21. Realita Tak Seindah Ekspektasi

771 73 8
                                    

◎H a p p y    R e a d i n g◎

✨📚✨

Hari demi hari berlalu dengan cepat. Kabar baik, Luna juga sudah kembali petang kemarin, lengkap dengan sekardus penuh buah tangan khas Surabaya. Namun, kabar buruknya, Airil sama sekali belum melakukan hal apa-apa untuk Serena, sementara sisa waktunya semakin berkurang. Jujur, Airil tidak bermaksud demikian. Hanya saja, setiap kali dirinya melihat Steven, kerinduan pada keluarganya langsung menyeruak paksa dari lubuk hatinya yang paling dalam.

"Airil?"

Dan berakhir, ia sama sekali tidak menolong Serena. Malah hanya sekedar menebar janji palsu di sekitar gadis itu.

"Airil?"

Jika waktu bisa berhenti sebentar saja, Airil berharap waktu berhenti saat ini juga. Ia ingin beristirahat sejenak. Lepas dari beban pikirannya selama ini. Bisakah?

"AIRIL!"

Airil tersentak. "I-iya?" jawabnya gagap. Gadis itu reflek menyeka air matanya di sudut matanya yang tetiba saja mengucur deras.

Tepat di hadapan Airil, Luna berdiri dengan tatapan menyelidik. "Lo kenapa sih? Kenapa nangis? Ada masalah selama gue ngga ada disini? Serena gangguin lo?" tanya Luna beruntun.

"Engga kok. Gue ngga pa-pa, Luna." Airil menjawab pelan. Tak lupa, senyuman khasnya juga ia perlihatkan.

Luna ikut tersenyum. "Ril? Lo bohong." Namun, bukan senyuman yang sering ditunjukkannya selama ini. "Kenapa? Kenapa harus bohong? Apa gue segitu ngga bisa dipercaya ya?" tanyanya. Menyesakkan.

Airil tak menjawab. Lebih tepatnya, gadis itu tak tahu harus menjawab apa.

"Yaudahlah, Ril. Ngga usah jawab. Gue udah tahu jawabannya, kok." Luna kembali mendudukkan diri di samping Airil setelah bel masuk yang juga sudah berbunyi nyaring.

Airil menoleh cepat. "Bukan git-"

"PAGI, SEMUA!! SEKARANG, BUKA HALAMAN 96. KERJAKAN SOAL YANG TERTERA DISANA. SAYA TUNGGU HINGGA PUKUL 10.05!! CEPAT KERJAKAN!!"

Suara menggelegar milik Pak Dani langsung menggema ke seluruh sudut kelas. Membuat mereka yang tadinya asik dengan dunia sendiri berubah jadi kaku bak kanebo kering yang sudah lama tak diberi air.

"BAIK, PAKKKK!" sahut seisi kelas kemudian. Tanpa banyak bertanya lagi, mereka langsung mengerjakan tugas yang diberikan Pak Dani, sebab guru killer itu takkan segan-segan memarahi habis-habisan siswa yang terlalu banyak tanya.

Contohnya saja, Revan. Cowok itu pernah kena sembur Pak Dani hanya karena ia menanyakan lebih lengkap tentang tugas yang diberikan guru berkepala plontos itu. Kalian tahu apa yang dikatakannya?

"KAMU TIDAK MENDENGAR YANG SAYA UCAPKAN TADI?! SUDAHLAH, LEBIH BAIK KERJAKAN SAJA!! TIDAK USAH BANYAK BICARA!! SAYA PERGI SEBENTAR!!"

Dan setelah itu? Dia pergi tanpa sepatah kata pun, meninggalkan kelas tanpa pengawasan siapa pun.

"Bagus! Kalau begitu saja pergi dulu!! Dimas, tolong jaga kelas ini!! Jangan sampai ada yang keluar masuk kelas tanpa izin dari kamu!! Saya tidak mau mendengar jika ada keluhan para guru tentang siswa dari kelas ini!! Paham semua?!" tegas Pak Dani. Matanya menyolot tajam pada satu per satu siswa.

"Baik, Pak." balas Dimas seadanya.

"Ya sudah. Kalau begitu, saya pergi dulu. Ingat ya! Kumpulkan tugasnya sesuai jam yang sudah saya tentukan." Baru kemudian, Pak Dani berjalan cepat meninggalkan kelas dengan tegap.

Namun, belum sampai semenit. Keadaan kelas sudah kembali ricuh dengan banyak ocehan pedas yang keluar dari para mulut siswa. Mereka sibuk mengumpati Pak Dani yang kelewat menyebalkan itu.

What The Hell?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang