Bagian 2 : Sendok Plastik Melayang

Start from the beginning
                                    

"Melas banget sendoknya patah," ucapnya dengan ekspresi menahan tawa. Ilham melihat ke arah Rani. Mereka saling pandang kemudian melihat ke arah sendok di genggaman Ilham dan saling melihat kembali.

"Hahahaha!" Mereka tertawa bersama, menertawakan kesialan Ilham dan sendoknya.

"Dasar, kayak anak anjing," ucapnya di sela-sela tawanya.

Tawa Ilham seketika langsung berhenti dan menatap Rani kaget. "Hah? Barusan kamu samain aku kayak anak apa?" tanyanya tak percaya dengan ekspresi kaget.

"Anjing." Rani kemudian tersadar sudah salah bicara. "Eh, maksudku kayak anak anjing yang gemes gitu loh, Kak, kayak puppy gitu, loh. Bukan lagi menghujat aku."

Ilham bertepuk tangan. "Wah, terima kasih! Untung kamu tidak menyebutku seperti babi. Aku merasa tersanjung."

"Kak Ilham tahu kan yang aku maksud anak anjing yang positif gitu?"

Ilham menggeleng. "Aku gatau, soalnya aku baru selesai berendam di sungai Nil," jawab Ilham asal seperti sedang merajuk.

"Dih, ngambek kayak cewek," cerca Rani.

"Kan hati mungilku terkejut, masak aku kayak anak anjing."

"Kan lucu, pas lagi makan sambil pasrah gitu kayak anak anjing lagi dimarahin dan kupingnya turun gitu."

"Tapi lebih lucu anak kucing, kenapa nggak kayak kucing aj---"

Rani menjejalkan ebi furai ke mulut Ilham untuk membungkamnya.

"Jadi mau diulang aja, nih? Wah, dasar Kak Ilham kayak Ngkus!" seru Rani dengan nada senang yang tidak ikhlas.

Sembari mengunyah makanan yang dijejalkan Rani, Ilham bertanya, "Ngkus apa?"

"Kucingku di rumah namanya Ngkus."

"BTW ini seriusan enak banget!" teriaknya berbinar setelah menelan makanannya. "Ini kamu yang masak sendiri? Kamu hobi masak, kah? Suka bikin kue, nggak?" lanjutnya bertanya dengan excited. Rani sampai kaget dibuatnya.

"Random banget sih abis sedih, ngambek, terus langsung bahagia nggak jelas. Lagian tanya satu-satu dong."

Ilham tertawa pelan. "Mon maap. Makanan enak itu mood banget soalnya."

"Itu ayahku yang masak. Aku suka masak, sih, tapi ayahku selalu maksa buat bikinin sarapan tiap hari. Kalau bikin kue aku bisa, tapi ayahku lebih pro."

"Wah. Tiga hari lagi ajarin aku bikin kue, dong!" pinta Ilham.

"Buat apa?"

"My bunda kesayangan ulang tahun. Niatku malemnya mau kasih kejutan spesial buatan aku sendiri, kebetulan ayahku juga balik dinas. Nah bunda aku ini nggak suka kue yang manis banget, terus dia juga suka banget makan ubi ungu. Bisa nggak ubi ungu dibikin kue?"

"Kayaknya bisa, sih, tapi aku nggak pernah coba bikin itu. Seingetku, ayahku dulu pernah bikinin buat ibuk. Apa mau diajarin ayahku aja?"

"Jangan, diajarin kamu aja. Bukannya mau modus loh, ya. Tapi kan aku malu kalau diajarin ayahmu."

"Nggak apa-apa, kok. Lagian kan aku izin dulu juga, di rumah soalnya nggak ada orang lagi selain ayah, takut dikira ngapa-ngapain."

"Malu aku."

"Nggak apa-apa, lagian temen-temenku juga sering minta ajarin bikin kue---tapi mereka cewek, sih, dan aku yang ngajarin---. Tapi, toh hari Jumat, ayahku siang udah kelar ngajarnya."

"Beneran nih? Kamu tanya aja dulu, mau apa nggak ngajarin. Jangan tanya di chat, tanya langsung aja. Jangan lupa kenalin aku dulu yang baik-baik. Misal, Ilham itu anaknya baik, sopan, ganteng, rajin bekerja dan penurut, mantu goals banget pokoknya."

"Idih, mana mau aku. Udahlah, nanti pas pulang aku tanyain, oke?"

"Iya, ntar tanyain juga misal boleh, bahannya apa aja. Ntar biar aku yang beli."

"Oke. Doain aja nggak lupa."

"Kalau lupa ntar aku chat dulu. Atau ntar di tempat les aku ingetin lagi. Kamu hari ini ada jadwal ngajar les, kan?"

"Oke, ada, kok."

Mereka pun akhirnya melanjutkan agenda makan mereka sambil berbincang. Sampai akhirnya teman-teman Rani datang dan mereka pun berpisah. Ilham pulang untuk mengerjakan revisi artikel ilmiahnya, dan Rani melanjutkan kelasnya.

###

Terima kasih sudah membaca sampai sini hehew.

Kalau aku bilang, "Tunggu ada 2 komentar baru lanjut update next." Bisa gak ya.
🥹🤣
Komen, skuy.
❤️

Semara LokaWhere stories live. Discover now