Pada Akhirnya (Berakhir)

22.2K 506 1
                                    

"Yah—Naya mau pulang. Kita gak makan enak lagi," celetuk Esa menghampiri dua sejoli yang sedang bermesraan sambil membereskan barang bawaan.

"Iya, di sini aja, Nay. Daripada disakitin lagi," cibir Alvin ikut menimbrung.
"Kalo dia selingkuh lagi ke sini aja, Nay."

"Lu berdua mau diem apa gua gampar?" geram Reno.
"Mau dong aku digampar Reno, AW," canda Alvin.

"Udah—udah." Tangan Naya menahan tubuh Reno yang ingin mengejar Alvin dan Esa.

"Mereka ngeledekin aku terus dari tadi." Reno merajuk.
"Mangkanya kamu jangan marah-marah, nanti diledekin terus sama mereka."

Setelah permohonan maaf Reno tadi malam, esok harinya Naya menuruti permintaan suaminya itu yang mengajaknya untuk pulang.

Mereka berpamitan kepada para penghuni kos. Naya berterima kasih kepada mereka, terutama Melani yang mau menampungnya sementara waktu.

"Nay, kalo ni orang macem-macem lagi sama kamu, aduin aja ke aku." Melani menatap tajam mata Reno.
"Iyah—" kekeh Naya.

"Lu juga jangan aneh-aneh lagi," ujar Rian kepada Reno.
"Hmm—"

"Kita pamit ya, dah—" Naya melambaikan tangan mungil Rolan.
"Dadah Rolan, nanti kapan-kapan aku main ke rumah kamu," balas Melani.

×_+

Reno membuka mata dari tidur siangnya yang nyenyak. Reflek tangannya mengecek sisi ranjang di sebelah kanan.

Kosong...

Dia kembali mengecek sekelilingnya. Dalam box bayi pun Rolan tidak ada di situ. Kamar mandi, balkon, istri dan anaknya tidak ada di sana.

Kepanikan seketika muncul dalam dirinya. Terus menerus dia hubungi nomor Naya. Namun, tak ada jawaban. Seingatnya pagi tadi, dia sudah berhasil membawa Naya pulang. Apakah semua itu hanya mimpinya saja? Atau Naya meninggalkannya lagi?

Di tengah detak jantung Reno yang berdetak tak karuan, pintu apartemen terbuka. Muncul sosok Naya dengan Rolan di gendongannya sedang tertidur.

Reno langsung menyergap tubuh Naya dengan pelukan yang tak ingin dilepaskan.

"Kamu kemana sih, Nay? Aku kira kamu ninggalin aku lagi," parau Reno.

"Aku gak kemana-mana kok, abis belanja aja di bawah. Kulkas kamu kosong gak ada apa-apa. Seminggu ini kamu gak belanja makanan, ya?" Naya membalas pelukan Reno dan mencoba menenangkan.

"Kenapa gak bangunin aku? 'Kan bisa aku anterin."
"Kamu tadi tidur pules banget, gak enak aku banguninnya." Tangan Naya naik ke atas, mengelus rambut Reno.

Reno membantu menata belanjaan yang Naya beli di minimarket dekat apartemen. Selesai itu, dipeluknya Naya dari belakang, lalu ikut memandangi Rolan yang terlelap di dalam box bayi.

"Anak kita cepet gedenya, ya." Reno memotret anaknya yang sedang tidur. Dia tidak ingin melewatkan momen anaknya bertumbuh kembang. Jangan seperti masa kecilnya yang tidak pernah diabadikan.

"Perasaan pas lahir dia kecil banget, tapi gak kecil-kecil banget sih. Imut ya 'kan?" Reno larut dalam ucapannya sendiri.
"Apasih kamu." Naya mencubit pelan lengan Reno. Mereka pun tertawa kecil.

Naya tidak menyangka dirinya bisa sampai ke tahap ini, mempunyai anak walaupun hasil dari kelalaiannya dalam menjaga diri.

Awalnya dia sempat iri melihat teman-temannya yang menjalankan tugas di kampus hingga yang sibuk mengejar karir. Namun, pada akhirnya setelah Rolan lahir, kecemburuan itu tergantikan oleh seorang bayi mungil yang selalu menghiburnya.

"Bu—" Seketika Naya langsung mengerti mau Reno.
"Aku kangen 'itu'"

"Jadi ini alasan kamu hari ini gak kerja?" Naya membalikkan tubuhnya menghadap Reno.
"Ya 'kan gak setiap hari sabtu sama minggu aku harus kerja, ada liburnya juga dong."

Tanpa banyak bicara lagi, Naya lebih dulu mencium bibir Reno. Mereka pun saling melumat satu sama lain. Tidak ada yang ingin kalah.

Naya mendorong tubuh Reno ke ranjang. Sambil membuka pakaiannya dia menaiki tubuh Reno tepat di atas selangkangan laki-laki itu. Dirasakannya benda hangat yang berontak ingin keluar.

Jantung Reno kembali berdebar dan wajahnya dihiasi senyuman nakal. Dengan gesit Naya membuka celana pendek laki-laki di bawahnya.

Kini tak ada sehelai benang pun yang melekat pada tubuh mereka. Tangan Reno ingin menggapai laci di samping ranjang untuk mengambil pengaman. Namun, tangannya diraih oleh Naya.

"Gak usah," ucap Naya masih malu-malu.

Reno menatap Naya heran dan bingung sambil menaikan satu alisnya. "Serius? Nanti kamu hamil."

"Aku minum pil KB." Wajah Reno kembali semringah.

Sore ini, Naya yang mengambil alih permainan, untuk memuaskan Reno. Mereka bercinta ditemani oleh sinar matahari sore yang perlahan mulai menghilang.

Suara desahan menyatu dengan bunyi nyaring antar kelamin yang saling bertabrakan. Cermin pada lemari pakaian menjadi saksi percintaan mereka.

.

"Nay, kamu gak mau punya anak lagi, ya?" tanya Reno sambil menciumi bahu telanjang istrinya.

"Maksudnya?" bingung Naya.
"Itu kamu minum pil."

"Hmm-gak tau sih, buat jaga-jaga aja. Kamu sendiri, mau punya anak lagi?"
"Aku sih mau, tapi 'kan yang hamil kamu. Jadi terserah kamu." Satu kecupan pada bibir Naya.

"Emang kamu kepengen banget ya punya anak lagi." Tangan Naya mengelus dan mencubit ringan pipi Reno.

"Sebenernya biar aku lebih giat aja cari uang, buat beli rumah kalo punya anak lagi," tutur Reno dengan tatapan serius.

"Tinggal di sini juga gak apa-apa."
"Di sini sempit, Nay. Anak kita 'kan bertumbuh, apalagi kalo punya anak lagi."

"Pokoknya sekarang kita nikmatin aja dulu, gak usah buru-buru. Nanti juga ada waktunya. Mungkin pas Rolan umur lima tahun baru aku mau hamil lagi." Naya membalas ciuman Reno.

Mereka kembali berciuman. Reno mengambil posisi berada di atas Naya.

"Aku cinta banget sama kamu, Nay. Jangan tinggalin aku lagi."
"Aku juga cinta kamu."

Naya menjambak pelan rambut belakang Reno ketika sesuatu yang panjang dan hangat berhasil menembusnya.

Tanpa sadar kaki Naya telah melingkar pada pinggang Reno. Saking nikmatnya permainan itu, mereka satu sama lain tidak ingin saling melepas.

Dari atas sampai bawah, tubuh mereka saling bertautan hingga mencapai puncak kenikmatan birahi.

Air di Atas AwanWhere stories live. Discover now