Episode 10

772 68 8
                                    

Dehan Syahreza :

__________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

_________
_________

Pagi hari sekitar jam 6, keadaan di luar rumah masih remang-remang, namun hujan yang semalam sudah reda sepenuhnya.

Sepagi ini, Nesya sudah sibuk berkutat di dapur. Aneka jenis bahan masakan menumpuk di hadapannya. Selain itu, ada juga beberapa menu masakan yang sudah tersaji di atas meja makan, tinggal makan saja. Ada agenda apa dia hari ini sampai masak banyak demikian.

"Hoamh," Dehan tiba-tiba muncul di hadapan Nesya dengan wajah bangun tidurnya.

Nesya hanya menoleh sekilas, tak menyapa apa-apa. Dan lanjut menyibukkan diri dengan bahan masakan di hadapannya.

"Aku lapar," suara berat Dehan menyapa juga akhirnya.

Jujur saja, sepenuhnya Nesya memang tidak bisa mengabaikan suaminya itu. Bukan karena cinta dan sejenisnya, melainkan karena kewajiban mengurusnya. Walaupun ia sendiri tidak pernah diperlakukan layaknya seorang istri, tapi setidaknya kesalahan tidak berada di tangannya.

"Makan aja kalau lapar, sengaja aku masak cepat karena tadi malam kamu cuma makan mie," tanggap Nesya terlihat lembut, sembari berjalan menghampiri meja makan untuk menyiapkan nasi Dehan.

Kali ini Dehan tak protes apa-apa, ia langsung mengekori Nesya ke meja makan. Kemudian duduk manis sembari menunggu istrinya itu selesai mengambilkan makanan untuknya. Persis kelakuan anak kecil yang sedang menunggui ibunya.

Selesai mengambilkan makanan suaminya, Nesya kembali fokus ke meja masaknya. Jaraknya tak jauh dari Dehan, hanya sekitar 2 meter saja.

Nesya tampak sibuk merajang sayurannya, sampai-sampai ia tak sadar jika Dehan beberapa kali curi-curi pandang ke arahnya. Seperti ingin mengajak berbicara, tapi gengsi.

"Ekhem," kode sapaan andalan Dehan keluar juga akhirnya.

Nesya menoleh datar saja ke arah Dehan, "Kenapa, butuh sesuatu?"

"Enggak kok, cuma serak aja tadi," bisa-bisanya Dehan mengelak.

"Air putihnya diminum kalau serak," tanggap Nesya seadanya, bahkan ia bicara sambil merajang sayurannya. Sama sekali tak menatap Dehan.

"Buat apa sayuran sebanyak itu?" akhirnya Dehan mengeluarkan keganjalan di hatinya.

"Ini kan hari Jumat, nanti giliran pengajian di rumah ini."

Nampak mata Dehan yang sedikit membulat, "Oh iya! Bisa-bisanya aku lupa soal pengajian itu."

"Jam berapa pengajiannya?" sambungnya kemudian.

"Selepas Ashar, sekitar jam setengah empat kata ibu kemarin."

"Aku gak bisa hadir nanti, lagi sibuk di pesantren."

"Iya, gak masalah. Aku bisa sendiri," balas Nesya datar, bahkan terkesan tak perduli lagi dengan semuanya.

Terlihat jelas jika ada sesuatu yang tak enak di wajah Dehan mendapati sikap Nesya terhadapnya.

Bukan Santri IdamanWhere stories live. Discover now