XXII. It Will Rain

378 22 2
                                    

Satu yang Alda pikirkan sesaat setelah bangun adalah, mungkin ia harus mulai membiasakan diri mengunci pintu kamar ini sekarang. Aksa mulai bersikap tidak sopan dengan masuk ke kamarnya sembarangan. Seperti sekarang ini. Kapan pria itu masuk, ia tidak tahu. Terakhir menutup mata dia masih sendirian, pagi ini tahu-tahu Aksa tidur di sampingnya.

Hari masih gelap, dia bangun karena rasa tidak nyaman di perutnya. Tadinya memang hendak minum, kemudian menunaikan salat subuh karena akhir-akhir dia jadi sering melewatkannya. Tapi minum segelas air putih sepertinya jadi keputusan yang salah, sebab dia malah jadi pusing sekaligus mual. Ujung alisnya menyatu, berusaha menahan gejolak aneh yang membuatnya merasa ingin muntah. Tapi tidak, tekanannya terlalu kuat hingga Alda menyerah di detik kelima. Tubuhnya bangun dengan cepat dan berlari menuju kamar mandi.

Mungkin karena geraknya yang tiba-tiba itu, Aksa ikut terbangun. Matanya mengerjap-ngerjap, lalu ketika menyadari Alda baru saja masuk ke kamar mandi, sepasang matanya ganti terbelalak. Tanpa pikir lama dia juga berlari menyusul ke dalam.

Begitu tiba, dia langsung menarik Alda ke dalam pelukannya, untungnya dia datang tepat waktu karena jika tidak, wanita ini mungkin sudah terjatuh ke lantai. Satu tangannya melilit di pinggang sang istri, sementara Alda sendiri hanya mampu meremat kaos Aksa dengan lemah, wajahnya ia sembunyikan di dada si pria.

"Aku kenapa sih?" Tangisnya pecah, bahunya menggigil seperti orang yang kedinginan. "Apa aku bakal mati bentar lagi?"

"Jaga omongan lo. Jangan gitu mikirnya."

"Aku capek, Mas. Makan dikit langsung muntah, kerja dikit langsung sakit." Tangannya ganti jadi bertautan di belakang Aksa. "Aku capek kayak gini ...."

Aksa mengangguk beberapa kali, entah untuk apa. "Maaf, gue minta maaf." Bahkan dia juga tidak tahu maaf kali ini konteksnya ke mana.

Walau tangisannya perlahan mereda, tapi pelukannya belum juga terlepas. Tangan Aksa juga setia mengelusi punggung sang istri, berusaha menenangkan, seraya tenggelam dalam pikiran.

Inikah yang namanya morning sickness?

*

"Minum dulu."

Bukannya menerima gelas yang diulurkan Aksa, Alda malah menatapnya saja, sorotnya tidak minat sama sekali. Beberapa saat, dia kemudian menggelengkan kepala.

"Nggak mau. Tadi aku muntah habis minum."

"Itu bukan karena air putih astaga, ini minum dulu, lo bisa dehidrasi." Pria itu antara gemas dan frustasi. "Atau mau jus? Gue bikinin."

Senyumnya terukir samar. "Jus aja. Jus semangka."

"Banyak maunya," omelnya, tapi tetap berlalu ke luar.

Pagi baru dimulai, tapi ia sudah harus sibuk berkutat di dapur. Membuatkan jus semangka seperti permintaan Alda. Dia sedang diam menunggu blender selesai bekerja saat Alda tiba-tiba datang ke sana.

"Lo ngapain ke sini? Udah di kamar aja sana, istirahat."

"Mau lihat."

"Banyak tingkah banget, lagi sakit juga."

Kata-katanya cukup menyakiti hati Alda. Senyumnya berubah muram. "Kamu kenapa jadi kasar lagi sih? Tadi nggak."

"Lo-nya bandel," timpalnya, lantas menyerahkan segelas jus semangka dingin ke hadapan si wanita. "Nih, minum."

"Makasih," balasnya dingin. Niatnya ingin membalas Aksa, dia pikir dia saja yang bisa bersikap dingin begitu? Alda juga bisa!

Selesai menghabiskan segelas jusnya—benar-benar habis tanpa sisa dalam sekali tegukan—saat Alda meletakkan kembali gelas di atas meja, dia baru menyadari jika Aksa sedang mengiris lemon.

Magic In You | Haechan ✓Where stories live. Discover now