Maka, yang terbaik memang melepaskannya, kan?
"I know. That's why you shouldn't be with me."
"That's not enough, Jun. Everything you have said is not enough! Aku butuh jawaban yang masuk akal! Aku butuh lebih dari sekadar pengakuan kalau diri kamu itu brengsek! Aku butuh closure yang jelas, Juno. Aku butuh tahu, dosa apa yang pernah aku lakuin ke kamu sampai kamu bisa segini jahatnya sama a—"
"Stop blaming yourself, Ra, please!" Juno memotong cepat, dengan seruan yang tenang, tapi terasa dalam. Sera mau tak mau berhenti bicara, fokusnya saat ini terpusat pada Juno, seutuhnya. "Semua kesialan dan ketololan yang ada di hubungan kita kemarin itu... sepenenuhnya salahku."
Sera tersenyum pahit. Tatapannya kini tertuju pada kedua manik Juno. Meski samar, ia dapat melihat mata laki-laki itu kini mulai berkaca.
"Selama ini aku diam, karena aku nggak mau nyakitin kamu, Ra."
"Memang kamu pikir, sikap dingin kamu beberapa bulan terakhir ini nggak nyakitin aku? I just need you to be honest. Sepahit apa pun itu, please, Jun. Aku mau dengar."
Namun, Juno kembali diam. Seakan ada rahasia besar yang sekuat hati ia tutupi.
Tak ingin menjadi lebih gila dan tenggelam dalam rasa penasaran yang tak masuk akal, Sera pun melontarkan tebakannya, "Apa ada orang lain? Cewek lain yang tiba-tiba bikin kamu jatuh cinta di tengah hubungan kita yang kata kamu nggak lagi berfungsi itu?"
Juno tak langsung menjawab. Tiba-tiba, ia merapatkan jaraknya dengan Sera yang kini mematung di tempatnya berdiri, tangannya meremas lembut kedua bahu sang mantan kekasih, mencoba menguatkan gadis itu lewat sentuhannya, sebelum akhirnya berkata, "I'm so sorry, Ra."
Sera menelan salivanya susah payah. Kedua bola matanya tiba-tiba terasa panas, tak mampu menghalau butir-butir air mata yang sudah tertahan entah sejak kapan.
Orang ketiga. Jadi benar. Juno meninggalkannya karena laki-laki itu mencintai wanita lain.
"Well, is that... Rain?" Sera menebak, bermodalkan sisa-sisa asumsi yang hingga kini masih menghatuinya.
Tanpa perlu menebak, sebenarnya Sera tahu benar siapa 'orang lain' yang Juno maksud dalam pengakuannya tadi. Tetapi... entahlah, bibirnya seperti bergerak sendiri. Sera ingin sekali mendengar nama itu keluar dari bibir Juno secara langsung. Dia ingin sekali lagi memastikan, bahwa lelaki yang selama hampir lima tahun dia cintai ini, nyatanya tak pernah mencintainya balik, dan justru mencintai sahabatnya.
"For God's sake. Aku sayang sama kamu, Ra. Tapi rasanya nggak kayak dulu, rasanya beda. Aku kira, aku cuma jenuh. That's why aku bikin jarak sama kamu. Aku berharap setelah itu perasaanku ke kamu bisa balik kayak dulu, tapi ternyata bukan itu sumber masalahnya.
"Rain bukan cuma sekadar sahabatku dari kecil, Ra. Dia cinta pertamaku. Selama ini, aku pikir perasaan konyolku buat Rain itu udah selesai sejak kita lulus SMA, tapi ternyata belum. Aku belum bisa sepenuhnya lepas dari Rain, dan itu sama sekali bukan salah kamu.
"Selama pacaran sama kamu, bukan aku nggak cinta, tapi entah kamu sadar atau enggak, aku nggak pernah bisa kasih seratus persen hatiku buat kamu. Selalu ada Rain. Selalu ada dia, Ra..."
Sera melangkah mundur, kemudian menjatuhkan dirinya ke atas sofa. Gadis itu mulai menyisir helaian rambutnya yang jatuh dengan sela-sela jari. Kepala gadis itu kembali terangkat, menatap Juno.
Di saat-saat seperti ini, seharusnya air mata patah hatinya mengalir sederas kemarin, kan? Namun yang terjadi justru sebaliknya, Sera tak merasa ada yang ingin keluar dari kelenjar air matanya. 'Telaga' itu sudah kering, entah sejak kapan.
"Kalau kemarin aku tetap mempertahankan hubungan kita, sementara hatiku nggak benar-benar buat kamu... hukuman gantung dari kakak-kakak kamu kayaknya juga masih belum sepadan buat nebus dosaku ke kamu." Juno tertawa kecil, mencoba berkelakar dengan segala dukanya.
