00 - Hey, jangan pergi dulu

125 8 0
                                    

Semburat jingga terpancar menggantikan biru memenuhi cakrawala. Matahari sejak tadi telah bergerak perlahan menuju ke ujung barat. Hanya butuh hitungan menit objek terbesar dalam tata surya tersebut tenggelam dan berganti menyinari belahan bumi lain.

Dibalik indahnya lukisan Sang Maha Kuasa, ada salah seorang makhluk ciptaan Tuhan yang tengah terdiam dengan perasaan gundah. Ada banyak sekali emosi yang ada pada diri gadis itu sampai ia sendiri tak mampu menjelaskan apa yang tengah ia rasakan. Hanya bulir air mata yang dapat menjabarkan betapa hancur perasaannya saat itu.

Bel terakhir telah berbunyi sejak beberapa jam yang lalu. Namun, Caca masih berdiam diri di tempatnya. Enggan bagi Caca untuk beranjak dari rooftop SMA Garda.

Hembusan nafas gusar hadir di sela-sela bibir Caca. Fisiknya mungkin memang tengah berdiri di dekat pagar pembatas rooftop SMA Garda. Pandangannya juga mungkin saja tertuju pada lapangan utama yang telah kosong. Tapi pikiran Caca sama sekali tak menyatu dengan raganya.

"Berisik," gumam Caca dengan tatapan kosong yang masih setia terarah ke lapangan utama SMA Garda.

Bukan tanpa sebab Caca bergumam seperti itu. Sejak pagi dirinya berada di rooftop yang sepi. Namun, tak sedetik pun telinganya dibiarkan tenang tanpa gangguan. Ada banyak suara yang mengganggu indra pendengaran Caca. Tak sampai di situ saja, pikirannya pun ikut berbaur membuat kekacauan dalam diri Caca.

Perlahan, Caca melangkahkan kaki kanannya menaiki pagar pembatas rooftop. Kaki kirinya mengikuti sedetik kemudian. Tubuh Caca telah berdiri sempurna di atas pagar pembatas. Tinggal satu langkah lagi untuk Caca bisa merealisasikan apa yang sejak pagi telah ia susun secara angan di pikirannya.

Caca menundukkan pandangannya. Ditatapnya nanar paving yang tersusun rapi di bawah sana. Satu bulir air mata jatuh terjun bebas menuju ke paving tersebut yang tak lama kemudian disusul oleh bulir lainnya. Tangan Caca bergetar. Konflik batin dalam dirinya benar-benar sangat menganggu.

"Kemungkinan gue akan ditemukan sekitar jam enam pagi, waktu tukang kebun sekolah bersih-bersih. Ada sekitar lebih kurang dua belas jam dari sekarang. Dalam waktu segitu, tubuh gue belum busuk, kan?" gumam Caca dengan suara bergetar.

Ditengah nafasnya yang dangkal akibat terlalu banyak menangis, kedua kelopak mata Caca perlahan mulai menutup. Caca terdiam sesaat, merasakan hembus angin sore untuk terakhir kalinya. 

TO BE CONTINUE

Enigma AnagataWhere stories live. Discover now