Penuh Tangis

12.9K 480 4
                                    

Menjelang terbitnya matahari, Reno terbangun sambil mengerjapkan matanya. Dia baru sadar hari ini masih hari kerja. Dia harus segera pulang untuk bersiap bekerja.

Ketika ingin buang air ke kamar mandi, Reno melihat Naya yang baru saja keluar dari kamar Melani sambil menggendong Rolan yang anteng dengan dot di mulutnya.

Reno mengurungkan niatnya untuk ke kamar mandi, dia mengikuti Naya yang menuju ke dapur.

Selama menumpang di kamar Melani, setiap pagi Naya selalu membuatkan temannya itu sarapan. Sesekali juga membuatkan sarapan untuk penghuni kos yang lain walaupun tidak semuanya kebagian.

Dia pun tidak keberatan dan memang sudah menjadi kebiasaannya sehari-hari, bangun pagi dan memasak sarapan, bahkan sebelum bertemu dengan Reno.

"Kakak duduk di sini ya, ibu mau masak dulu." Reno mendengar ucapan Naya dan melihat anaknya didudukan di kursi panjang dekat meja makan. Rolan pun disibukkan dengan boneka mainannya.

Reno mendekati Naya, lalu memeluk tubuh istrinya itu dari belakang.

"Aku kangen kamu," bisik Reno.

Naya merasakan hembusan napas Reno di bahunya. Sebenarnya dia juga rindu dan ingin sekali membalas pelukan laki-laki di belakangnya. Namun, dia harus menahannya.

"Lepas! Aku mau masak." Naya melepaskan dirinya dari Reno. Dia ingat omongan Melani tadi malam, yang mengharuskannya lebih tegas menghadapi sang suami.

"Tapi, aku kangen dia, Mel." Naya ingin menemui Reno.

"Sekali-kali kamu harus tegas, Nay. Biar dia gak seenaknya sama kamu. Udah biarin aja, tunggu dulu sampe dia sadar."

"Yah, yah—" Reno menoleh ke arah Rolan. Dot yang tadi dihisap bayi itu telah terjatuh ke lantai, begitu juga dengan mainan di tangannya.

Rolan mengenali dan memanggil-manggil ayahnya meskipun belum jelas.

Digendongnya Rolan oleh Reno. "Kakak kangen sama ayah?" Saking rindunya Reno menciumi setiap sisi wajah Rolan. "Maafin ayah, ya."

Reno membawa Rolan ke halaman belakang untuk menyaksikan penampakan sinar matahari pagi.

Naya mengintip interaksi ayah dan anak itu dengan ujung matanya. Rasanya dia ingin menangis.

"Yah, bu, bu—"
"Mau ke ibu?" Reno berjalan menghampiri Naya.

"Nay, aku mau pulang dulu, siap-siap kerja. Nanti pulang kerja aku ke sini lagi, buat jemput kamu." Dengan cepat Naya mengambil alih Rolan tanpa menatap Reno.

"Kakak, ayah kerja dulu ya." Dikecup lagi kening Rolan. Begitu ingin mencium sang istri, Reno mengurungkan niatnya karena respon tubuh Naya yang seakan mengusirnya.

Selang beberapa menit, terdengar suara motor Reno yang semakin mengecil. Laki-laki itu benar-benar pergi. Naya menghapus air matanya yang belum sempat keluar, kemudian lanjut memasak.

"Kalo kangen bilang aja kali." Suara seorang laki-laki mengejutkan Naya.

"Apaan sih, Vin."
"Sini Rolan biar gua yang jagain." Alvin mengajak Rolan bermain di lantai.

"Gak usah ikutin omongan Melani, Nay. Ikutin aja kata hati lu. Ya, walaupun emang brengsek sih tu orang, tapi gua yakin dia cuma cinta sama lu," omongan Alvin ada benarnya juga.

Ketika Naya ingin menuangkan makanan ke mangkuk, Rolan tiba-tiba menangis.

"Lah, kok nangis, ayo main sama aku. Kamu gak mau main?" Rolan malah semakin menangis saat Alvin menenangkannya.

"Iya, iya ibu udah selesai." Digendongnya Rolan. "Itu sarapannya udah jadi, Vin. Tinggal tunggu nasinya mateng aja."

"Wah asik, makasih ya. Kalo gitu mending lu gak usah baikan sama Reno, biar di sini ada yang masakin makanan." Alvin mendapat jintakan dari Melani yang ingin mengambil minuman.

Air di Atas AwanOnde histórias criam vida. Descubra agora