Part 24 | Final Round

Start from the beginning
                                    

Neva sendiri seolah kehilangan nyawa setelah mendengar penjelasan itu.

Deg!

Siapa?

Jenderal Agung Algerion Eckbert?

Itu... dia?

Pikiran Neva sibuk menebak. Apakah Jenderal itu masih mengingatnya? Apakah Jenderal itu mengenali wajahnya? Apakah Jenderal masih akan menangkapnya?

Terlalu banyak pertanyaan bersliweran di benak Neva. Membuatnya terdiam seperti patung, tampak aneh. Sampai Pamela yang di sampingnya menepuk-nepuk pundaknya seraya kembali menyadarkannya.

"Mrs. Parrish?"

"Mrs. Parrish?"

"Apakah Anda tidak apa-apa?"

Neva tersadar. Dia segera menjawab beralasan, "Saya tidak apa-apa, hanya terkejut karena pertama kali melinhat Sang Jenderal yang selalu diagung-agungkan."

"Begitu, saya kira Anda kenapa."

Neva kembali pada pikirannya. Jenderal Algerion mungkin sudah melupakannya kan? Kalau tidak, pasti saat ini dia telah ditangkap dan mungkin dipenggal.

Ya, tenang saja Neva. Jangan banyak berpikir!

Setelah itu, tak lama kemudian pembawa acara telah naik panggung kecil disamping arena pertarungan, bersiap memulai acara.

"SELAMAT DATANG SEMUA DALAM ACARA KOMPETISI PEREBUTAN BEASISWA AKADEMI EQUELLA YANG KE-37. KOMPETISI YANG TELAH BERLANGSUNG LEBIH DARI SEABAD INI... BLA... BLA... BLA... "

Sambutan itu tak berlangsung lama. Maklum, ini bukan acara perayaan atau apa tetapi acara kompetisi. Lebih cepat dimulai lebih baik jadinya.

"SAATNYA KITA MEMASUKI ACARA INTI KITA YANG MUNGKIN AKAN BERLANGSUNG SELAMA BEBERAPA HARI, YAITU KOMPETISI DIANTARA 32 PESERTA YANG MASUK BABAK FINAL."

"LANGSUNG SAJA, KITA SAMBUT PASANGAN PERTAMA YANG AKAN BERTARUNG, ASTHON FRANKINE MELAWAN DUSTIN GILBERT. KITA BERI SAMBUTAN YANG MERIAH~"

Dua bocah yang sedikit lebih tua dari Ellio naik ke atas panggung. Keduanya saling membungkuk tanda melakukan salam. Tinggal menunggu gong dibunyikan, keduanya akan bertarung.

Dong!

Keduanya mulai bertarung dengan sengit. Karena ini babak final, tak ada skill yang disembunyikan. Mereka mengeluarkan semua kemampuan yang mereka punya. Apakah itu sihir atau menggunakan senjata sihir.

Wushhh!

Duarr!

Blarr!

Duarr!

Neva mengamati dengan penuh minat. Ini pertama kalinya dia menonton pertarungan semacam ini. Di zaman modern tidak ada yang seperti ini. Paling ada itu kompetisi karate, silat, tinju, dan yang sejenisnya. Tidak ada sihir maupun senjata sihir.

"PEMENANGNYA ADALAH DUSTIN GILBERT~"

Duel terus berlanjut, sampai tiba giliran Ellio. Lelaki kecil itu cukup beruntung mendapat nomor di awal.

"SELANJUTNYA, KITA SAKSIKAN PASANGAN SELANJUTNYA YANG AKAN BERTARUNG, GALELLIO PARRISH MELAWAN THEODORE BERNSTEIN. KITA BERI SAMBUTAN YANG MERIAH~"

Wah, giliran putranya! Neva berseru dalam hati. Menanti pertarungan berikutnya dengan campur aduk.

Ellio dengan langkah tegapnya maju ke arena. Selain penampilannya yang agak acuh, wajah si kecil itu memang terbilang diatas rata-rata. Jadi, cukup banyak yang membicarakannya.

"Apakah dia bangsawan?"

"Lihatlah wajahnya yang tampan itu!"

"Tidak tahu kuat atau tidak!"

"Apa hebatnya? Hanya menang tampang kan?"

"Heh, kau Galellio ya! Ku lihat kau agak hebat. Jangan lupakan aku, Theodore Bernstein, anak Count Bernstein pasti akan mengalahkanmu!"

Anak bangsawan? Kenapa arogan sekali? Ellio membantin.

Si kecil itu mengerucutkan bibir kesal mendengar nada arogannya. Dan perilakunya itu dianggap provokasi oleh Theodore.

"Kau! Awas saja! Aku takkan mengampunimu!"

Tidak tahu saja kalau ucapan kejamnya ini di dengar oleh seseorang di tribun VIP yang bertelinga tajam. Siapa lagi kalau bukan Algerion. Netra biru lautnya menatap anak sombong itu dengan tajam plus super singkat. Tak ada tahu apa yang dipikirkan olehnya.

Dong!

Ellio dan Theodore mulai bertarung. Sebagai anak bangsawan, Theodore memang bisa dibilang memiliki kemampuan diatas rata-rata. Tetapi ya, hanya diantara anak seusianya. Namun, sayang, dia kali ini bertemu Ellio—yang tentu bukan lawannya!

Sring!

Sringg!

Whush!

Blarr!

Duarr!

"Ah, kenapa anak itu tak membawa senjata?"

"Dia cukup hebat, ya."

"Tapi pasti dia akan kalah!"

Neva teringat kalau dia belum mampu membelikan Ellio senjata sihir. Maklumlah, senjata sihir sangat mahal. Dengan keuangannya yang hanya seberapa, dia benar-benar tak mampu membelinya.

Lihatlah Ellio yang bertarung dengan tangan kosong dan hanya mengandalkan sihirnya.

Dan lawan, dia membawa pedang sihir.

Sungguh malang sekali si kecil itu...

Neva merasa bersalah. Dia lupa kalau pertandingan ini harus menggunakan senjata pribadi. Namun hanya satu senjata saja yang diperbolehkan.

Algerion juga merasa bersalah pada sang putra. Ya, usai pertanidngan ini dia akan segera membelikannya senjata sihir terbaik. Tetapi bagaimana cara memberikannya pada si kecil itu?

Siapa tahu saat situasi mendesak, disaat oedang hendak mengenainya. Ellio menangkisnya dengan pedang es buatannya. Tentu saja, dengan mana Ellio yang banyak serta penguasaan gerakan yang fasih Ellio akhirnya memenangkan pertarungan.

"PEMENANGNYA ADALAH GALELLIO PARRISH~"

"Wah, hebat sekali lelaki kecil itu! Masih kecil sudah bisa mengubah sihir menjadi senjata!" seru Pamela di samping Neva dengan ekspresi kagum. Tak hanya Pamela, semua penonton bahkan para bangsawan banyak yang memuji.

Neva bangga dalam hati mendengar anaknya dipuji. "Benar, hebat sekali!"

Algerion pun begitu, anaknya benar-benar hebat. Namun, dia tahu itu bisa menimbulkan kecemburuan beberapa kalangan. Sepertinya, dia harus super ekstra menjaga anaknya itu.

****

Tbc.

Mother Of The Villain [END]Where stories live. Discover now