Dia Pikir, Burung Terbaik Bisa Hidup di Mana Saja

11 7 0
                                    

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Elang tak sabar menunggu bel pulang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Elang tak sabar menunggu bel pulang. Tak heran jika anak itu langsung menghambur ke luar kelas ketika mendengarnya. Elang menerobos kerumunan anak lain di gerbang. Akan tetapi, angkot jurusan Elang tak kunjung datang. Sekalinya ada, langsung diserbu siswa lain hingga tak menyisakan ruang untuknya. Apa boleh buat. Elang berlarian. Tidak ada waktu untuk sekadar menunggu angkot berikutnya.

Butuh lima belas menit lamanya untuk tiba ke rumah. Begitu membuka pintu, Elang mendapati sosok wanita berusia kepala empat yang sedang serius sekali menjahit pakaian. "Elang? Kenapa?"

Anak laki-laki itu masih kesulitan mengatur napas. "Aku ... mau ketemu Ayah, Bu."

Berbulan-bulan sejak ayahnya dirawat di rumah sakit karena terpapar zat berbahaya dari konstruksi tempat ia bekerja. Elang tak pernah menjenguknya karena telanjur kecewa dengan keputusan sang ibu. Akan tetapi, pada akhirnya ... yah, Elang sendiri yang menyadari bahwa mereka bukanlah keluarga berada. Ibu perlu bekerja lebih keras untuk biaya rumah sakit juga sekolah Elang. Menitipkan dagangan di warung Ceu Nenih, menjahit, jadi buruh harian untuk membantu pekerjaan rumah Bu Dede seperti menyetrika dan mengasuh cucunya ... semua itu Ibu lakukan.

Mungkin, Ibu juga menyekolahkan Elang ke Pertitas yang jaraknya paling dekat dengan rumah agar tidak memakan lebih banyak biaya ongkos untuk pulang-pergi. Ibu teramat bekerja keras ... sementara Elang berlagak sebagai korban hanya karena sekolah di Pertitas.

"Elang?" Masih tak percaya, Ibu ingin meyakinkan diri bahwa yang berada di hadapannya saat ini memanglah putra sematawayangnya.

Egoisme itu berhasil dikalahkan. Elang mendekap Ibu dengan erat. "Makasih, ya, Bu ... makasih udah sekolahin Elang di Pertitas."

Ya. Entah di palung ataupun awan mendung, burung terbaik bisa hidup di mana saja. Dapat nilai terendah sekalipun, Elang tetaplah Elang. Cukup sampai di sana.

 Cukup sampai di sana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Dia Pikir, Burung Tidak untuk Hidup di PalungWhere stories live. Discover now