25 ; Tercurah

46.9K 5.3K 446
                                    

BERITA BURUK YANG disampaikan Wira bisa saja tak berhubungan dengan Gala. Gema tahu, kemuakan yang dirasakan membuat persepsinya bias terhadap sosok itu. Kemarahan Gema mungkin hanya dikarenakan tumpukan rasa frustrasi.

Gema berusaha menenangkan diri dan tidak langsung bersikap sentimen. Dia menarik napas pelan dan membiarkan Rafa berceloteh dengan ayahnya. Gema bahkan membiarkan Gala masuk ketika Rafa menyeret sang ayah untuk mengajarinya merakit mainan robot.

"Aku udah coba-coba sendiri, tapi nggak bisa. Aku nggak mau mainan itu rusak," keluh Rafa pada ayahnya.

Gala mengiakan ucapan Rafa dan langsung memintanya untuk menunjukkan robot-robotan itu. Dia sempat memandang Gema, seolah meminta izin. Gema mengembuskan napas pendek dan memberi anggukan singkat. Gala dan Rafa telah beranjak dari ruang tamu sesaat kemudian. Gema menutup pintu selagi menahan kecamuk emosi yang dirasakan.

Gala datang untuk menemui Rafa. Dia tak berhak untuk menghalanginya, semarah apa pun dia padanya.

Pemikiran itu dia camkan dalam kepala. Gema ikut beranjak dari ruang depan tak lama kemudian. Alih-alih bergabung dengan anaknya, dia pergi ke dapur. Gema membuka lemari dapur dan mengambil sekotak rokok yang tersimpan pada lokasi paling atas lemari. Pematik api diambilnya juga. Gema membuka pintu geser yang menghubungkan ruang tengah dengan balkon. Dia menutup pintu tersebut dan mulai menyalakan gulungan tembakau di sela jemari.

Gedung-gedung tinggi khas perkotaan terpapar di hadapannya. Embusan angin malam menyapu kulit, mengirimkan dingin akibat pakaian terbuka yang dia kenakan. Gema menyesap batang nikotin itu dengan lambat. Dia mengembuskannya perlahan. Berita yang disampaikan Wira cukup mengguncang suasana hatinya. Kehadiran mendadak Gala juga turut memperburuk kemeruh di dalam kepala.

Gema mencoba mengalirkan rasa kecewa, marah, dan muak itu. Dia memandang hamparan kota selagi menunggu efek nikotin mengambil alih. Gulungan di sela jemari terbakar lebih cepat dari biasa. Gema mengambil batang terbaru dan kembali menyalakannya.

Rokok tersebut sudah setengah terbakar ketika pintu geser di belakangnya terbuka. Gema tak perlu menoleh untuk mengetahui sosok yang menghampiri. Suara beratnya sudah cukup untuk menunjukkan identitas sosok itu.

"Kamu mulai ngerokok lagi?"

Gema mengembuskan asap tembakau dari mulutnya. Dia bergumam tanpa repot-repot menoleh. Batang nikotin itu dijentikkan pada terali. Gema hendak kembali menyesapnya ketika Gala ikut menyelipkan jari pada batang rokok, mengambilnya dari Gema.

Dia menekan ujung rokok pada terali balkon, mematikannya. Sisa rokok tersebut kemudian dibuang ke tempat sampah terdekat.

Pandangan Gema mengikuti pergerakan sang pria. Gema mengerling pasif. Dia tampak tak begitu peduli. Kotak rokok kembali dibuka. Dia hendak menyalakannya ketika Gala kembali mengambil batang tembakau itu, kali ini sekalian dengan kotak rokok dan pematik api.

Ekspresi Gema mengeruh. Dia mendongak, mulai terpancing oleh kelakukan sang pria.

"Kembaliin," sergahnya.

Gala tentu saja mengabaikan. Dia mengantungi kotak rokok dan pematik api milik sang istri.

"Aku nggak suka kamu ngerokok."

Gema menatapnya sesaat. Dia lalu mendengkus.

"Terus? Aku harus menuruti ucapan kamu?"

Gala mengerutkan dahi dengan tidak senang.

"Rokok nggak baik buat kesehatan kamu," tandasnya. "Kamu mau sakit-sakitan?"

Menahan senyuman ironi, Gema membalas, "Rokok nggak baik buat kesehatan, tapi alkohol bikin sehat?" Gema mengalihkan pandangan. Dia mengembuskan napas panjang. "Emang bener, dari dulu kamu bisa berperilaku sesukamu. Tapi, kalau menyangkut aku, kamu atur-atur terus."

Gugat. [END - Telah Terbit]Where stories live. Discover now