Episode 8

688 73 4
                                    

Pukul 8 malam sekarang, satu jam setelah adzan isya berkumandang. Malam ini hawa dingin terasa begitu menusuk, karena hujan berkepanjangan sedari sore tadi.

Setelah kejadian di supermarket tadi, Dehan dan Nesya belum pernah bertatap muka lagi sampai sekarang. Dehan memutuskan mengejar Karina di siang tadi, lalu Nesya memutuskan pulang sendiri dengan segala kecamuk sakit yang ia rasa. Dari awal ia memang tahu kalau Dehan tidak pernah menginginkannya, namun yang membuat hatinya serasa tersayat adalah lontaran serapah Dehan yang mengatainya sampah.

Di ruang makan yang begitu hening, terlihat Nesya yang duduk setengah melamun di sana, baru selesai makan nampaknya. Wajahnya tampak berkecamuk, tatapannya begitu sayu.

Taph...,

Terdengar langkah kaki seseorang yang menghampiri meja makan juga. Siapa lagi kalau bukan Dehan.

Nesya menoleh sepersekian detik, lalu dengan apatis mengalihkan pandangan lagi dari Dehan. Sorot matanya jelas berbicara jika ia begitu muak melihat sosok laki-laki di hadapannya.

Srep....,

Tanpa berkata apa-apa, Nesya berdiri dari tempat duduknya, melangkah pergi tanpa menoleh.

Tampak Dehan yang mengernyitkan dahinya, seperti kebingungan. Dia bodoh atau bagaimana? Segampang itu baginya mempermainkan hati seorang perempuan, makhluk yang paling rapuh dan lemah.

"Mau kemana?" lontaran itu lolos dari mulut Dehan.

Jangankan menjawab, menoleh saja Nesya tak sudi. Dengan tenang ia mengayunkan langkahnya menjauhi ruang makan itu.

"Tuli!" teriak Dehan dengan nada geram.

Yang benar saja, Nesya sedikitpun tak menghiraukannya. Keren, orang seperti itu memang pantas diberi pelajaran sesekali.

Melihat Nesya tak memperdulikannya sedikit pun, ia memutuskan untuk lanjut makan saja. Kekesalan benar-benar tergambar jelas di wajahnya.

.....

Hampir 1 jam Dehan duduk mematung di meja makan, sepertinya ia sedang memikirkan sikap Nesya barusan. Tapi apa pentingnya, Nesya kan hanya sampah baginya.

Tak berapa lama setelah itu, akhirnya ia mengangkat bokongnya dari sana. Berjalan ke arah yang sama dengan Nesya tadi, ke ruang tengah.

Sesampainya disana, keadaan tak kalah heningnya. Wanita cantik itu sudah tertidur meringkuk di atas sofa. Ya, ia memang tidur disana karena kamar meraka yang seharusnya hanya dikhususkan untuk Tuan Dehan.

Langkah Dehan terhenti saat melihat pemandangan di hadapannya, binar matanya seperti sedikit iba. Entah kenapa juga napasnya ia hela panjang.

"Ah, bodo amat," umpatnya tiba-tiba, bersamaan dengan pandangan yang ia tepiskan dari Nesya. Kemudian berjalan cepat menaiki tangga kamar. Kasihan, ia benar-benar tidak bisa menguasai dirinya sendiri.

.....

Malam hari yang begitu singkat. Arunika kembali melebar senyum di cakrawala timur sana, menyingsingkan sinar pada setiap penduduk bumi. Jaram pendek menunjuk di angka 07.00 wib.

Sama seperti hari biasanya, rumah Dehan dan Nesya selalu sepi, jarang ada cengkrama hangat di dalamnya. Namun pagi ini ada yang tampak berbeda, Nesya berdiri di teras rumah dengan pakaian yang begitu rapi. Dari gelagatnya hendak berpergian.

Dan benar saja, tak berapa lama setelah itu datang sebuah mobil menghampiri Nesya langsung ke teras rumah, nampaknya itu adalah taxi online. Buru-buru ia masuk ke dalam mobil, kemudian melaju dengan sedang, hingga hilang di pandangan.

Bukan Santri IdamanWhere stories live. Discover now