Bab 5

834 179 11
                                    

"Mas!" Kalina yang baru keluar dari kamarnya, langsung mengepalkan tangan, meminta tos dengan Adnan yang terlihat baru saja keluar kamar juga. Adnan tersenyum, membalas kepalan tangan sang adik lalu mengusap kepalanya lembut.  "Hari ini, rencananya mau ngapain, Mas?"

"Nganterin kamu ketemu calon suamimu," jawab Adnan yang sukses membuat Kalina langsung menatap kakaknya itu.

"Hah? Aku mau ketemu Mas Raif?" tanyanya langsung yang tentu saja diangguki Adnan. "Mau ngapain, Mas?" Lanjutnya lalu menggandeng tangan Adnan untuk sama-sama berjalan menuju ruang tengah, ya, sebenarnya tadi Hasan memanggil mereka berdua.

Raif? Calon suami?

Jika kalian menebak Raif sudah benar-benar menjadi calon suami Kalina dan acara khitbah mereka sudah terjadi, kalian benar. Setelah sekitar dua minggu mereka melakukan taaruf, keduanya akhirnya memutuskan jika semuanya akan dilakukan. Jadi, dua hari yang lalu, Kalina sudah resmi di khitbah oleh seorang Raif.

Bukan karena paksaan, juga bukan karena permintaan orang tua keduanya. Mereka benar-benar menerima setelah sama-sama mempertimbangkan dan salat istikharah. Lagi pula, Kalina sungguh tidak memiliki alasan untuk menolak Raif, laki-laki itu sungguh membuatnya yakin, pun begitu bagi Raif.

Ah iya, pernikahan mereka akan dilaksanakan sekitar satu bulan lagi, lebih cepat persiapannya karena Kalina sendiri yang meminta jika acara pernikahannya hanya akad dan syukuran kecil untuk keluarga saja tanpa adanya resepsi. Dan itu sama-sama disetujui oleh kedua belah pihak keluarga.

"Mas Adnan belum jawab pertanyaan aku loh." Kini, keduanya sudah duduk di sofa besar depan televisi. "Kok tiba-tiba banget? Maksudnya kenapa aku baru tau, Mas?"

Adnan menghela napas. "Mas lupa bilang ke kamu tadi malem, Kal. Raif kemarin bilang kalau hari ini Tante Ayu ngajak kamu buat cocokin baju pengantin, pilih cincin juga," jawabnya. "Hari ini ba'da zuhur kok, tenang aja, masih jam sembilan juga ini."

Kalina menyandarkan badannya sembari mengangguk. "Lagian Mas Raif tuh kenapa enggak langsung chat aku aja, ya? Masa ya, Mas, selama taaruf dan udah acara khitbah pun, Mas Raif cuma pernah chat aku dua kali? Minta simpan kontaknya, terus bilang makasih."

Adnan terkekeh. "Bagus dong, lagian kalau masih bisa Mas sampein ke kamu, ya bagus dia bilangnya ke Mas," balasnya, "harusnya kamu seneng dong, Kal. Berarti Raif laki-laki yang menjaga batasan tuh. Bagus, Mas suka."

"Lagi ngomongin apa, nih?" Kalina dan Adnan menoleh, melihat Hasan yang kini tengah berjalan mendekati mereka. "Seru banget kayaknya." Lanjutnya setelah duduk di antara Adnan dan Kalina.

"Ini, Yah. Hari ini Kalina mau cocokin baju pengantin sama pilih cincin," jawab Kalina tersenyum. "Di anterin Mas Adnan nanti."

Hasan tersenyum hangat. "Udah tau Ayah, orang Raif juga izin ke Ayah kok," katanya, "kamu hari ini sama uminya Raif juga, terus Mas Adnan sama Ayah mau ngurusin hal lain, ya?"

"Oh, jadi hari ini Ayah sama Mas Adnan juga mau pergi?" tanya Kalina.

Hasan mengangguk. "Iya."

"Ya udah, berarti hari ini aku enggak usah masak aja, ya?" Kalina kini meneggakan tubuhnya setelah beberapa detik terdiam. "Iya juga, ya, Yah ... nanti kalau Kal udah nikah, pasti ngikut Mas Raif, berarti nanti nggak ada yang masakin ya," ucapnya melemas.

Hasan menatap putrinya, tangannya bergerak mengusap kepala Kalina dengan lembut. "Enggak usah kamu pikirin, Kal. Lagian kalau masak doang mah Ayah bisa, Masmu juga bisa kan?"

"Bisa, Yah. Bisa buat kebakaran," celetuk Adnan sembari tertawa renyah. Kini, tangannya mengacak rambut Kalina lembut. "Enggak usah dipikirin, Mas sama Ayah ini bukan anak lima tahun kok, Kal."

RALINAWhere stories live. Discover now