Part 17 | Moving to The Capital

82.1K 12.1K 257
                                    

Tersisa waktu sebulan lagi sebelum dimulainya kompetisi. Neva telah bersiap untuk pergi ke ibukota bersama Ellio. Semua barangnya sudah tertata rapi dalam tiga tas kain buatannya. Tinggal menunggu waktu keberangkatan saja.

"Ibu, apakah kita akan meninggalkan rumah ini selamanya?" tanya Ellio sedih. Lagipula sejak bayi, lelaki itu tak pernah tinggal jauh dari kediamannya. Walau mungkin banyak kenangan pahit di rumah ini. Tetapi tetap saja, dia agak tak rela meninggalkan tempat kelahirannya.

"Ibu juga belum tahu, Sayang! Kita lihat bagaimana kehidupan kita nanti di ibukota. Jika ibu bisa mengembangkan bisnis disana, kita bisa menetap disana nanti. Jika tidak, kita bisa kembali ke rumah ini, okay?"

Ellio mengangguk mengerti. "Begitu, Ibu."

Sebenarnya, Neva sendiri tak tahu apakah kehidupannya di ibukota akan lancar. Selain ada ancaman ditemukan Jenderal Algerion, dia juga belum punya tempat tinggal dan tempat berbisnis di ibukota sana. Neva tahu, harga tanah dan bangunan disana pasti sangat mahal. Yeah, Neva hanya berharap semoga dia bisa menemukannya nanti!

"Apakah Ellio sudah siap untuk pergi?"

"Iya, ibu!"

Semua barang bawaan kini telah dimasukkan ke dalam kereta kuda yang disewa Neva untuk perjalanan. Perjalanan ke ibukota membutuhkan waktu selama seminggu dengan kecepatan kereta kuda. Neva membantu Ellio naik, duduk manis di kereta.

Derap langkah kuda mulai terdengar, menandakan kereta telah berjalan. Wanita itu memperhatikan wajah putranya yang terus melihat ke belakang, tepatnya ke arah rumah lama yang ditinggalkan dengan raut sedikit tak rela. Neva tahu bagaimana perasaan lelaki kecil itu. Pasti cukup berat...

Perjalanan selama seminggu untungnya berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Mereka kini telah memasuki ibukota. Neva bersyukur sistem di dunia ini tidak melakukan pengecekan identitas di setiap kota, jadi dia bisa masuk dengan lancar. Pengecekan identitas hanya berlaku antar kerajaan saja, seperti model penggunaan passport begitulah intinya. 

Lagipula, jika ada pengecekan identitas, takutnya jika dirinya masih berstatus 'dicari' bukankah gawat baginya?!

Mungkin dia akan langsung ditangkap?

"Wahh, ramai sekali ya, Bu! Lebih ramai daripada di Easvest Village."

Neva menyetujui. "Benar, lagipula ini ibukota, Sayang."

"He'eum, rumah-rumah disini juga terlihat lebih besar dan bagus!" lanjut Ellio terus takjub akan lingkungan ibukota.

"Bu, lihat disana! Kenapa bangunan itu sangat tinggi dan terlihat dari kejauhan seperti menara berjajar saja?" tunjuk Ellio pada istana kerajaan yang terlihat dari kejauhan.

"Itu Istana Kerajaan, Sayang."

"Wah, terlihat sangat indah! Ellio tidak tahu apakah bisa kesana suatu hari nanti.... "

"Istana hanya dapat dikunjungi oleh bangsawan dan orang-orang penting saja." Neva memberi pengertian.

"Kenapa?" Kening Ellio mengerut.

"Itu demi keamanan Raja dan Ratu."

"Tapi kenapa kita tidak boleh? Kita kan juga tidak mau menyerang mereka?"

"Kita berbeda, kita hanya orang biasa Nak. Kecuali suatu hari nanti Ellio akan menjadi Ksatria maupun Prajurit Kerajaan, pasti Ellio bisa mendapat kesempatan mengunjungi istana."

Neva merasa bersalah menyembunyikan kebenaran dari Ellio. Kebenarannya putranya itu adalah salah satu keturunan bangsawan kan? Seharusnya bisa saja suatu hari mengunjungi istana jika kembali pada keluarga besarnya.

Neva menurunkan barangnya bersama Ellio di pinggir jalanan ibukota yang tampak ramai. Sebelumnya dia juga berpesan pada sang kusir agar menurunkan mereka di dekat penginapan agar tidak perlu berjalan jauh lagi.

