"Remember all the sadness and frustration. And let it go... let it go..." – Iridescent (Linkin Park)
***
Sudah berapa banyak artikel tentang dirinya dan Riga yang Sera baca dalam kurun waktu setengah jam terakhir ini? Mungkin sepuluh? Dua puluh? Atau lebih? Entahlah...
Artikel-artikel dengan headline menyudutkan yang biasanya membuat Sera panik dan uring-uringan itu, entah mengapa kali ini justru membuatnya... puas.
Sera menarik sudut bibirnya ke arah berlawanan. Bahkan, saat ini dia sudah tak lagi memikirkan bagaimana caranya mengenyahkan cap 'orang ketiga' yang kini melekat pada dirinya. Weird enough?
"Kenapa?"
Sera mengangkat kepala, mata gadis itu berpindah dari layar ponsel menuju Riga yang kini berada di balik kursi kemudi.
Kemarin, setelah mendapat kabar bahwa Sera akan kembali ke Bali dan menetap di sana, Riga meminta Sera untuk lebih dulu menemaninya pergi ke suatu tempat—yang sampai hari ini masih tak Sera ketahui pasti, ke mana laki-laki itu akan membawanya.
Berhubung Sera tak tahu kapan akan kembali lagi ke Jakarta dan bertemu dengan lelaki itu, maka dia mengiyakan saja ajakan tersebut tanpa banyak bertanya.
"Nggak apa-apa. Cuma lucu aja bacain komen-komen netizen di akun gosip Instagram. Mereka bilang, 'Riga nih definisi buang berlian, demi batu kali'. Yah, kalau dibandingin sama Pavlinka mah, batu kali juga kebagusan nggak sih buat gue?" sahut Sera, diakhiri tawa renyah yang justru membuat telinga Riga sakit mendengarnya.
Riga melirik layar ponsel Sera sekilas. Dengkusan tak suka pun terdengar setelahnya. "Nanti gue coba minta Ezra buat cari waktu kosong," putus Riga, menyebut nama asistennya.
Kedua alis Sera bertemu di tengah. "Buat apa?"
"Press conference. Sebelum damage-nya makin ke mana-mana, kayaknya udah waktunya kita kasih penjelasan ke media. Minimal soal status lo sama gue, biar orang-orang nggak terus-terusan nge-judge lo yang aneh-aneh."
Sera memutar kepalanya ke arah Riga secara spontan. "Lo—yakin?" Gadis itu menggeragap, rautnya seketika berubah.
"Kenapa? Kok jadi lo yang kedengeran nggak yakin?" Riga menelengkan kepala ke arah Sera. "Bukannya kemarin-kemarin lo yang ngotot minta gue klarifikasi?"
"Telat!" Kedua bola mata Sera berputar, pandangannya kembali lurus ke arah depan. "Mau lo kasih klarifikasi kayak gimana pun, orang-orang di luar sana udah telanjur ngecap gue sebagai orang ketiga sekaligus perusak hubungan lo sama Pavlinka.
"Percuma, kan? Yang ada mereka bakal mikir, kalau emang berita yang kemarin-kemarin itu nggak bener, kenapa nggak dari awal aja lo bikin press conference? Kenapa baru sekarang?"
Riga mencebik. "Tinggal jawab aja, kata pepatah 'lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali'."
Sera kembali memutar matanya, tak berniat meladeni gurauan Riga yang super-garing. "Lagian... lo yakin, mau 'buka kartu' mantan tersayang lo itu? Terus, yang sempet jadi concern lo waktu itu, soal karier Pav dan lain-lain, bullshit dong?" Sera membentuk tanda kutip dengan kedua jarinya saat menyebut istilah 'buka kartu'.
Riga menginjak pedal rem saat mendapati antrean kendaraan di depannya. Untuk beberapa saat, laki-laki itu sempat menatap Sera dengan kernyitan dalam. Well, meskipun apa yang Sera ucapkan tadi ada benarnya, tapi tetap saja, dia tak menyangka akan seperti ini respons Sera menanggapi inisiatifnya.
YOU ARE READING
With or Without You
RomanceSetelah hampir lima tahun berpacaran. Juno tiba-tiba memilih untuk mengakhiri hubungannya dengan Sera, tanpa alasan. Sera yang dulu menjadi bagian penting bagi hidup lelaki itu, mendadak menjadi tak ada artinya, sama sekali. Seharusnya Sera membenci...