"A few days ago, before I went crazy at Empire, I tried to be honest with Rain." Juno menarik napas panjang, memberi jeda sebelum kembali mengorek luka lamanya. "Aku bilang... aku cinta sama dia. Perasaan itu nggak pernah berubah sejak kami masih sama-sama SMA, atau mungkin... SMP, aku nggak inget kapan pertama kali rasa itu ada.
"Aku juga bilang, itu salah satu alasan kenapa akhirnya aku ngelepas kamu, Ra... And as I expected... she got very angry." Tawa duka itu kembali sampai di telinga Sera.
"Itu bukan kali pertama aku bilang cinta sama dia, dan bukan kali pertama juga dia nolak aku. Tapi rasanya masih semenyebalkan itu, rasanya masih... semenyakitkan itu. Jadi aku pergi ke Empire. Dan yah... aku lihat kamu ada di sana malam itu.
"I don't mean to hurt you at that time. Tapi kamu terlalu ikut campur, Ra. Kamu... dan Riga Riga itu, I don't know why, is made me even angrier. Tanpa sadar, aku malah jadiin kamu objek kemarahanku atas penolakan Rain.
"Hal itu, ternyata udah berkali-kali aku lakukan ke kamu selama kita pacaran, aku pun baru sadar. Setiap kali aku ada masalah sama Rain, pasti kamu yang secara nggak sadar aku salahkan. Yeah... aku emang sebrengsek itu, Ra."
Mendengar semua pengakuan Juno barusan, membuat Sera kehabisan kata. Gadis itu sampai bingung harus berkespresi seperti apa. Rasanya... saat ini wajahnya mati rasa. Dia tak dapat tersenyum, ataupun mencebik kesal.
Persetan dengan segala teori yang mengatakan bahwa segalanya datang dalam satu paket. Bagi Sera, paketnya kali ini datang dengan tidak sempurna. Sakitnya memang datang, tapi tidak dengan obat penawarnya.
Berbulan-bulan Sera menghabiskan waktu untuk menyalahkan dirinya sendiri. Berbulan-bulan Sera meratap, berpikir bahwa dirinya tak cukup baik untuk siapa pun. Nyatanya, apa yang selama ini berputar dalam kepalanya tidaklah benar. Bukan dia, tetapi Juno. Lelaki itulah masalahnya.
"Apa dia juga yang minta kamu dateng ke sini?" Sera menebak tanpa mampu menyembunyikan nada sinisnya.
Juno dengan egonya yang tinggi itu tak mungkin mau mengorbankan harga dirinya untuk repot-repot datang ke rumah Kenta,dan meminta maaf. Sera yakin, di balik kedatangan Juno hari ini, ada 'kekuatan' besar yang telah mendorong laki-laki itu.
"Kalau kamu diam, aku anggap tebakanku benar."
"Bukan berarti aku nggak benar-benar mau minta maaf sama kamu, Ra. Aku cuma... terlalu pengecut."
"To be honest, you deserve it, Jun." Sera membalas tatapan Juno dengan sebersit senyum yang dipaksakan, berusaha tetap mengangkat kepala meskipun saat ini yang ia inginkan adalah membenamkannya, di mana pun itu. "Semua penolakan Rain... you really deserve it."
Sera menarik napas dalam-dalam. Situasi yang menghimpitnya saat ini benar-benar membuatnya sesak. Sekali lagi dia mencoba menatap Juno. Dan untuk kali ini, Sera tak mau lagi-lagi dipermainkan oleh sisi melankolisnya.
"Everything is clear now. Kamu bisa pergi sekarang. Dan... ayo jangan ketemu lagi."
-With or Without You-
Huft!! Setelah bongkar pasang dan gonta-ganti plot ke sana-ke mari, akhirnya bab ini selesai juga ditulis (setelah stuck hampir dua bulan dan mulai depresot bin prustesong).
Bab 24 ini salah satu bab yang susahhh banget aku tulis, karena jujurrrrr, aku sempet bingung cerita ini mau dibawa ke mana :'D. Maklum, WoWY ini draft 2018 yang baru sempet aku lanjutin lagi, jadi aku udah lupa sebenernya ini ending-nya kek mana :"
Tapi tenang besties, aku udah ikrar sama diriku sendiri, pokoknya aku harus tamatin buku ini dulu sebelum publish cerita baru, biar tidak ada yang menggantung di antara kita. Ea.
BISMILLAH SEMOGA MINGGU DEPAN BISA UPDATE LAGI. VOTE + KOMENNYA YA! MWAH!
Ps. Follow IG akuhh: bluenutcracker
YOU ARE READING
With or Without You
RomanceSetelah hampir lima tahun berpacaran. Juno tiba-tiba memilih untuk mengakhiri hubungannya dengan Sera, tanpa alasan. Sera yang dulu menjadi bagian penting bagi hidup lelaki itu, mendadak menjadi tak ada artinya, sama sekali. Seharusnya Sera membenci...
Let Him Go Again
Start from the beginning
