Alzion tertawa muak, ia begitu geram dengan wanita ini. Tak tahan, akhirnya tangannya bergerak mencengkram dagu Vera begitu kuat, hal itu membuat ringisan dari perempuan itu langsung terdengar. "KAU LEBIH MENYAKITI ISTRIKU, SIALAN!" Bentak Alzion kuat, membuat Vera memejamkan matanya.

Nafas memburu Alzion, gemelatuk giginya serta rona kemerahan di wajahnya, adalah bukti bahwa Alzion begitu tidak terima atas apa yang perempuan itu lakukan pada Launanya.

"BERHENTI UNTUK MENJADI BODOH! BERHENTI UNTUK MENGUSIK ISTRIKU! LAWANMU ITU AKU. BUKAN LAUNAKU!"

PLAK!

*******

"Meira, apakah kau tahu Zion kemana?" Tanya Launa pada Meira yang tengah mengupaskan buah pir untuk majikannya itu.

Meira tersenyum menanggapi. "Nyonya merindukan Tuankah?" Goda Meira.

Launa melotot mendengarnya, perempuan itu langsung menggeleng meluruskan. "Bukan begitu, Meira! Aku hanya merasa heran, sedari pagi sampai malam ini aku belum melihat pria itu. Biasanya kan, dia selalu merusuh dihadapanku," sahut Launa.

Meira tertawa pelan mendengarnya, lalu perempuan itu melontarkan pertanyaan memancing. "Tapi saya lihat, semakin ke sini Tuan semakin memperlakukan Nyonya dengan manis."

Launa menipiskan bibirnya mengakui bahwa ucapan Meira itu memang benar adanya. "Iya, itu benar."

Launa sibuk menatap ke depan sampai perempuan itu tidak menyadari bahwa kini Alzion datang menghampiri dan mengkode Meira untuk pergi, meninggalkan mereka berdua.

"Belakangan ini pria itu memang tidak mereog seperti dulu, tapi—," Launa sedikit menjeda kalimatnya dan menghela nafas pelan. "Dia tetap menyebalkan, Meira! Sangat menyebalkan!" Ungkap Launa berapi-api, hormon ibu hamilnya begitu sensitif belakangan ini, apalagi tentang Alzion.

Berbeda dengan Alzion, pria itu bahkan tengah mengulum senyum gemas melihat tingkah istrinya, yang belum menyadari keberadaannya. "Andai saja aku punya keberanian, aku pasti akan mencabik-cabik dagingnya itu dengan garpu, lalu aku panggang dagingnya dan aku lumuri dengan kecap." Launa melipat kedua tangannya di dada saat bayangan wajah Alzion yang menyebalkan terlintas begitu saja. "Setelah itu aku buang potongan dagingnya itu ke kandang buaya!"

Launa tertawa pelan seakan puas dengan rencananya itu. Seutas senyum bangga menghias bibis manisnya. "Ide yang bagus, bukan?"

Sungguh, Alzion mendengarnya begitu merasa digelitik, namun, pria itu berusaha menahan tawanya karena ingin mendengar ocehan Launa lebih lama.

Tawa Launa akhirnya tak bertahan lama, perempuan itu lalu menghembuskan nafasnya kala menyadari bahwa keberaniannya hanyalah setipis benang sutra. "Tapi sialnya, aku tidak berani. Melihat mata pria itu melotot saja, jantungku rasanya ingin copot," ungkap Launa.

"Aku heran, Mei. Kenapa ya? banyak sekali yang menyukai pria itu, padahal kan dia tidak ada nilai plusnya sama sekali. Hanya modal tampang dan kaya raya, selebihnya negatif semua." Alzion manggut-manggut mendengar penilaian Launa akan dirinya.

"Benarkah?" Tanya Alzion.

Launa mengangguk belum menyadari, perempuan itu kini sedikit menggeser posisi untuk menghadap ke arah meira. "Tentu saja ben—Zion?" Jatuh rahang Launa melihat justru kini bukan Meira yang berada di sampingnya, melainkan seorang pria yang menjadi topik perbincangannya.

A Frozen Flower [ Terbit ]Where stories live. Discover now