"Untuk sementara kita akan tinggal disini, Sayang!"

Ellio memperhatikan bangunan bertingkat di depannya. Meski tak sebagus bangunan lain, tetapi tetap saja masih fantastis untuknya yang hanya anak desa.

"Wah, kita tinggal disini, Bu?"

"Iya, tapi hanya sementara."

"Kenapa sementara?"

"Karena kalau tinggal disini terus, itu akan mengeluarkan banyak uang. Selain itu, ibu juga akan mencari tahu apakah ada rumah yang dijual jika uang ibu mencukupi, jika tidak ibu akan menyewa rumah saja."

Ellio menarik pakaian ibunya, lelaki kecil itu teringat perkataan ibunya bahwa tinggal disini pasti menghabiskan banyak uang, dia tak mau menghamburkan uang begitu saja. "Tidak usah tinggal disini saja, Bu! Kita langsung cari rumah baru saja."

"Tapi mencari rumah bukan hal yang mudah, Sayang." Tutur Neva memberitahu.

"Kalau begitu, kita tinggal semalam saja disini. Istirahat dulu. Besok baru cari rumah, okay?" lenjut Neva menawarkan.

"Baik, Bu!"

Ellio mengangguk dengan berat hati. Bagaimanapun lelaki itu masih sedikit tak rela menghabiskan banyak uang ibunya.

Keesokan harinya, Neva dan Ellio langsung keluar dari penginapan dengan membawa barang mereka. Mereka naik kereta kuda lagi menuju departemen yang mengurus penjualan perumahan di ibukota.

"Halo, selamat datang di departemen kami. Apakah ada yang bisa saya bantu?" Petugas penjualan bertanya dengan sopan.

"Apakah ada rumah yang dijual? Kalau bisa yang harganya murah." Neva bertanya hati-hati.

"Ah, apakah Anda penduduk baru di ibukota?" Sebelum Neva menjawab, petugas itu melanjutkan, "Anda sendiri tahu sangat jarang ada perumahan murah di ibukota ini, tetapi jangan khawatir. Saya akan mencarikan dulu rumah yang sesuai spesifikasi Anda."

"Saya dulu pernah tinggal diibukota tetapi mengikuti suami ke luar kota." Neva menjawab beralasan.

"Ah, begitu." Petugas itu tak bertanya lebih lanjut tentang urusan keluarga orang lain.

"Anda bisa melihat, ini adalah data rumah-rumah termurah yang dijual di ibukota." Tak lama kemudian, petugas itu menunjukkan beberapa lembar denah serta harga rumah.

Neva melihat harga yang paling murah adalah 50 koin emas. Itupun rumah dilingkungan kumuh. Terlihat tak layak sama sekali.

Ah, bagaimana ini?

Meski dia menghasilkan uang selama beberapa bulan ini, tetapi Neva tahu penghasilannya tak cukup untuk membeli rumah di ibukota. Sepertinya dia harus menyewa saja.

"Kalau mau menyewa rumah, adakah rekomendasi menurut Anda? Intinya tidak terlalu mahal, namun lingkungannya cukup bagus."

"Tentu ada, Nyonya." Petugas itu menunjukkan lembaran.

Setelah melihat-lihat, Neva akhirnya menemukan sebuah rumah yang cukup layak. Walau sewanya agak mahal tetapi dia bisa bekerja keras untuk itu.

"Kalau begitu saya akan menyewa rumah ini."

"Baiklah, Anda bisa menunjukkan identitas serta menandatangani dokumen."

Haruskah?

Neva tahu ibukota memang ketat. Tetapi dia takut kalau dirinya masih berstatus 'dicari' oleh sang Jenderal. Namun, sudah lima tahun berlalu. apakah masih dalam pencarian?

Ugh, serahkan ini pada takdirnya saja!

Jika dia ditangkap, semoga mereka tak akan menyakiti Ellio nanti.

"Ini."

Setelah melalui formalitas, Neva akhirnya mendapat kunci serta dokumen sewa rumah. Padahal bukan zaman modern, tapi agak ribet urusannya. Namun, dengan adanya dokumen, memang sangat baik bagi penghuni agar tidak menimbulkan banyak masalah di kemudian hari.

Neva tak tahu setelah dia pergi, petugas penjualan itu mengirim pesan melalui surat kepada seseorang.

****

Tbc.

Mother Of The Villain [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt