengan Clarissa. Sebaliknya, Kelana bahkan menepis tangan kedua sahabatnya. Setelah itu, dia berdiri. "Gue nggak akan pindah dari sini."

Mendengar gerak-gerik menantang dari Kelana, Bian menggeleng dari kejauhan. Bian tahu jika Clarissa itu salah satu anak pengurus yayasan. Dari awal Clarissa masuk ke sekolah ini, hal itu sudah digembar-gemborkan. Banyak siswi seangkatannya yang segan bahkan takut kepada cewek itu. Namun Kelana? Ah, diam-diam Bian berdecak kagum.

"Elo mau cari gara-gara sama gue?" Clarissa menunjuk dada Kelana.

Mendadak, situasi kantin menjadi hening. Siswa yang ada di sana menyadari ada keributan. Atas keributan itu, mereka mulai beralih menjadi penonton.

"Elo yang nyari gara-gara!" tegas Kelana. "Dari tadi, gue dan sahabat-sahabat gue duduk di sini dengan tenang. Tiba-tiba elo datang, terus seenak jidat ngusir kami. Atas dasar apa lo bisa seenaknya begitu? Semua siswa yang sekolah di sini punya hak yang sama buat duduk di kantin ini!"

"Semua siswa di sini emang punya hak buat duduk di sini, kecuali kalian. Orang-orang rendahan yang .... iuh. Jelek. Burik."

Ucapan itu disambut tawa oleh teman-teman Clarissa dan beberapa orang lainnya. Kelana mendadak diam. Dia menyebarkan pandang kepada orang-orang yang menertawakan tanpa terintimidasi sama sekali. Ah, mereka cenderung mendukung Clarissa karena dia orang terpandang. Bahkan kelas sebelas atau dua belas pun rasa-rasanya tidak ada yang menghentikan kelakukan Clarissa. Padahal, Clarissa maupun Kelana anak baru di sekolah ini.

"Masih nggak mau minggir?" Clarissa memastikan sekali lagi. "Okey ...." Sekarang, Clarissa mengambil gelas orange jus di atas meja Kelana. Dia mengangkat gelas itu dengan wajah penuh kemenangan.

"Mau ngapain?" tanya Kelana.

"Minggir, atau isi dari gelas ini gue tumpahin di wajah lo?"

Kelana diam sejenak. Tatapan matanya sangat tajam. Hingga dia mundur. Semua orang mengira jika mundurnya Kelana adalah tanda kalau Kelana menyerah di tangan Clarissa. Namun, mereka salah. Gerakkan mundur itu adalah ancang-ancang untuk gerakkan merebut gelas dan menumpahkan isinya di rambut Clarissa.

Orang-orang yang ada di kantin terperangah. Beberapa orang mendadak beku melihat aktivitas itu. Bahkan, Bian dan Arya ikut terkaget-kaget.

"O my god." Clarissa menggeleng. "Elo ...."

Clarissa tidak melanjutkan kata-katanya. Dia justru mengangkat tangan. Bogemnya terarah tepat ke wajah Kelana. Terlihat sekali jika kesabaran cewek itu sudah habis. Dan ya, beberapa orang bersorak lagi karena pertarungan semakin sengit. Sebaliknya, Kelana malah membusungkan dada. Dia terlihat menantang gertakkan itu.

"Lo mau nonjok?" Kelana terkekeh. "Tonjok kalau berani!"

Ditantang seperti itu, asap-asap kemarahan seolah keluar dari telinga Clarissa. Hingga tangan itu melayang dan hampir menggesek wajah Kelana. Sayangnya, ekspektasi itu tak terjadi. Tangan kekar seseorang menahan tepat beberapa sentimeter di depan wajah Kelana.

"Cukup!" tegas Bian. Dia melempar tangan Clarissa ke pinggir.

Kening Clarissa mengerut. "Bian. Elo ...."

"Sekolah ini bukan terminal. Lo nggak bisa seenaknya!" tegas Bian.

"Tapi dia duluan! Lihat, gue basah kuyup. Harusnya elo bela gue, Bian!"

"Gue lihat aktivitas lo dari tadi." Bian menatap dengan mata elangnya. "Siapa pun tahu kalo lo yang cari gara-gara."

Ucapan itu membuat Clarissa memberenggut. Ada raut malu di wajahnya.

Glow Up Moment (Tamat)Where stories live. Discover now